Sukses

Jaksa Agung Pecat Direktur Ekonomi Jamintel, Terlibat Korupsi Tambang Antam

Kejagung menyebut, Raimel Jesaja diduga menerima suap dari pengusaha tambang, termasuk PT pihak Lawu Agung Mining saat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kajati Sultra)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin memecat Raimel Jesaja selaku Direktur Ekonomi dan Keuangan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel), lantaran diduga menerima suap penanganan kasus korupsi pertambangan nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

"Saya tegaskan bahwa yang bersangkutan dicopot jabatan dan jaksanya," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa (25/7/2023).

Menurut Ketut, Raimel Jesaja diduga menerima suap dari pengusaha tambang, termasuk PT pihak Lawu Agung Mining saat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kajati Sultra). Adapun posisi Direktur Ekonomi dan Keuangan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) baru dijabat olehnya pada Februari 2023.

"Tiga oknum jaksa, tiga orang dilakukan pencopotan terhadap jabatan dan jaksanya, satu orang tenaga tata usaha dilakukan penundaan pangkat. Jadi tiga orang mendapatkan hukuman cukup berat, yang satu orang mendapatkan hukuman yang sedang," jelas dia.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) menetapkan dua tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. salah satunya Kepala Geologi Kementerian ESDM dan langsung dilakukan penahanan terhadap keduanya.

"Bertempat di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Tim Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara kembali menetapkan dan melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (25/7/2023).

Kedua tersangka adalah SM selaku Kepala Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang merupakan mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM; dan EVT selaku Evaluator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya pada Kementerian ESDM.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kerugian Keuangan Negara

Menurut hasil penyidikan, kata Ketut, tersangka SM dan tersangka EVT telah memproses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo, tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan.

"Padahal, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit atau cadangan nikel di IUP-nya, sehingga dokumen RKAB tersebut dijual kepada PT Lawu Agung Mining yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Antam, seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain," jelas dia.

Tentunya, hal itu berakibat pada kekayaan negara berupa ori nikel milik negara dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pihak lain.

Adapun berdasarkan perhitungan sementara auditor, keseluruhan aktivitas pertambangan di blok Mandiodo telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 Triliun. Dengan penetapan dua tersangka ini, maka total sudah ada tujuh tersangka dan penyidikan masih berlanjut, serta dalam tahap pengembangan.

"Selanjutnya, Tim Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menitipkan tersangka SM dan Tersangka EVT untuk dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Kemudian pada esok harinya, penahanan akan dipindahkan ke Rumah Tahanan Negara Kendari, Sulawesi Tenggara untuk menjalani proses hukum selanjutnya,” Ketut menandaskan.

 

3 dari 3 halaman

Tersangka Lainnya

Kejagung juga telah resmi menahan Windu Aji Sutanto (WAS) selaku pemilik PT Lawu Agung Mining, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi kerjasama perjanjian PT Antam. Namanya juga tersangkut di daftar 11 nama yang diduga menjadi penerima aliran dana kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo.

“Hari ini ada dilakukan proses penahanan terhadap tersangka WAS. WAS ini adalah owner PT Kara Nusantara Investama, yang bersangkutan ditahan dalam perkara konsorsium perjanjian dengan PT Antam tahun 2021-2023,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023).

Menurut Ketut, kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp5,7 triliun. Nama Windu menambah daftar tersangka setelah sebelumnya telah ditetapkan empat orang, yaitu HW, YAS, AA dan Ofan Sofwan selaku Direktur Utama (Dirut) PT Lawu Agung Mining terkait kasus korupsi tambang.

“Dan hari bertambah menjadi lima yaitu WAS. Banyak media yang menanyakan kepada saya, apakah yang ditahan pada hari ini ada terkait dengan nama yang beredar di perkara BTS, jawabannya iya,” jelas Ketut.

“Tapi perkara ini khusus perkara yang ditangani oleh Kejati Sulawesi Tenggara, sebelah kanan saya ini adalah tim penyidik dari teman-teman Sulawesi Tenggara yang memeriksa di sini. Kenapa ada dua orang karena salah satunya adalah tersangka juga atas nama OS, yaitu Direktur Utama PT LAM yang pemiliknya sahamnya kita lakukan penetapan tersangka di sana kita tahan,” sambungnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.