Sukses

Panji Gumilang Tak Kunjung Jadi Tersangka, Mahfud: Yang Penting Sudah Ada SPDP

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menjelaskan soal alasan Pimpinan Pondok Pesantrean (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang belum menjadi tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menjelaskan soal alasan Pimpinan Pondok Pesantrean (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang belum menjadi tersangka, padahal surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sudah diterbitkan Bareskrim Polri. Dia mengatakan penanganan kasus Panji Gumilang masih terus berproses.

Hanya saja, kata dia, proses hukum terhadap Panji Gumilang harus dilakukan dengan hati-hati. Mahfud mengatakan yang terpenting, SPDP atas nama Panji Gumilang sudah diterbitkan.

"Itu semua proses, perlu proses karena ini menyangkut hukum, kita tidak boleh buru-buru, yang penting sudah ada SPDP dan SPDP itu sudah menyebut nama inisial itu saya kira sudah jelas masyarakat, ini orangnya," jelas Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (18/6/2023).

Menurut dia, penindakan hukum yang lebih konkret terhadap Panji Gumilang harus dilakukan dengan hati-hati. Sebab, hal ini menyangkut hukum.

"Bahwa kapan nanti tindakan hukum yang lebih konkret misalnya pemanggilan, penahanan, pengajuan, dan sebagainya. Itu memang harus lebih hati-hati, harus lebih hati-hati," ujarnya.

Mahfud menekankan bahwa baik pemerintah maupun penegak hukum serius dalan menangani kasus Al-Zaytun. Mulai dari, Panji Gumilang yang dilaporkan atas dugaan penondaan agama hingga dugaan pencucian uang terkait rekening Panji.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sejumlah Rekening Sudah Diblokir

Terkait dugaan pencucian uang, Mahfud menuturkan sejumlah rekening telah diblokir. Dia memastikan pemerintah akan memeriksa sejumlah rekening tersebut.

"Kami temukan juga ini yang kami sampaikan ke Polri dugaan pencucian uang karena kekayaan Yayasan Al Zaytun itu kan seperti kita katakan, kita memblokir 145 rekening dari 256 rekening pribadi," tuturnya.

"Ditambah sisanya sampai 367 itu kira-kira 60an, 70 rekening lain yang terkait dengan itu. Ada yayasan, yayasannya sendiri banyak. Nah itu diperiksa demi ketertiban," sambung Mahfud.

Disisi lain, dia menuturkan bahwa pemerintah akan menyelematkan Ponpes Al-Zaytun. Namun, pemerintah harus menunggu posisi hukum Panji Gumilang terlebih dahulu.

"Yang jelas, pemerintah berketetapan tidak akan menutup lembaga pendidikan apapun. Akan terus kita bina dan kita kembangkan sesuai dengab hak konstitusional, diberikan hak kepada murid dan wali murid, santri dan wali santri di situ utk tetap memilih lembaga pendidikannya tetapi materinya kita kontrol, kita awasi. Lalu soal keamanan itu sudah ditangani oleh Gubernur Jawa Barat dan aparat vertikal," pungkas Mahfud.

3 dari 3 halaman

Kejagung Terima SPDP Kasus Panji Gumilang

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menyebut Jaka Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Bareskrim Polri atas nama terlapor Panji Gumilang.

“Jampidum Kejaksaan Agung telah menerima SPDP dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri atas nama terlapor ARPG alias SPG alias PG alias AT, yang diterbitkan oleh penyidik pada 5 Juli 2023,” kata Ketut di Jakarta, Kamis 13 Juli 2023.

ARPG alias SPG alias PG alias AT adalah nama terang Panji Gumilang, yakni Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang alias Syekh Panji Gumilang alias Panji Gumilang alias Abu Toto.

Ketut menjelaskan SPDP tersebut terkait dugaan tindak pidana penodaan/penistaan agama yang dianut di Indonesia dan/atau menyiarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.

“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun2 016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE,” kata Ketut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.