Sukses

Mobil Listrik Bukanlah Pengendalian Akar Masalah Polusi Udara

Polusi udara Jakarta beberapa pekan terakhir menjadi sorotan masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Polusi udara Jakarta beberapa pekan terakhir jadi sorotan masyarakat. Bahkan beberapa hari terakhir ibukota Negeri Tercinta ini menduduki tingkat pertama sebagai kota paling buruk kualitas udaranya versi IQAir. 

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu membenarkan, kualitas udara di Jakarta memang buruk. Sebab, meskipun beberapa hari terakhir terjadi hujan, langit Jakarta tetap belum terlihat biru atau bersih.

Dia menilai, penggunaan kendaraan listrik bukanlah cara pengendalian akar masalah dari polusi udara di Jakarta. Meskipun salah satu sumber masalah tersebut bersumber dari transportasi.

"Artinya kalau kita pakai mobil listrik untuk solusi polusi, itu sejatinya hanya memindahkan polusi dari knalpot ke cerobong PLTU batu bara. Listrik yang kita pakai untuk ngecas mobil listrik itu berdasar dari PLTU batu bara yang masih mencemari polusi di Jakarta juga," kata Bondan kepada Liputan6.com.

Sebab kata dia, sumber kedua polisi udara di Jakarta adalah industri dan pembangkit listrik batu bara. Berdasarkan riset yang ada Bondan menyebutkan jika ditemukannya pencemaran lintas batas terjadi di Jakarta yang bersumber dari PLTU.

"Riset yang kita temukan ini transboundary pollution ada PLTU batu bara di Suralaya itu yang polusinya sampai di Jakarta. Karena itu polutan PM2.5 itu bentuknya kecil, 1/30 itu travelnya bisa ketika tertiup angin di musim kemarau. Itu bisa mencapai 100 kilometer," ujarnya.

Bondan menambahkan, "Jadi sangat mungkin PLTU di Suralaya itu polusinya sampai di Jakarta. Atau yang di Babelan, Bekasi itu dia sampai Jakarta juga."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bisa Contoh Beijing

Karena hal itu dia menyebut mobil listrik untuk menghindari polusi merupakan solusi palsu. Kemudian menurut Bondan, mobil listrik juga tidak menyelesaikan masalah macet Jakarta. 

"Karena jika mobil listrik diberikan secara subsidi, kemudian dimasifkan, tidak ada pengendalian dari mobil listrik kendaraan fosil, akan terjadi peningkatan di jalan raya dan macet akan makin tambah gitu. Sejatinya kalau mobil listrik dijadikan solusi, yang paling penting adalah mobil listrik untuk kendaraan umum," paparnya.

Bondan membandingkan dengan contoh kasus yang ada di Kota Beijing, Tiongkok, yang mampu mengendalikan polusi udara. Hal pertama yang dilakukan yaitu penggunaan listrik yang langsung diganti hingga 95 persen menjadi energi surya.

Setelah itu kata dia, adanya pengalihan kendaraan yang digunakan menggunakan listrik.

"Jadi, listriknya dulu dibaikin untuk menggunakan kendaraan listrik. Sumber listriknya dulu dibersihkan, baru pakai kendaraan yang berenergi bersih. Jadi, struktural penyelesaian masalahnya gitu bukan yang lagi laris aja. Sekarang mobil listrik lagi laris dari sisi penjualan. Tapi, masalahnya masih belum terselesaikan," Bondan menandaskan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.