Sukses

Update Covid-19 Jumat 16 Juni 2023: Positif 6.810.943, Sembuh 6.639.156, Meninggal 161.839

Data update pasien Covid-19 di Indonesia yang disebabkan virus Corona tersebut terhitung sejak Kamis, 15 Juni 2023, pukul 12.00 WIB hingga hari ini, Jumat (16/6/2023) pada jam yang sama.

Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan data yang dihimpun dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 di Tanah Air, hingga hari ini, Jumat  (16/6/2023), jumlah kasus harian positif masih saja terus bertambah. Ada kenaikan pasien positif Covid-19 sebanyak 165, sehingga jumlah mereka yang dinyatakan terpapar Corona terhitung sejak Maret hingga kini mencapai 6.810.943 orang. 

Meski masih terjadi kenaikan, angka pasien sembuh dan terbebas dari virus Corona juga terus mengalami penambahan. Hingga saat ini dilaporkan Satgas Covid-19 telah menyentuh angka 6.639.156 orang, setelah ada penambahan 188 yang dinyatakan negatif.

Sementara, kasus kematian pasien positif berada di angka 161.839 jiwa. Jumlah tersebut setelah terjadi penambahan 3 orang meninggal dunia akibat Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Data update pasien Covid-19 di Indonesia yang disebabkan virus Corona tersebut terhitung sejak Kamis, 15 Juni 2023, pukul 12.00 WIB hingga hari ini, Jumat (16/6/2023) pada jam yang sama.

Sementara itu, Epidemiolog Masdalina Pane memberi tanggapan soal rencana pencabutan status kedaruratan COVID-19 di Indonesia.

Menurutnya, setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status Public Health Emergency for International Concern (PHEIC) pada tanggal 5 Mei 2023, maka seluruh dunia sudah tidak lagi dalam kondisi darurat untuk COVID-19.

“Bagaimana dengan pandemi? Sebenarnya istilah pandemi tidak ada dalam International Health Regulations (IHR) revisi 2005 sebagai dasar penetapan PHEIC. Hanya ada satu kata terkait pandemi itupun melekat pada Pandemi Influenza,” kata Masdalina kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, Rabu, 14 Juni 2023.

Lantas, apakah ini waktu yang tepat untuk mencabut status kedaruratan nasional?

Menurut Masdalina, masing-masing negara tidak melakukan pencabutan status pandemi di wilayahnya.

"Jadi menurut pandangan kami, setelah status dicabut oleh WHO sebagai otoritas yang menetapkan PHEIC, maka masing-masing negara tidak terlalu penting untuk mencabut status pandemi di negara masing-masing."

Cukup satu statement saja bahwa seluruh dunia sudah tidak lagi dalam kondisi darurat atau istilah dirjen WHO pandemi. Pandemi adalah istilah epidemiologi untuk kondisi wabah/kejadian luar biasa (KLB) dalam wilayah yang luas,” jelas Masdalina.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konsekuensi Pencabutan Status Kedaruratan COVID-19

Pencabutan status kedaruratan COVID-19 tentu memiliki konsekuensi tersendiri. Salah satunya, masyarakat kembali pada kondisi normal sebelum PHEIC ditetapkan.

“Berbagai regulasi terkait kedaruratan termasuk PHSM (Public Health Social Measure) tidak berlaku lagi. Tetapi indikator-indikator pengendalian masih relevan untuk digunakan sebagai signal untuk komunikasi risiko jika terjadi peningkatan kasus karena mutasi baru atau penyakit baru (new-emerging diseases),” kata Masdalina.

Nasib Vaksinasi COVID-19 Usai Status Kedaruratan Dicabut

Masdalina pun menanggapi soal nasib vaksin COVID-19 usai status kedaruratan dicabut. Menurutnya, usai kedaruratan dicabut, vaksin bukan lagi hal wajib.

“Karena vaksin bukan merupakan indikator pengendalian, kecuali vaksin dua dosis menjadi perhatian global, maka vaksinasi bukan mandatory (wajib) dalam pengendalian COVID-19. Karena imunitas global sudah cukup baik untuk COVID-19, maka vaksinasi tidak menjadi kewajiban lagi.”

Namun, jika masyarakat menginginkannya dan Indonesia sudah memiliki vaksin sendiri, maka alangkah lebih baik jika pemerintah memfasilitasi.

“Jika masyarakat ingin mendapatkan vaksin dan kita sudah bisa membuat vaksin sendiri, akan baik jika pemerintah bisa memfasilitasi vaksin untuk masyarakat yang belum divaksinasi,” ujar Masdalina.

3 dari 3 halaman

Perjalanan Kasus Corona di Indonesia

Kasus infeksi virus Corona pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China Desember 2009. Dari kasus tersebut, virus bergerak cepat dan menjangkiti ribuan orang, tidak hanya di China tapi juga di luar negara tirai bambu tersebut.

2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia. Pengumuman dilakukan di Veranda Istana Merdeka.

Ada dua suspect yang terinfeksi Corona, keduanya adalah seorang ibu dan anak perempuannya. Mereka dirawat intensif di Rumah Sakit Penyakit Infeksi atau RSPI Prof Dr Sulianti Saroso, Jakarta Utara.

Kontak tracing dengan pasien Corona pun dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan lebih luas. Dari hasil penelurusan, pasien positif Covid-19 terus meningkat.

Sepekan kemudian, kasus kematian akibat Covid-19 pertama kali dilaporkan pada 11 Maret 2020. Pasien merupakan seorang warga negara asing (WNA) yang termasuk pada kategori imported case virus Corona. Pengumuman disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Urusan Virus Corona, Achmad Yurianto, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat

Yurianto mengatakan, pasien positif Covid-19 tersebut adalah perempuan berusia 53 tahun. Pasien tersebut masuk rumah sakit dalam keadaan sakit berat dan ada faktor penyakit mendahului di antaranya diabetes, hipertensi, hipertiroid, dan penyakit paru obstruksi menahun yang sudah cukup lama diderita.

Jumat 13 Maret 2020, Yurianto menyatakan pasien nomor 01 dan 03 sembuh dari Covid-19. Mereka sudah dibolehkan pulang dan meninggalkan ruang isolasi.

Pemerintah kemudian melakukan upaya-upaya penanganan Covid-19 yang penyebarannya kian meluas. Di antaranya dengan mengeluarkan sejumlah aturan guna menekan angka penyebaran virus Corona atau Covid-19. Aturan-aturan itu dikeluarkan baik dalam bentuk peraturan presiden (perpres), peraturan pemerintah (PP) hingga keputusan presiden (keppres).

Salah satunya Keppres Nomor 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Keppres ini diteken Jokowi pada Jumat, 13 Maret 2020. Gugus Tugas yang saat ini diketuai oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo ini dibentuk dalam rangka menangani penyebaran virus Corona.

Gugus Tugas memiliki sejumlah tugas antara lain, melaksanakan rencana operasional percepatan penanangan virus Corona, mengkoordinasikan serta mengendalikan pelaksanaan kegiatan percepatan penanganan virus Corona.

Sementara itu, status keadaan tertentu darurat penanganan virus Corona di Tanah Air ternyata telah diberlakukan sejak 28 Januari sampai 28 Februari 2020. Status ditetapkan pada saat rapat koordinasi di Kementerian Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) saat membahas kepulangan WNI di Wuhan, China.

Kapusdatinkom BNPB Agus Wibowo menjelaskan, karena skala makin besar dan Presiden memerintahkan percepatan, maka diperpanjang dari 29 Februari sampai 29 Mei 2020. Sebab, daerah-daerah di tanah air belum ada yang menetapkan status darurat Covid-9 di wilayah masing-masing.

Agus Wibowo menjelaskan jika daerah sudah menetapkan status keadaan darurat, maka status keadaan tertentu darurat yang dikeluarkan BNPB tidak berlaku lagi.

Penanganan kasus virus corona (Covid 19) pun semakin intens dilakukan. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mereduksi sekaligus memberikan pengobatan terhadap mereka yang terpapar Covid-19.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.