Sukses

Menguak Harta Karun di Endapan Lumpur Lapindo

Penyebab Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo merupakan salah satu fenomena alam yang saat ini masih menjadi perhatian para ahli geologi.

Liputan6.com, Jakarta - Aksan merupakan salah satu kepala keluarga yang jadi korban Lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur. Siang itu, dengan senyum semringah dia menyambut kedatangan tim Liputan6.com di dekat lokasi tempatnya bekerja. Saat ini, bapak satu anak itu bekerja sebagai tukang ojek di sekitar kawasan Lumpur Sidoarjo.

Kenangan terkait tempat tinggal Aksan bersama istri dan anaknya di Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Sidoarjo masih tergambar jelas. Hal itu tampak ketika dia menunjukkan perkiraan titik rumahnya yang sudah terendam lumpur.

Kata dia, saat itu rumahnya yang berukuran 6x15 meter itu berjarak sekitar 2 kilometer dari pusat semburan dan hanya 500 meter dari rel kereta. Sebelum kejadian Lumpur Lapindo pada 29 Mei 2006, Aksan baru saja berhenti dari pekerjaannya sebagai sopir. Bahkan saat kejadian semburan dia bersama beberapa warga masih mendatangi lokasi. 

Namun selang 30 hari kemudian, lumpur semakin meluap hingga di sekitar rumahnya dan mengharuskannya bersama warga lainnya untuk mengungsi di Pasar Porong yang telah disediakan oleh Pemda setempat. Aksan bersama warga lainnya juga sempat menyelamatkan berbagai harta benda yang ada. 

Waktu itu, Aksan bersama keluarganya mengungsi kurang lebih selama tiga bulan. Setiap hari dia menyaksikan dari kejauhan rumahnya yang semakin hilang tenggelam dengan lumpur. "Kalau rumah saya tenggelam sampai kelihatan gentengnya itu sekitar kurang lebih 2-3 bulan. Memang cukup lama, enggak langsung," kata Aksan kepada Liputan6.com.

Setelah ditempatkan di pengungsian, Aksan dan warga mendapatkan uang untuk mengontrak selama dua tahun. Saat itulah tetangganya sudah mulai mencari tempat tinggal masing-masing. Uang ganti awal dari rumah yang ditempatinya langsung dibelikan tanah di Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan. 

Dia mengakui lokasinya sekitar 20 kilometer dari rumahnya yang tenggelam di Lumpur Lapindo. Menurut dia, pemilihan lokasi tersebut disesuaikan dengan besaran uang ganti rugi yang diterimanya. Sambil menunggu uang ganti secara menyeluruh, Aksan sekeluarga memilih untuk tetap mengontrak rumah.

"Kemudian lama belum dibangun karena masih menunggu sisa ganti ruginya yang 80 persen. Jadi sempat lama saya ngontrak di Pandaan itu sekitar kurang lebih, sekitar 2008-2014. Sekitar tujuh tahun," ucapnya.

Bekerja di sekitar Lumpur Sidoarjo membuatnya cepat menerima keadaan dari peristiwa kelam tersebut. Meskipun sebelumnya dia seringkali menangis ketika melihat area lumpur yang mengubur rumahnya, saudara dan para tetangga. Setelah hampir 17 tahun berlalu, beberapa perubahan terus terjadi.

"Alhamdulillah setelah menginjak 17 tahun ini, kondisi keluarga sehat-sehat. Cuma mertua, orang tua, sudah meninggal. Anak saya dulu lahir 2004, masih belum sekolah saat ada lumpur, masih berusia dua tahun. Kemudian sekarang sudah kuliah di Muhammadiyah Surabaya," ujar dia.

Lanjut dia, sebelum pandemi Covid-19 biasanya rutin setiap 29 Mei para warga korban Lumpur Lapindo berkumpul untuk melakukan pertemuan dan doa bersama. Menurut Aksan, kegiatan tersebut sekaligus melepas rindu dan cerita bersama para tetangga yang sudah terpisah rumah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Musibah Lumpur Lapindo Membawa Berkah?

Cerita sebagai korban juga dirasakan oleh Hetty Dwi Purwaningsih dan keluarga. Saat kejadian semburan Lumpur Lapindo Hetty masih berusia 17 tahun atau kelas 2 SMA. Rumahnya yang berlokasi di Desa Kedungbendo menjadi salah satu yang terdampak. Enam orang di rumahnya juga sempat merasakan tinggal di pengungsian Pasar Porong. 

Bapaknya beberapa kali berusaha mengamankan barang-barang di rumahnya. Namun tak berselang lama, Hetty dan keluarga memilih untuk mengontrak sebuah rumah yang dekat dengan tempat bekerja bapaknya.

"Apalagi di keluarga saya termasuk keluarga besar, ada yang ODGJ juga, makanya agak ribet ketika di pengungsian, makanya cari tempat kontrakan saat itu," kata Hetty kepada Liputan6.com.

Mengontrak rumah tersebut, kata Hetty berlangsung hingga adanya kepastian pembayaran ganti rugi. Saat ada relokasi, keluarga Hetty menyetujui itu tanpa pikir panjang. 

"Alhamdulilah ternyata pilihan dari bapak itu enggak salah. Saat itu kan, saya kuliah itu alhamdulillah rezeki lancar. Dalam artian ada jatah hidup kan saat itu, jadup. Kemudian pembayaran cicilan dari Lapindo pun dicicil per bulan pun juga lancar. Dari situ, untuk biaya kuliah," ujar dia.

Setelah hampir 17 tahun berselang, saat ini perempuan lulusan Universitas Negeri Surabaya tersebut sudah berkeluarga dan memiliki dua anak. Bahkan Hetty sudah menjadi PNS di salah satu sekolah di Tanggulangin, Sidoarjo. 

Akibat peristiwa tersebut saudara dan para tetangganya harus terpisah dengan rumah yang berjauhan. Kendati begitu Hetty juga mengakui dari musibah Lumpur Sidoarjo terdapat sisi positif yang dirasakan keluarganya. Salah satunya yaitu rumah relokasi yang ditempati keluarganya yang berada di tengah kota dan saat ini memiliki harga jual lumayan tinggi.

"Memang kalau dari segi keluarga atau pertemanan, lingkungan itu tinggal memori tinggal kenangan, yang indah kayaknya sudah hilang, jadi bangun ulang lagi. Tapi untuk dari segi ekonomi kalau di keluarga saya, alhamdulilah lebih ke lebih baik. Kalau saya kan masuk kategori korban yang beruntung," Hetty menandaskan.

Temuan Harta Karun di Lumpur Lapindo 

Lumpur Sidoarjo, Jawa Timur memiliki sejarah panjang sejak kemunculannya pada 29 Mei 2006 atau dua hari usai gempa di Yogyakarta. Ketika itu, lumpur panas menyebur di dekat lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas.

Akibatnya sebelas desa terendam dengan area terdampak sekitar 700 hektare. Penyebabnya pun saat ini masih terus menjadi perhatian para ahli geologi. 

Setelah hampir 17 tahun berlalu, ahli geologi Handoko Teguh Wibowo menyatakan terdapat sejumlah manfaat positif dari lumpur Sidoarjo. Menurut Handoko, berdasarkan penelitian yang dilakukannya dalam semburan Lumpur Sidoarjo terdapat kandungan mineral berharga yang cukup besar.

"Ada beberapa material yang keluar terutama yang berupa lumpur, ada beberapa mineral yang berharga yang terkandung di dalamnya yang kita tahu di sini ada beberapa mineral kritis antara lain ada Lithium kemudian ada Stronsium dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Dan ini saya kira dunia sedang mencari dan di Lumpur Sidoarjo inilah barang itu berada dan terhampar sekitar 600 sampai 700 hektare," kata Handoko kepada Liputan6.com.

 

3 dari 5 halaman

Dampak Positif Apa Saja dari Semburan Lumpur Sidoarjo?

Penelitian itu dilakukan Handoko sejak bergabung di Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pada tahun 2007. Sejumlah riset komprehensif terus dilakukannya antara lain dengan menganalisis komposisi material yang keluar bersama Lumpur Sidoarjo. 

"Jadi serendipity, kita tidak bermaksud mencari tapi menemukan ada hal-hal yang menarik di komposisi atau kandungan Lumpur Sidoarjo. Jadi tahun 2008 sebenarnya sudah teridentifikasi ada unsur-unsur tanah jarang di sini, juga ada unsur-unsur lainnya yang sifatnya ekonomis," ucapnya.

Kata Handoko, pihaknya terus melakukan penelitian dan diuji ulang pada sejumlah titik yang mewakili area Lumpur Sidoarjo hingga tahun 2019. Dari penelitian tersebut menunjukkan adanya sejumlah unsur tanah jarang yang menyebar di seluruh penjuru area di dalam tanggul Lumpur Sidoarjo.

Ahli geologi lulusan Universitas Gadjah Mada itu menyatakan bahwa unsur tanah jarang saat ini sangat dibutuhkan untuk berbagai bidang. Mulai dari industri elektronik, pertahanan, kesehatan, hingga transportasi modern.

Selain itu, Handoko juga menyatakan dalam penelitiannya ditemukan kandungan mineral lainnya yaitu Lithium dan Strontium dengan konsentrasi yang lumayan tinggi. Menurutnya secara umum Lithium dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai listrik. 

Sedangkan Stronsium dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri listrik hingga berbagai inovasi berteknologi tinggi. Bahkan, Handoko menyebut kandungan material yang tersaji di Lumpur Sidoarjo memiliki sifat homogen atau mempunyai nilai konsentrasi yang mirip pada setiap unsur pada titik pengambilan sampel, baik lateral maupun vertikal.

"Artinya komposisi endapan lumpur endapan lumpur yang berada di bawah dengan yang di atas itu bernilai. Ini menjadi menarik karena beberapa jebakan mineral itu sebagai contoh emas dan seterusnya itu kan sangat heterogen dan variasinya sangat besar. Di sini sudah terhampar dengan sangat homogen, artinya di sini seperti kue lapis yang sudah siap tersaji, tidak perlu ada kegiatan pertambangan seperti crushing, grinding, blasting serta aksesibiltas yang mudah.

 

Untuk jumlah cadangan unsur mineral tersebut kata Handoko saat ini, data yang beredar masih sangat subjektif dengan asumsi luas wilayah dan metode uji yang berbeda-beda.

Namun, berdasarkan luas area yang terdampak dan ketebalan endapan lumpurnya, tonase tiap unsur sebenarnya sudah dapat diprediksi dengan level terukur. Kemudian data pendukung seperti data bor inti endapan lumpur dengan kerapatan yang baik akan menjadi data valid untuk penentuan besarnya cadangan. 

Handoko pun menyebut berbagai unsur yang ditemukan di Lumpur Sidoarjo merupakan hasil dari kondisi geologi yang ada dan merupakan implikasi adanya magmatisme yang keluar di Lumpur Siodarjo. Morfologi di sebelah selatan wilayah Lumpur Sidoarjo berupa Gunung Penanggungan, Arjuna, ada Welirang. Sedangkan posisi Lumpur Sidoarjo juga berada pada cekungan sedimen atau berada di depresi Kendeng.

4 dari 5 halaman

Temuan Harta Karun di Lumpur Sidoarjo Karena Evolusi Gunung Api?

Kemudian berdasarkan analisis dari cutting pengeboran yang dilakukan untuk uji sifat batuan, umur dan lingkungan pengendapan didapatkan pada kedalaman 6.000 sampai 9297 kaki dimana pengeboran berakhir, hasil analisis menunjukkan diendapkannya sedimen-sedimen hasil dari produk gunung api pada lingkungan laut. Artinya, kata Handoko adanya jejak vulkanik di bawah area Lumpur Sidoarjo yang umurnya sekitar 5-12 juta tahun yang lampau.

Lanjut dia, hal tersebut yang menjadikan semburan Lumpur Sidoarjo yang keluar di permukaan mencapai 100 derajat Celcius dan dianggap tidak lazim dan telah mendemonstrasikan sifat kegunungapian. Dan pada saat ini pun semburan masih terus keluar dengan debit berkisar 30.000 – 40.000 meter kubik per hari.

"Inilah yang menjadikan evolusi yang dulu disebut Lumpur Sidoarjo ini adalah gunung lumpur sekarang berubah menjadi sedimentary-hosted hydrotermal system atau sistem hidrotermal di cekungan sedimen. Dan ini implikasinya akan ada sebuah enrichment, atau ada sebuah pengkayaan mineral terutama yang ada di lempung tadi," ujar Handoko.

Dia menambahkan, "Jadi kita tahu lapisan-lapisan yang menyusun batuan di sini adalah ada yang disebut sebagai formasi kalibeng, itu bentuknya adalah clay atau batu lempung. Itulah sekuens yang nantinya akan terkayakan oleh fluida hidrotermal menjadi pengkayaan unsur tanah jarang."

Handoko menyebut,  pihak pemerintah juga sudah beberapa kali melakukan penelitian di area Lumpur Sidoarjo. Menurutnya hasil penelitiannya pun sama yaitu adanya unsur tanah jarang, Lithium, hingga Stronsium.

"Tentunya kalau dilakukan komersialisasi kan harus ada undang-undang dulu yang bisa dipakai untuk mengelola atau mengeksploitasi ini. Jadi kita tahu di sini kan secara kepemilikan ada pemerintah pusat, kemudian ada pemerintah daerah, dan sebagian mungkin miliki Bakrie. Tentunya kepemilikan tanah ini menjadi hal penting karena endapan lumpur yang mengandung unsur tanah jarang berada di area dalam tanggul ini," jelas Handoko.

 

5 dari 5 halaman

Harta Karun di Lumpur Sidoarjo, Untuk Bahan Baku Transportasi?

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara mengenai adanya 'harta karun' sumber daya mineral kritikal di Lumpur Sidoarjo, Jawa Timur. Beberapa temuan tersebut secara umum dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai teknologi hingga transportasi modern.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Sugeng Mujiyanto menyatakan beberapa unsur yang ditemukan yaitu Litium (Li), Stronsium (Sr) hingga logam tanah jarang. Berdasarkan kajian yang ada, Sugeng menyebut kandungan Lithium di Lumpur Lapindo, Sidoarjo itu kadarnya mencapai 99 - 280 ppm.

Kemudian untuk Stronsium kadarnya mencapai 255 - 650 ppm. Kata dia, berbagai kajian juga terus dilakukan oleh Pusat penelitian dan pengembangan teknologi mineral dan Batubara/TekMIRA.

"Yang diperkirakan sampah, lumpur itu kan kayaknya tidak berguna begitu ya. Tapi ternyata ada beberapa, bisa juga dianggap seperti harta karun. Hanya saja kalau kita melihat nanti kan masalah jumlah seberapa, apakah besar atau tidak," kata Sugeng kepada Liputan6.com.

Lithium secara umum dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai listrik. Sedangkan saat ini pemerintah pusat tengah berencana membangun industri kendaraan listrik di dalam negeri. Kemudian untuk Stronsium biasanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri elektronik.

Lanjut Sugeng, terkait nilai ekonomi dari lumpur Sidoarjo masih dalam tahap penyelidikan secara lengkap. Kemudian data dari temuan tersebut juga belum akurat dan masih dilakukan penyelidikan serta sampelnya terbatas yaitu sekitar kedalaman lima meter. 

"Di tahun 2030 kita ini akan mempunyai sekian kendaraan roda empat, roda dua, maupun roda enam, bus gitu yang nanti akan digerakkan oleh listrik. Jadi, nanti ada baterainya. Itu dibutuhkan total-total gitu sekitar 113 juta KwH itu butuh 758.000 ton Lithium. Atau kalau kita lihat kendaraannya saja, hanya kendaraan saja sekitar 4 Giga Watt begitu, ini butuh 26.000 ton Lithium," ucapnya.

"Sehingga kalau kita lihat di situ, untuk satu Giga Watt itu butuh 160 ton Lithium bentuk metal. Ini kalau kita lihat tadi ada anggap aja sekitar 900.000 begitu, ini dibagi 26 ya mungkin, tapi dalam bentuk metal. Ini masih ya so-so lah, seperti itu. Tinggal nanti teknologi dan teknologi ekstraksinya seperti apa recovery-nya juga besarnya seberapa gitu kan," sambung dia.

Saat ini kata Sugeng pihaknya belum melakukan eksplorasi secara menyeluruh mengenai temuan yang ada di Lumpur Sidoarjo. Nantinya kelaikan temuan itu akan menjadi landasan dalam pemanfaatannya.

"Nanti akan kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Minerba untuk nanti wilayah itu diusahakan secara komersial. Untuk saat ini, untuk logam dan batu bara dilakukan secara mekanisme lelang. Jadi nanti lelang wilayah, namun juga tidak menutup kemungkinan dengan adanya mekanisme lain, penunjukkan kepada badan usaha, penugasan ya penugasan kepada badan usaha, khususnya BUMN bisa mengupayakan itu. Kira-kira seperti itu mekanismenya," tandas Sugeng.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.