Sukses

Kasus Lukas Enembe, KPK Mulai Selisik Dana Otsus Papua

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mulai menyelisik dugaan adanya pidana korupsi dalam pembahasan dan penganggaran dana otonomi khusus (otsus) di Provinsi Papua.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mulai menyelisik dugaan adanya pidana korupsi dalam pembahasan dan penganggaran dana otonomi khusus (otsus) di Provinsi Papua.

Hal tersebut diketahui saat tim penyidik lembaga antirasuah memeriksa Wakil Ketua DPRD Papua Yunus Wonda dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.

Yunus Wonda diperiksa tim penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/1/2023).

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pembahasan penganggaran untuk APBD termasuk dana otonomi khusus di Provinisi Papua," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (20/1/2023).

Tidak hanya otsus, KPK juga mendalami soal anggaran operasional Lukas Enembe selaku Gubernur Papua. "Didalami juga mengenai pos alokasi anggaran untuk operasional tersangka LE (Lukas Enembe) sebagai Gubernur," kata Ali.

KPK menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.

Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kronologi

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

3 dari 3 halaman

Pasal

Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.