Sukses

Polri Bentuk Tim Usut Kematian Anak karena Gagal Ginjal Akut

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, menerangkan pihaknya membentuk tim dan segera menjalin komunikasi dengan pemangku kebijakan untuk mendalami penyebab terjadinya Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada Anak-anak.

Liputan6.com, Jakarta - Polri menindaklanjuti permintaan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy untuk mengusut kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada Anak-anak.

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, menerangkan pihaknya membentuk tim dan segera menjalin komunikasi dengan pemangku kebijakan untuk mendalami penyebab terjadinya Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada Anak-anak.

"Tentunya Polri akan segera membentuk tim dan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM untuk bersama mendalami kejadian tersebut sesuai atensi pimpinan," kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu (23/10/2022).

Seperti dikutip dari situs resmi Menko PMK, Muhadjir Effendy, menyampaikan permintaan tersebut usai mengadakan Rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait secara virtual pada (21/10/2022).

"Pengusutan ini penting untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana di balik kasus tersebut. Permintaan disampaikan mengingat kejadian gangguan ginjal kronis ini sudah mengancam upaya pembangunan SDM, khususnya perlindungan terhadap anak," ujar Menko PMK seperti dikutip, Minggu (23/10/2022).

Berdasarkan data, GGPA menimpa lebih 208 anak. Adapun 118 anak meninggal dunia.

Penyebabnya diduga kuat berasal dari cemaran zat Etilen Glikol (EG) dan Deitilen Glikol (DG) pada obat jenis sirup. Di mana bahan baku obat tersebut semuanya masih impor.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terjadi di 3 Negara

Sampai sejauh ini, berdasar data Kemenkes, kasus gagal ginjal akut 2022 ini hanya terjadi di tiga negara, yaitu Indonesia (118 kematian) Gambia (50 ) dan Nigeria (28 kematian).

"Oleh sebab itu perlu diadakan pelacakan mulai dari asal muasal bahan baku, masuknya ke Indonesia hingga proses produksi obat-obat yang mengandung kedua zat berbahaya tersebut," ungkap Muhadjir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.