Sukses

Anies Dinilai Masih Bikin Kebijakan Strategis, PDIP Desak Jokowi Umumkan Pj Gubernur Lebih Awal

Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta mendesak Presiden Jokowi mengumumkan Pj Gubernur pengganti Anies Baswedan lebih awal. Hal ini berdasarkan pertimbangan kondisi Jakarta terkini.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengumumkan nama Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta pengganti Anies Baswedan lebih awal.

Pasalnya, menurut Gilbert, tak ada aturan undang-undang mengenai kapan waktu pengumuman nama Pj Gubernur. Bahkan, kata Gilbert pengumuman pernah dilakukan selang beberapa hari sebelum pelantikan.

"Mengamati hal ini, untuk kondisi Jakarta saat ini, dirasa perlu pengumuman nama disebutkan lebih awal," kata Gilbert dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (29/9/2022).

Pertimbangannya, kata Gilbert, adalah kondisi terkini pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Gilbert menyampaikan, terlalu banyak kebijakan strategis yang masoh diambil Anies Baswedan jelang akhir masa jabatannya sebagai Gubernur Jakarta.

"Pertimbangan yang dipikirkan adalah kondisi Pemerintahan terkini di Jakarta dengan banyaknya keputusan strategis yang diambil di saat-saat akhir jabatan gubernur," tutur dia.

Tak hanya itu, politikus PDIP ini juga berujar, pengumuman Pj Gubernur lebih awal dapat memudahkan penyesuaian tanpa perlu menunggu lebih lama usai dilantik pada 16 Oktober 2022 mendatang.

"Suasana pemerintahan akan lebih jelas bila sudah jelas nama Penjabat Gubernur, juga kinerja akan lebih optimal bila waktu penyesuaian dipersingkat," ujar Gilbert Simanjuntak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ketua DPRD DKI Larang Anies Buat Kebijakan Strategis

Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyatakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dilarang membuat kebijakan strategis jelang satu bulan terakhir masa jabatan sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta.

Prasetio menjelaskan sebulan terakhir yang dimaksud terhitung setelah rapat paripurna pengumuman pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta hingga 16 Oktober 2022. Diketahui, rapat paripurna itu digelar Selasa, 13 September 2022 besok. 

"(Rapat paripurna) besok tuh, salah satu yang kita putuskan bahwasanya tidak boleh ada lagi kebijakan yang strategis yang diambil oleh Anies," kata Prasetio kepada wartawan, Senin (12/9/2022).

Sementara itu, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta, Yayan Yuhana menyatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tetap dapat menentukan kebijakan jelang berakhirnya masa jabatan pada 16 Oktober 2022.

Kendati DPRD DKI Jakarta telah mengumumkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 di rapat paripurna.  

3 dari 3 halaman

Pemprov DKI Tegaskan Tak Ada Kewenangan Anies yang Berkurang

Yayan menegaskan hingga 16 Oktober 2022 Anies masih dapat ambil kebijakan dan hal tersebut tak menyalahi aturan.

“Gubernur memiliki tugas dan tanggung jawab, termasuk dalam mengambil kebijakan menurut aturan berlaku,” kata Yayan dalam keterangannya, Selasa (13/9/2022).

Menurut Yayan, jika larangan tersebut didasarkan pada Pasal 71 ayat (2) dan (3) UU No.10/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, maka Undang-undang tersebut tak lantas membuat Anies melanggar aturan.

“Karena ketentuan dalam pasal tersebut dikhususkan untuk kepala daerah yang akan mengikuti seleksi pemilu, sedangkan tahun 2022 tidak ada pemilu,” ungkap Yayan.

Yayan mengatakan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2014, tidak terdapat pengaturan mengenai tugas dan wewenang Gubernur selama (1) satu bulan masa jabatan berakhir. Dengan demikian dapat disimpulkan tugas dan wewenang Gubernur tetap mengacu kepada Pasal 65 UU No.23/2014.

"Karena itu ketentuan ini atau ketentuan lainnya yang ada pada rezim pengaturan pemilihan Gubernur, tidak dapat dijadikan dasar atau diberlakukan kepada Gubernur dalam jabatan normal dan tidak sedang mengikuti pelaksanaan pilkada (peserta pilkada),” jelas Yayan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.