Sukses

KPK Ingatkan Adanya Ancaman Pidana Bagi yang Halangi Pemeriksaan Eks Kasau Agus Supriyatna

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan adanya ancaman pidana bagi pihak yang menghalangi pemeriksaan tim penyidik KPK terhadap mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Agus Supriatna.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan adanya ancaman pidana bagi pihak yang menghalangi pemeriksaan tim penyidik KPK terhadap mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Agus Supriatna.

"Iya tentu, siapa pun dilarang undang-undang sengaja menghalangi upaya penyidikan oleh penegak hukum," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (13/9/2022).

Ali mengatakan, siapa pun bisa dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor jika mencoba menghalangi proses penyidikan dalam kasus ini. Menurut Ali, semua pihak wajib memberikan keterangan yang dibutuhkan penegak hukum.

"Terlebih dalam perkara dugaan korupsi yang telah jelas diatur ada ketentuan pasal tersendiri yaitu Pasal 21 Undang-Undang Tipikor," kata Ali.

Agus sendiri mangkir alias tak memenuhi panggilan KPK pada Kamis, 8 September 2022. Agus memprotes pemanggilan itu melalui kuasa hukumnya. Menurut dia, KPK tidak berhak memeriksa anggota TNI berdasarkan aturan.

KPK menjadwalkan memeriksa kembali mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Agus Supriatna. Agus bakal dimintai keterangan seputar kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland atau Heli AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017.

Agus diminta menghadap ke penyidik lembaga antirasuah pada Kamis, 15 September 2022 mendatang.

"Informasi yang kami terima, tim penyidik sudah berkirim surat panggilan kedua kepada saksi Agus Supriatna, Purnawirawan TNI untuk hadir pada hari Kamis (15/9) di Gedung Merah Putih KPK," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (13/9/2022).

Ali berharap Agus kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Ali menyebut, panggilan pemeriksaan bisa dijadikan momen bagi Agus memberikan penjelasan kepada KPK.

"Kami meyakini, saksi dimaksud selaku warga negara yang baik akan taat memenuhi panggilan sebagai saksi oleh penegak hukum. Silakan hadir dan jelaskan di hadapan tim penyidik KPK jika memang merasa panggilan tidak sesuai dengan ketentuan UU," kata Ali.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Diminta Kooperatif

Sebelumnya, KPK mengimbau agar dua saksi yang dipanggil pihaknya dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland atau Heli AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017 agar kooperatif memenuhi panggilan.

Adapun dua saksi yang dimaksud adalah mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna dan purnawirawan TNI Supriyanto Basuki.

"Informasi yang kami peroleh, keduanya tidak hadir. Kami akan jadwal ulang dan mengimbau agar para saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (9/9/2022).

Ali mengatakan, lembaga antirasuah tersebut menjadwalkan pemeriksaan terhadap keduanya di Gedung KPK Jakarta pada Kamis, 8 September 2022.

Adapun yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG).

"Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para tersangka," ucap Ali.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Irfan Kurnia Saleh (IKS) atau yang memiliki nama lain Jhon Irfan Kenway (JIK).

Diketahui Irfan merupakan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) yang sudah berstatus tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland (Heli AW-101) untuk TNI AU tahun 2016-2017.

"Berdasarkan hasil saksi dan bukti yang kita kumpulkan maka hari ini perkara dengan tersangka IKS atau JIK, tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap berupa penahanan 20 hari terhitung 24 Mei sampai 12 Juni 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Dia menjelaskan, penahanan dilakukan usai bukti-bukti sudah cukup dikumpulkan. Selain itu, penyidik juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap 30 orang saksi.

"Akibat perbuatannya, tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp224 miliar dari niai kontrak Rp738,9 miliar," tegas Firli.

Dia memastikan, tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

3 dari 3 halaman

Dugaan Korupsi Pengadaan Helikopter

Diketahui, KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, KPK sebelumnya sudah menetapkan Irfan Kurnia Saleh (IKS) sebagai tersangka.

Terkait konstruksi perkara, KPK mengatakan PT DJM diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar.

Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT DJM menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar. Alhasil, terjadi kerugian negara yang diakibatkan oleh selisih dari angka tersebut.

Dalam kasus ini Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinisial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.

Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI juga menyita sejumlah uang sebesar Rp7,3 miliar dari WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.

Namun belakangan TNI menghentikan penyidikan terhadap mereka. TNI beralasan tak memiliki bukti yang cukup untuk melanjutkan penyidikan kasus tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.