Sukses

HEADLINE: Dugaan Pengusaha Timbun dan Hambat Distribusi Minyak Goreng, Penindakannya?

Kelangkaan minyak goreng mulai dirasakan di sejumlah daerah menyusul kebijakan HET untuk migor kemasan dan curah. Kondisi ini juga diperburuk dengan adanya dugaan penimbunan oleh beberapa pelaku usaha.

Liputan6.com, Jakarta - Seratusan warga yang didominasi kaum perempuan berlarian berebut minyak goreng di sebuah toko swalayan di Jember, Jawa Timur. Rekaman video aksi warga berebut minyak goreng itu viral di media sosial.

Dalam video yang beredar, warga langsung merangsek masuk menyerbu etalase minyak goreng begitu toko swalayan dibuka. Meski jumlah pembeliannya dibatasi, warga tetap rela saling dorong dan saling sikut hanya agar bisa mengamankan minyak goreng murah yang kini sedang langka.

Fenomena semacam ini nyaris terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Di Kebumen, Jawa Tengah, sebuah toko swalayan juga diserbu warga. Dalam sebuah video yang beredar, terlihat puluhan orang yang didominasi emak-emak berdesak-desakan masuk ke toko swalayan untuk mendapat minyak goreng.

Di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, emak-emak juga rela menerobos hujan agar bisa mendapatkan 2 liter minyak goreng pada operasi pasar yang digelar di GOR Rangga Jaya Anoraga. Mereka juga rela mengantre hingga setengah jam agar bisa membawa pulang minyak goreng yang stoknya langka. 

Kondisi di atas memperlihatkan bahwa stok minyak goreng di sejumlah daerah memang sedang langka. Kalau pun ada di pasaran, harganya masih tinggi. Padahal pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14 ribu per liter untuk minyak goreng kemasan premium, Rp 13.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, dan Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah.

Namun memang kelangkaan di sejumlah daerah ini mulai dirasakan menyusul kebijakan HET minyak goreng baik untuk kemasan maupun curah. Kelangkaan juga terjadi ketika muncul kabar adanya penimbunan minyak goreng oleh beberapa pelaku usaha.

Hal ini membuat Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri harus turun ke lapangan. Satgas Pangan melihat ada yang tidak beres dengan proses pendistribusian sehingga membuat minyak goreng langka di pasaran. Hasilnya, Satgas Pangan menemukan dugaan penyelewengan di sejumlah daerah.

Di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, tim Satgas Pangan bersama otoritas setempat menemukan sekitar 1,1 juta kilogram minyak goreng kemasan menumpuk di sebuah gudang salah satu produsen. 

Sementara di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Satgas Pangan dan otoritas setempat juga menemukan ribuan kardus minyak goreng yang menumpuk di gudang salah satu distributor. Saat ini, kepolisian tengah menyelidiki dugaan adanya penimbunan minyak goreng di dua daerah tersebut.

Di Makassar, Sulawesi Selatan, Satgas Pangan menemukan dugaan penyelewengan pendistribusian 61,18 ton minyak goreng curah. Minyak goreng curah yang sedianya untuk kebutuhan rumah tangga ini, oleh pelaku dialihkan ke industri dengan harga yang lebih mahal.

Sementara di Kudus, Jawa Tengah, Satgas Pangan Polri menemukan kasus pemalsuan minyak goreng yang sudah diedarkan ke masyarakat. Tindakan curang di tengah situasi sulit akibat langkanya stok minyak goreng ini sedang ditangani aparat Kepolisian setempat.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Satgas Pangan bersama Bareskrim Polri masih mendalami dugaan terjadinya penimbunan minyak goreng di sejumlah daerah. Belum ada perkembangan signifikan dalam penyelidikan ini.

Di samping itu, Satgas Pangan Polri bersama pemerintah daerah setempat juga mendorong dan mengawasi agar minyak goreng yang menumpuk di gudang tersebut didistribusikan ke masyarakat, sehingga tidak terjadi kelangkaan. 

"Intinya Satgas Pangan itu bekerja untuk mengecek produsen, distributor yang tujuannya adalah melancarkan distribusi minyak goreng di beberapa daerah," kata Ramadhan saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (22/2/2022).

Kepala Satgas Pangan Polri, Irjen Helmy Santika mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan di empat daerah terkait dengan kelangkaan minyak goreng ini, antara lain tiga titik di Sumatera Utara, satu titik di NTT, satu di Jawa Tengah, dan terakhir di Sulawesi Selatan.

Helmy menyatakan, kasus dugaan penimbunan di Sumatera Utara dan NTT masih dalam tahap penyelidikan dengan mengumpulkan alat bukti, termasuk memeriksa saksi-saksi dan ahli. Di samping penegakan hukum, Polri juga terus berupaya memastikan distribusi minyak goreng berjalan baik.

"Saya sampaikan bahwa langkah Satgas Pangan setelah menemukan stok tadi, yang dilakukan kita menyisihkan sebagaian untuk kepentingan proses penyelidikan, dan sisanya kita bersama stakeholder wilayah kita dorong, kita jual didistribusikan ke masyarakat," kata Helmy dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (21/2/2022).

Jenderal bintang dua itu menyatakan, bahwa Polri tidak ingin upaya penegakan hukum yang dilakukan justru menghalangi proses distribusi sehingga menyebabkan kelangkaan minyak goreng. Namun dia menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat, mulai dari regulator, operator, hingga perusahaan akan dipanggil untuk dimintai keterangan.

"Karena penyidik harus menyimpulkan apakah ini peristiwa penimbunan atau bukan. Masyarakat awam tahunya nimbun, tapi penyidik enggak bisa paparkan itu. Maka dugaan penimbunan, karena ada aturan syarat bisa dikatakan menimbun sesuai UU Perdagangan dan Perpres Nomor 71 Tahun 2015," kata Helmy.

Begitu juga soal dugaan adanya permainan kartel dalam kasus kelangkaan minyak goreng ini. Polisi belum bisa mengambil kesimpulan sejauh itu. Saat ini, Satgas Pangan masih melakukan pendalaman sesuai fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dengan aturan yang berlaku. 

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Whisnu Hermawan mengungkapkan, pengawasan yang dilakukan pihaknya di sejumlah lokasi menunjukkan bahwa ada masalah pada proses pendistribusian minyak goreng, sehingga menyebabkan kelangkaan.

Dalam waktu dekat ini, Polri akan memanggil seluruh produsen minyak goreng untuk mencari titik terang penyebab kelangkaan ini. Polisi ingin mempelajari data penditribusian minyak goreng apakah sesuai dengan regulasi.

"Kami panggil produsen minyak goreng se-Indonesia, kita minta data dan kita lihat distribusinya, kemana saja, jangan sampai terjadi kelangkaan," ujar Whisnu.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri ini menyatakan, pihaknya mengusut kasus dugaan penimbunan ini dengan menggunakan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

"Kalau dilihat dari stok, kalau biasanya sebulan didistribusikan 2 ribu ton dan disimpan di gudang 6 ribu ton, itu penimbunan. Kalau stoknya biasanya distribusi sebulan 2 ribu ton dan di gudang ada 1 ribu ton, belum termasuk penimbunan menurut Perpres. Namun demikian, kami tetap mendalami dugaan tindak pidana yang terjadi di wilayah Sumut," kata Whisnu.

Begitu juga dengan dugaan pelanggaran yang terjadi di Sulawesi Selatan, NTT, dan Jawa Tengah. "Jadi saya sampaikan untuk teman-teman pengusaha di daerah, jangan menghambat distribusi, karena dari pusat dan daerah akan selalu mengawasi pendistribusian," ucap dia.

Dalam beberapa kesempatan, Polri telah memperingatkan pelaku usaha agar tidak menimbun bahan pokok, terutama saat terjadi kelangkaan. Polri tegas akan menindak penimbun sembako karena merupakan tindak pidana yang dapat merugikan orang banyak.

Pelaku penimbunan minyak goreng dapat diancam pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar. Penimbun akan dijerat dengan Pasal 107 jo Pasal 29 ayat 1 UU 7/2014 dan Pasal 11 ayat 2 Perpres 71/2015.

Kepolisian juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah terbujuk dengan penawaran minyak goreng murah di tengah kondisi kelangkaan. Sebab, situasi sulit seperti saat ini kerap dimanfaatkan oleh segelintir orang tak bertanggung jawab meraup keuntungan lewat cara menipu.

Polri mengingatkan bahwa pemerintah telah menetapkan HET untuk tiga jenis minyak goreng. "Jadi jangan terpancing harga murah melalui media online, uang dikirim dan barang tidak ada. Kami mohon waktu untuk selalu melakukan pengawasan, pengawalan, dan ditindak jika ada pelanggaran tersebut," kata Whisnu menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penimbun Perlu Dijerat dengan UU Korupsi

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana meminta penegak hukum berani menindak tegas para penimbun sembako, seperti minyak goreng yang saat ini langka di sejumlah daerah. 

Menurut dia, bila perlu, para penimbun minyak goreng itu dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Kalau penimbunan kan berpotensi menimbulkan kerugian perekonomian negara ya. Jadi seandainya penegak hukumnya berani, bisa dijarat pasal korupsi itu," kata Gandjar saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (22/2/2022).

Secara hukum, kata dia, banyak sekali alternatif pidana yang dapat diterapkan terhadap penimbun sembako. Namun untuk memberi efek jera sekaligus agar kasus serupa tidak berulang-ulang, bisa saja digunakan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.

"Terutama Pasal 2 ya. Karena itu kan barang kebutuhan masyarakat, menimbulkan kerugian perekonomian. Waluapun dalam konteks itu pasti ada perdebatan mengenai kerugian keuangan negara. Tapi kan gini, di situ kan alternatif ya, menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara. Dalam konteks ini ya kerugian perekonomian negara lah," jelas dia.

Memang penerapan UU Perdagangan dalam kasus ini lebih spesifik ketimbang menggunakan UU Tipikor yang cakupannya lebih luas. Namun penggunaan UU Tipikor perlu dipertimbangkan karena penimbunan sembako merupakan perbuatan yang sangat berdampak luas bagi masyarakat.  

Gandjar percaya pemerintah telah mengatur sedemikian rupa untuk menjamin ketersediaan minyak goreng di Indonesia, mulai dari soal jumlah produksi, kebutuhan di dalam negeri, hingga berapa jumlah yang boleh diekspor ke luar negeri.

Selain itu, dia juga menyoroti kecenderungan masyarakat yang kerap mencari keuntungan dengan memanfaatkan situasi sulit. Bukan hanya pelaku usaha, masyarakat biasa juga sering kali mengumpulkan bahan pokok yang mulai langka melebihi kebutuhannya untuk kemudian sisanya dijual lagi dengan harga lebih tinggi. 

"Jadi yang bukan pedagang juga dagang. Masyarakat kita itu rentan. Di sisi lain pemerintahnya enggak mampu mengendalikan, memastikan antara kebutuhan dan produksi itu mencukupi. Ngawasinnya enggak bisa. Mungkin permintaan untuk dikirim ke luar negeri ekespor lebih tinggi nilainya daripada di dalam negeri," ucap Gandjar.

Dalam kasus kelangkaan minyak goreng, potensi pelanggaran tidak hanya berupa penimbunan yang langsung berdampak pada pendistribusian. Ada banyak potensi pelanggaran lain. Saat ini yang sudah terjadi yakni kasus penipuan jual beli secara online dan pemalsuan atau pengoplosan minyak goreng. 

Gandjar kemudian menyoroti kinerja aparat penegak hukum di Indonesia yang dianggap terlalu sibuk menangani semua urusan. Sehingga persoalan yang seharusnya mendapatkan perhatian serius justru tidak tertangani maksimal.

"BIN (Badan Intelijen Negara) sama kepolisan sibuk (urus) vaksinasi. Giliran dia harus memastikan, gini ya tentu berkoordinasi dengan Kemendag ya. Kan sebetulnya itu semua bisa dipantau. Misal produk-produk penting kayak sembako itu di tiap daerah kebutuhannya berapa banyak. Terus dipastikan selama ini suplainya dari mana," tutur dia.

"Misal minyak goreng di Jakarta, masyarakatnya itu konsumsi berapa banyak sih, oh ternyata 10 juta liter per bulan. Nah selama ini dari mana, oh dari sini, sini, sini. Maka Kemendag, Kemenprin memastikan, memantau proses produksinya aman, bahan bakunya tersedia. Ini kan enggak, malah swasta dilepas aja. Itu yang menurut saya meski tidak mudah, tapi harus dipastikan," sambungnya.

Karena itu, saat ini yang paling penting adalah ketegasan aparat pemerintah dan penegak hukum dalam menindak para pelanggar yang membuat minyak goreng langka. 

"Kata kuncinya ditindak ya. Dengan ditindak, orang akan menilai bahwa perbuatan itu melawan hukum dan orangnya bersalah. Kalau enggak ditindak ya orang melihat, oh enggak ada masalah hukum di situ ya kan. Dan orang jadinya coba-coba," ucap Gandjar.

Terakhir, dia mengimbau agar pola konsumsi masyarakat terhadap minyak goreng maupun kebutuhan pokok lainnya tetap wajar, meski di tengah situasi kelangkaan. Sebab, konsumsi yang berlebihan seperti punic buying tidak menyelesaikan persoalan, justru membuat kelangkaan semakin panjang.

"Walu pun mau nyetok jangan berlebihan. Artinya tetap seperti biasa. Karena bukan apa-apa, dengan adanya kelangkaan ini belum tentu juga produsennya berinisatif meningkatkan produksi. Jadi kalau konsumi masyarakat meningkat ya kelangkaan ini akan terus terjadi karena produksinya belum tentu ditingkatkan," katanya mengakhiri.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan turut menyayangkan terjadinya penimbunan minyak goreng di tengah tingginya harga kebutuhan pokok tersebut. 

"Memang pasokan minyak goreng saat ini masih kurang sekali, karena masyarakat kita saat ini sudah sangat tergantung dengan minyak goreng," kata Mamit Setiawan kepada Liputan6.com, Jumat (18/2/2022). 

Dengan adanya situasi kelangkaan itu, Mamit mengharapkan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan aparatur-aparatur terkait untuk terus memerhatikan distribusi minyak goreng di pasaran.

"Jangan sampai nanti saat dari pabrik sudah didistribusikan, ternyata tidak sampai ke toko dan supermarket, dan kelangkaan terjadi lagi," ujarnya. 

Selain itu, dalam upaya meredam kelangkaan minyak goreng, Mamit juga meminta para pengusaha membantu Pemerintah dengan memprioritaskan produksi minyak goreng untuk pasar dalam negeri.

"Karena adanya kelangkaan saya berharap para pengusaha ataupun perusahaan yang memproduksi (minyak goreng) herus benar-benar membantu pemerintah mengurangi kekurangan pasokan. Jangan sampai mereka terlalu berkonsentrasi ke ekspor, di mana harga CPO (Crude Palm Oil) yang masih sangat tinggi sekali saat ini," imbuh Mamit.

Pemerintah kini juga sedang berusaha memastikan keamanan stok minyak goreng menjelang bulan suci Ramadan yang akan jatuh pada April 2022 mendatang.

Maka dari itu, Mamit menyarankan, Pemerintah baiknya terus menggelar operasi pasar guna menjaga kestabilan harga dan distribusi minyak goreng.

"Pemerintah baiknya terus melakukan pengoperasian pasar menjelang bulan Ramadan dan Idul Fitri. Karena selama harga CPO masih tinggi, bisa berdampak pada harga minyak goreng, maka (operasi pasar) ini menjadi penting untuk masyarakat," katanya menandaskan. 

3 dari 4 halaman

3 Temuan Ombudsman terkait Kelangkaan Minyak Goreng

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan tiga permasalahan besar terkait penyimpangan yang terjadi pada komoditas minyak goreng. Hal tersebut membuat ketersediaan serta harga minyak goreng menjadi langka dan mahal di beberapa daerah.

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, memaparkan masalah pertama yaitu terbukti masih terjadi pembatasan stok minyak goreng dari hulu ke hilir.

"Masih terjadi pembatasan stok, artinya distributor membatasi ke agen, agen batasi ke ritel," kata Yeka dalam Konferensi Pers “Minyak Goreng Masih Langka”, Selasa (22/2/2022).

Tak hanya itu, Ombudsman juga menduga distributor minyak goreng lebih memilih memberikan produksinya ke pihak industri yang bisa membayar lebih mahal, dibandingkan menjual ke masyarakat dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditentukan Pemerintah.

"Bisa saja perusahaan minyak goreng ini utamakan konsumen industri yang berikan harga lebih tinggi. Akhirnya yang jadi masalah adalah balik lagi semua ke masyarakat yang tidak bisa mendapatkan stok minyak goreng," ungkapnya.

Penyimpangan tersebut diketahui terjadi di beberapa provinsi, di antaranya Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jambi, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Temuan kedua yaitu, Ombudsman melihat ada penyimpangan yang dilakukan banyak pedagang pasar yang membeli minyak goreng bukan dari distributor atau agen, melainkan dari toko ritel.

Yeka membeberkan, lantaran stok dari toko ritel selalu tersedia dengan harga HET Rp 14.000. Namun, setelah pedagang mendapatkan stok minyak goreng, mereka menjualnya lagi ke pasar tradisional dengan harga melebihi HET.

"Banyak pedagang di pasar, ternyata langsung membeli dari ritel modern. Kemudian dijual lagi oleh dia di pasar dengan harga tinggi," kata perwakilan Ombudsman Jawa Barat, Fitry Agustine.

Tidak hanya terjadi di Jawa Barat saja, tapi juga di DKI Jakarta, Bangka Belitung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Selatan.

Temuan ketiga, yakni terjadi syarat pembelian atau istilahnya bundling minyak goreng. Jika masyarakat ingin membeli minyak goreng di toko yang bersangkutan, diminta sekalian membeli barang lain dari toko tersebut.

“Terus ada beberapa titik point terjadinya praktik bundling harga dan yang terakhir adalah pembatasan pasokan masih banyak terjadi berdampak pada ketersediaan pasokan di ritel terbatas,” ujarnya.

Itulah hasil pemantauan terkait minyak goreng yang dilakukan Ombudsman, ke depan pihaknya akan melihat apakah pembatasan ini indikasi dari adanya penimbunan.

Penyimpangan bundling ini terjadi di provinsi DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Maluku Utara.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan memberi peringatan keras kepada para produsen, distributor, dan produsen pengemas minyak goreng untuk segera mengeluarkan stok yang dimiliki.

Pihaknya akan melakukan pengawasan bersama Dinas Perdagangan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

“Jika kami temukan pelaku usaha yang masih belum mengeluarkan stok migor (minyak goreng), kami akan jemput dan distribusikan migor yang mereka miliki dengan kendaraan milik pemerintah,” tegas Oke dalam keterangannya, Selasa (22/2/2022).

Dia mengatakan, jika biaya distribusi tersebut akan dibebankan kepada pelaku usaha yang menahan stok minyak goreng. "Ini sebagai bentuk komitmen pemerintah menyediakan minyak goreng kepada masyarakat dengan harga sesuai HET," tegas dia.

Kementerian Perdagangan bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur kembali menggelar operasi pasar minyak goreng (migor) curah di Jawa Timur.

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan stok barang kebutuhan pokok, khususnya minyak goreng untuk masyarakat Kota Surabaya dan sekitarnya.

Kali ini, operasi pasar minyak goreng dilaksanakan di Pasar Larangan, Kabupaten Sidoarjo dan Pasar Wonokromo, Kota Surabaya dengan total yang disalurkan sebanyak 10 ton pada hari ini, Selasa (22/2).

“Operasi pasar merupakan upaya menyediakan pasokan migor curah murah bagi pedagang pasar sehingga mereka dapat menjual kembali ke masyarakat sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Kegiatan ini akan dilakukan secara kontinu untuk menjaga pasokan migor agar selalu tersedia bagi masyarakat di kota Surabaya dan sekitarnya,” ujar Oke.

4 dari 4 halaman

Infografis Ragam Tanggapan Dugaan Penimbunan dan Hambatan Distribusi Minyak Goreng

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.