Sukses

Bicara RUU TPKS, Komika Sakdiyah Ma’ruf Curhat ke Puan Takut Tiap Naik Angkot

Menurut Sakdiyah, kesulitan ini tak hanya dialami olehnya saja, tetapi nyaris seluruh perempuan yang juga berkecimpung di dunia seni.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani menerima audiensi dari Aktivis Perempuan dari berbagai elemen dan latar belakang terkait Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Salah satu perwakilan masyarakat yang menyampaikan aspirasinya di hadapan Puan, yaitu komika Sakdiyah Ma'ruf. Dia menceritakan kesulitannya menjadi seorang pegiat seni di tengah stigmatisasi masyarakat terhadap perempuan.

Hal ini disampaikan Sakdiyah dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/1/2022).

"Seorang perempuan untuk tampil di panggung saja itu halangannya sedemikian besar. Stigmatisasi itu luar biasa, Bu. Bukan hanya tubuh, suara juga dianggap aurat," kata perempuan berhijab ini.

Menurut Sakdiyah, kesulitan ini tak hanya dialami olehnya saja, tetapi nyaris seluruh perempuan yang juga berkecimpung di dunia seni. Padahal, seni dan budaya di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Namun, menurut dia, stigmatisasi yang kerap dialami justru menghambat banyak perempuan untuk berkarya.

Tak hanya itu, Sakdiyah juga menyampaikan kepada Puan bahwa perempuan apa pun latar belakang dan profesinya tidak pernah bisa lepas dari bayang-bayang kekerasan. Khususnya kekerasan seksual.

"Setiap hari yang namanya naik kendaraan umum ya, itu mikir lho, Bu. Ini gimana caranya kira-kira kalau terjadi sesuatu? Kalau saya lompat dari motor itu selamat enggak? Gitu lho. Ini pengalaman yang kita hadapi sehari-hari," kata Sakdiyah.

Oleh karenanya, dia berharap Puan selaku Ketua DPR RI mau untuk segera menyelesaikan dan mengesahkan RUU TPKS.

Dengan adanya RUU TPKS yang tak hanya sekadar menjatuhi pidana tetapi juga berisi tentang pencegahan, perlindungan, hingga pemulihan hak-hak bagi korban kekerasan seksual, maka diharapkan ke depannya dapat tercipta lebih banyak ruang aman bagi perempuan.

"Safe space (ruang aman) bagi perempuan untuk berkarya, bersuara menyampaikan aspirasi, menyampaikan kreativitas. Itulah mengapa kami semua ini menilai urgensi RUU TPKS ini untuk segera disahkan," katanya.

"Bagi saya, kalau ada satu PR generasi kita yang harus diselesaikan adalah penghapusan kekerasan seksual. Jangan sampai ini kita wariskan ke generasi berikutnya," ujar Sakdiyah sambil menahan isak tangis.

Sementara sutradara TV commercial dan music video, yang juga pegiat media sosial Renny Fernandez menyampaikan bahwa saat ini makin banyak kelompok masyarakat yang meraskan kegelesahan atas kian maraknya kasus-kasus kekerasan seksual.

Kegelisahan itu, kata Renny, kemudian disampaikan oleh banyak anak-anak muda melalui akun-akun media sosial. Kebanyakan mereka mempertanyakan, apa alasan RUU TPKS tak kunjung disahkan.

"Fenomena dan kegelisahan pengesahan RUU TPKS ini bukan hanya di kalangan perempuan-perempuan yang hadir di sini, tapi juga ada di kalangan pegiat-pegiat sosial media khususnya influencer sudah mulai bersuara dan juga anak muda mulai gelisah dengan belum disahkannya RUU TPKS," kata Renny.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dukungan untuk Puan

Renny lantas mempertanyakan kepada Puan, siapa pihak yang hendak menjegal pengesahan RUU TPKS yang dinilai banyak kalangan sangat penting untuk segera disahkan.

Meski begitu, dia menyampaikan dukungannya kepada Puan untuk terus bekerja keras mengesahkan RUU TPKS. Dia juga meminta Puan tak perlu merasa khawatir, sebab banyak orang yang siap membantu memuluskan jalan pengesahan perundang-undangan tersebut.

"Mbak Puan sebagai perwakilan perempuan yang ada di parlemen dan juga sebagai Ketua DPR, saya di sini untuk mendukung Mbak Puan," kata Renny.

"Ratusan orang menandatangani supaya RUU TPKS ini segera disahkan. Siapa yang tidak mau ini disahkan, berhadapan dengan kita hari ini. Semangat, Mbak Puan," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Manager Campaign Change.org Dhenok Pratiwi menyampaikan kepada Puan bahwa pihaknya membuat petisi mengenai gerakan melawan kekerasan seksual. Hingga saat ini sudah ada 1,3 juta suara yang konsisten terhadap gerakan tersebut.

Dhenok juga mengungkapkan, di platformnya juga terdapat petisi untuk mendukung pengesahan RUU TPKS. Petisi ini, menurutnya salah satu yanng terbesar yang ada di platformnya.

"Kami berharap agar dengan disahkannya RUU TPKS ini gerakan lawan kekerasan seksual ini bisa mengepakan sayapnya lebih tinggi lagi," kata Dhenok.

Menanggapi aspirasi dan dukungan tersebut, Puan mengaku bangga bahwa banyak perempuan yang saling mendukung dan mempedulikan nasib sesamanya.

"Saya bangga bahwa kita itu perempuan ternyata betul sangat peduli dengan nasib sesama perempuan," kata Puan.

Oleh karenanya, dia sekali lagi menegaskan komitmen DPR RI untuk segera mengesahkan RUU TPKS. Sebagai langkah awal, RUU TPKS akan diagendakan untuk disahkan sebagai RUU usulan inisiatif DPR RI dalam Rapat Paripurna pada 18 Januari 2022, pekan depan.

Puan menegaskan, maraknya kasus-kasus kekerasan seksual sudah cukup menjadi gambaran bagi Parlemen untuk bekerja cepat menyelesaikan RUU TPKS.

"Ini (pembahasan RUU TPKS) maju mundur, sampai akhirnya kejadian-kejadian di akhir-akhir ini membuka mata kita semua bahwa sudah harus ada satu payung hukum yang kemudian bisa menjaga, mengayomi, serta membuat rasa aman bagi kita. Artinya negara hadir," tegas Puan.

"Insya Allah tanggal 18 Januari, hari Selasa depan, kami DPR, dalam rapur akan datang akan segara mensahkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR RI," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.