Sukses

Meme Jokowi BEM UI Berujung Pengunduran Diri Ari Kuncoro

Ari Kuncoro akhirnya menanggalkan salah satu jabatannya. Ia lebih memilih menjadi Rektor UI ketimbang duduk di Kementerian BUMN. Pengundurannya pun tak lepas dari aksi BEM UI.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar pengunduran diri Ari Kuncoro terdengar setelah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau disebut BRI mengumumkan pengundurannya dari Wakil Komisaris Utama dan Komisaris Independen. BRI menyebutkan Kementerian BUMN menerima surat pengunduran diri Ari Kuncoro pada 21 Juli 2021.

Hengkangnya Ari Kuncoro dari Kementerian BUMN tak lepas dari awal aksi BEM UI yang mengunggah meme Presiden Jokowi. Dalam akun instagramnya, BEM UI mengupload meme Jokowi yang mengenakan jas biru yang dilengkapi dasi merah. Di atas kepala Jokowi, ada sejenis mahkota layaknya seorang raja.

Di bagian bawah, tertulis Jokowi: The King of Lip service. Selain itu juga tertera narasi yang berisi kritikan terhadap Jokowi.

Unggahan ini pun menuai respons dari pihak rektorat UI. Melalui surat yang diteken Direktur Kemahasiswaan UI, Tito Latif Indra pada 27 Juni 2021, Rektorat Universitas Indonesia (UI) memanggil BEM UI.

Dalam keterangannya, BEM UI Leon Alvinda Putra menyampaikan, pihak rektorat menanyakan apakah posting-an itu bisa ditakedown. Namun permintaan ini ditolak dan ditegaskan tidak bisa.

"Kemudian pihak rektorat menyampaikan bahwa akan membahas hasil klarifikasi dari kami kepada tingkat universitas," kata Leon kepada Liputan6.com, Senin (28/6/2021).

Seiring maraknya kabar pemanggilan BEM UI oleh rektorat, beredar beleid statuta UI yang menyebutkan larangan rangkap jabatan bagi rektor. Statuta UI ini menyentil Ari Kuncoro yang selain menjabat Rektor UI, juga menduduki kursi Wakil Komisaris Utama dan Komisaris Independen BUMN.

Status rangkap jabatan Ari Kuncoro pun ramai diperbincangkan publik. Sejumlah pihak mendesaknya untuk memilih salah satu dari jabatan tersebut.

Belum usai polemik itu mereda, pemerintah lalu mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 menjadi PP Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI).

Dalam PP Nomor 75 Tahun 2021 itu terdapat revisi soal rangkap jabatan bagi rektor, wakil rektor, sekretaris, dan kepala badan.

Jika dalam PP 58 Tahun 2013 soal rangkap jabatan diatur dalam Pasal 35, kini dalam PP 75 Tahun 2021 soal rangkap jabatan diatur dalam Pasal 39.

Dalam PP 58 Tahun 2012 pasal 35 (c) berbunyi rektor dan wakil rektor UI dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.

Sementara, dalam PP 75 Tahun 2021 pasal 39 (c) berbunyi rektor, wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.

Artinya, dalam PP 75 Tahun 2021 Pasal 39 c hanya melarang rektor, wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan untuk menduduki jabatan direksi di sebuah perusahaan. Tak ada pelarangan menjabat sebagai komisaris.

PP 75 Tahun 2021 itu sudah resmi diundangkan. Hal tersebut dibenarkan oleh Kabag Humas Kemenkumham Tubagus Erif Faturahman.

"Iya, berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, memang sudah diundangkan," ujar Tubagus dalam keterangannya, Selasa (20/7/2021).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gelombang Penolakan Kian Kencang

Gelombang suara penolakan kian keras menyikapi perubahan statuta UI ini. Turun tangannya Jokowi terkait ini dinilai sebagai langkah reaktif pemerintah untuk meredam kekecewaan publik yang melihat rektor UI bisa merangkap jabatan.

Juru Bicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mempertanyakan kebijakan Menteri BUMN dan juga Presiden Jokowi yang merevisi Statuta Universitas Indonesia sehingga Rektor UI diperbolehkan rangkap jabatan.

"Mengapa di saat kegelisahan rakyat memuncak terkait situasi Pandemi terkini? Apakah memang perubahan statuta UI ini menjadi prioritas? Apakah memang sengaja memantik kontroversi baru di tengah situasi sulit yang dihadapi rakyat dan negeri ini? Sehingga fokus kita teralih?" tutur dia dalam keterangannya, Rabu (21/7/2021).

Menurutnya, UI seharusnya fokus terhadap posisinya yang mengalami penurunan berdasakan QS World University Rangkings.

"Ini yang seharusnya menjadi fokus rektor dan Kemendikbudristek. Keputusan yang diambil oleh rektor harus terfokus dalam semangat meningkatkan performa akademik, mendukung riset dan inovasi, demi membawa nama baik universitas yang dipimpinnya. Apalagi, kegiatan pembelajaran kurang optimal akibat pandemi ini. Keputusan ataupun jabatan yang tidak relevan sebaiknya dihindari," jelas Herzaky.

Permasalahan ketiga, lanjut dia, masyarakat menangkap sinyal pesan moral yang kurang baik dari kejadian tersebut. Hal itu dapat dilihat reaksi masyarakat di sosial media.

"Rektor perlu menjaga integritas dan menjadi teladan bagi mahasiswa dan akademisi. Menurut kami, kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran dan tidak boleh terulang kembali," kata Herzaky.

Menurut dia, ini jelas menganggu kredibilitas UI sendiri. "kali ini Universitas Indonesia malah seakan dirusak kredibilitasnya oleh aturan ini," kata Herzaky.

Desakan keras agar Ari Kuncoro menanggalkan salah satu jabatannya baru direspons. Ia melayangkan surat pengunduran diri ke Kementerian BUMN. Surat itu diterima Kementerian BUMN pada 21 Juli 2021.

“Kementerian BUMN telah menerima surat pengunduran diri Ari Kuncoro dari jabatannya selaku Wakil Komisaris/Komisaris Independen Perseroan per 21 Juli 2021,” demikian mengutip keterbukaan informasi BEI yang diteken Sekretaris Perusahaan BRI, Aestika Oryza Gunarto, Kamis (22/7/2021).

Perseroan pun akan menindaklanjuti sesuai ketentuan dan prosedur sehubungan hal tersebut.

Ari Kuncoro menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama/Independen BRI sejak 2020 hingga sekarang. Ia diangkat berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2020. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Komisaris Utama BNI pada 2017-2020.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.