Sukses

Data Penduduk Bocor, DPR Minta Pemerintah Bentuk Lembaga Pengawasan

Bobby Adhityo Rizaldi sepakat untuk RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera dirampungkan menyusul bocornya 279 juta data penduduk.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi sepakat untuk RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera dirampungkan menyusul bocornya 279 juta data penduduk.

Menurut dia, pemerintah juga harus segera bentuk lembaga untuk mengawasi hal tersebut.

"RUU PDP memang perlu segera diselesaikan. Dengan catatan, pemerintah segera merumuskan bentuk kelembagaan otoritas pengawas data pribadi," kata Bobby saat dikonfirmasi, Minggu (23/5/2021).

Dia melihat bocornya 279 data penduduk tersebut haruslah menjadi perhatian pemerintah dan tak gagap menanggani kasus yang acap kali berulang-ulang.

"Kejadian ini menunjukkan inilah hal yang perlu segera dirumuskan pemerintah, agar tidak gagap dalam menyikapi kebocoran data pribadi di lembaga publik," jelas Bobby.

Dia pun mengingatkan RUU PDP ini adalah usulan pemerintah. Sehingga jika ingin mempercepat, maka harus segera dibahas bersama DPR.

"Poin soal otoritas independen pengawas ini belum diformulasikan untuk disepakati bersama DPR. Karena hak subyek pemilik data dan kewajiban lembaga pengendali data, akan banyak norma diatur secara teknis dibawah undang-undang ini, salah satunya merujuk ke lembaga pengawas ini," kata Bobby.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Usulan Segera Disahkan

Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Iqbal, yang melihat pentingnya RUU PDP bisa segera rampung karena ada kepentingan masyarakatnya.

"RUU PDP ini sangat urgen mengingat banyaknya masyarakat yang terhubung dengan berbagai layanan online dan aplikasi. Kami mendorong DPR dan Pemerintah agar bisa mengesahkan RUU PDP tahun ini," katanya, Sabtu (22/5/2021).

Kejadian bocornya data 279 juta penduduk tersebut disesalkannya. Karena bisa dimanfaatkan untuk kejahatan digital, termasuk kejahatan perbankan.

"Apalagi data pribadi yang bocor kali ini ini berisi NIK, nomor ponsel, e-mail, alamat, dan gaji, serta sebagian di antaranya memuat foto pribadi. Kebocoran data pribadi juga bisa berpotensi menimbulkan kerugian sistemik serta membahayakan warga dan negara," ungkap politisi PPP ini.

Dia mengatakan, kebocoran data pribadi itu diduga berasal dari data BPJS Kesehatan. Pihaknya meminta Kominfo, Polisi, serta Badan Siber dan Sandi Negara bekerjasama untuk menyelidiki sampai tuntas kasus kebocoran data tersebut.

"Pelakunya pun harus diberi hukuman agar memberikan efek jera," jelas Iqbal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.