Sukses

Komnas HAM Dorong Revisi UU 30 Tahun 1999 tentang HAM

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta Komnas HAM mencari langkah alternatif untuk menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat pasa masa lalu.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan terdapat peraturan perundang-undangan yang masih diperlukan atau UU yang perlu direvisi untuk efektivitas tugas Komnas HAM.

Taufan menyebut Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Dalam UU tersebut jumlah anggota Komnas HAM masih tertulis 35 orang.

"Tapi saat ini jumlah anggota Komnas HAM adalah tujuh orang," kata Taufan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (6/4/2021).

Selain itu, ia menyinggung perlunya revisi UU HAM untuk menegaskan Komnas HAM sebagai lembaga pengawas yang bertugas menegakkan independensi, keadilan, keterbukaan, akuntabilitas, imparsialitas, kesamaan dan kesetaraan, dan nondiskriminasi.

"Kemudian dalam RUU HAM juga perlu memperkuat kewenangan untuk memberi rekomendasi yang menurut kami, selama ini belum mengikat secara hukum. Dan kami tawarkan untuk nanti kalau ada revisi itu, rekomendasinya bisa mengikat secara hukum," ucap dia.

Taufan juga mendorong pemerintah meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT) atau protokol opsional konvensi internasional.

OPCAT, lanjut Taufan, bertujuan untuk memberikan standar tentang upaya pencegahan dan perlakuan yang tidak manusiawi, terutama di tempat di mana kemerdekaan seseorang dicabut dan untuk pencegahan terjadinya penyiksaan.

Sementara itu, masih dalam rapat yang sama, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta Komnas HAM mencari langkah alternatif untuk menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat pasa masa lalu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertanyakan Pendekatan Yudisial

Arsul mempertanyakan alasan Komnas HAM masih menggunakan pendekatan yudisial dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat sebelum 1990.

"Pertanyaan saya, kenapa Komnas HAM tidak juga misalnya menyampaikan usulan baik kepada pemerintah maupun ke DPR, alternatif penyelesaian yang lain, yang non yudisial. Yang penting ada penyelesaian," kata Arsul.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.