Sukses

RJ Lino Sebut KPK dan BPK Tak Fair Saat Hitung Kerugian Negara di Pengadaan Crane

Mantan Dirut PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino (RJ Lino) mengaku kecewa atas penahanan yang dilakukan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Dirut PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino (RJ Lino) mengaku kecewa atas penahanan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi penahanan itu dilakukan setelah lima tahun dia menjadi tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) di PT Pelindo II.

RJ Lino meyakini cara hitung dilakukan KPK bersama BPK untuk proyek tersebut salah dan memang tidak ada kerugian negara yang terjadi.

"Jadi mau saya bilang, waktu BPK periksa saya tahun lalu mereka tidak fair. Sebenarnya tadi Pak Alex harusnya kasus ini dihentikan sejak awal. Jadi kalau BPK itu fair mereka harusnya isi itu, tidak ada kerugian negara," kata RJ Lino di Gedung KPK Jakarta, Jumat (26/3/2021).

Menurut RJ Lino, pengadaan QCC yang dilakukan lewat pelelangan justru harganya lebih tinggi daripada penunjukan langsung. 

"Dua tahun kemudian saya lelang. Lelangnya itu 10 orang, yang masukin penawaran itu dua orang. Barangnya sama persis. Kebetulan pemenangnya sama, harganya itu 500 ribu dolar lebih mahal dari saya nunjuk langsung," jelas RJ Lino.

Terkait data yang KPK peroleh untuk menghitung harga pokok produksi dari seorang ahli ITB, RJ Lino juga berkomentar. Menurut dia, KPK telah salah menunjuk seorang yang dijadikan validasi karena latar bidang yang tidak sesuai.

"Itu ahli ITB yang hitung kerugian negara. Itu ahli sama bidangnya dengan saya, ahli kelautan, gelombang. Bukan mengenai crane. Dia baru pertama kali ngelihat crane waktu di Pontianak. Enggak punya kualifikasi untuk hitung kerugian negara," kritik RJ Lino.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Yakin Paling Murah di Indonesia

Menurut RJ Lino, crane yang dibelinya adalah crane dengan harga paling murah sepanjang sejarah Indonesia. Dia pun membandungkan dengan crane di Pelindo I dengan harga yang beda hampir dua kali lipatnya.

"Crane yang saya beli itu paling murah sepanjang sejara negeri ini berdiri. Pelindo 1 crane yang hanya bisa ngangkat satu harganya 11,2 juta dolar, saya beli 5,5 juta dolar. Jadi itu sama sekali tidak fair," dia menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.