Sukses

Surat panggilan Palsu Jadi Modus Pemerasan

Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Arnold Angkow menegaskan modus yang dipakai empat tersangka dalam kasus dugaan pemerasan seorang pengusaha sebesar Rp 2.5 Milliar dengan membuat surat panggilan palsu kepada korban.

Liputan6.com, Jakarta: Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Arnold Angkow menegaskan modus yang dipakai empat tersangka dalam kasus dugaan pemerasan seorang pengusaha sebesar Rp 2.5 Milliar dengan membuat surat panggilan palsu kepada korban.

"pengusaha (korban) awalnya dapat surat panggilan dari Kejagung, namun surat panggilanya di buat sendiri dari tersangka (2 jaksa aktif dan 1 staf TU). Lalu Pengusaha itu (korban) di panggil untuk menghadap jaksa penyidik," kaya Arnold kepada wartawan di Gedung Bundar, Kejagung, Rabus (10/10) malam.

Arnold, menambahkan dengan berbekal surat panggilan itu para tersangka akan memperkarakan korban terkait pelanggaran pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan korban. "Mereka menduga ada penyimpangan dalam proyek itu yang dilakukan pengusaha(korban), biar urusannya enggak panjang mereka (tersangka) minta damai dan di kasih uang," ucap Arnold.

Penyidik Pidsus saat ini tengah memeriksa para tersangka dan pelapor yakni pengusaha dari PT BIM sebagai korban atas aksi pemerasan komplotan tersebut. Arnold mengaku dirinya telah mengecek surat keluar dari Kejagung ternyata tidak ada surat panggilan itu. Arnold menduga kasus ini adalah bagian dari modus dan terencana.

Arnold menambahkan , tim penyidik juga akan memeriksa pelapor yakni pengusaha dari PT BIM sebagai korban atas aksi pemerasan komplotan tersebut. Atas perbuatan itu keempat tersangka dijerat Pasal 15. Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Seperti diketahui aksi pemerasan terhadap pengusaha dari PT BIM itu berawal dengan tertangkapnya jaksa gadungan bernama Dede Prihatono di sebuah pusat perbelanjaan. Di tangan Dedi, diperoleh uang Rp50 juta, sedangkan nilai uang yang akan diperas dari pengusaha itu mencapai Rp2,5 miliar.

Kemudian, dari proses pengembangan diketahuilah adanya keterlibatan dua oknum jaksa bernama Arif  dan Andri Fernando Pasaribu, serta Sutarna salah seorang pegawai tata usaha. Ketiga tersangka bertugas di bagian Jamdatun Kejagung. Saat ini mereka dibui di Rutan Salemba cabang Kejari. (ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.