Sukses

Ini Modus Tersangka Penyalur ABK WNI yang Kabur dari Kapal China

Modus dilakukan tiga pelaku perdagangan manusia dengan cara melakukan perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk dipekerjakan di Korea Selatan sebagai buruh pabrik.

Liputan6.com, Jakarta Polda Kepulauan Riau (Kepri) menetapkan tiga tersangka dalam kasus perdagangan manusia. Mereka adalah SD, HA alias A, dan MHY alias D. Ketiganya merupakan penyalur dua ABK WNI yang kabur dari kapal ikan berbendara China karena mengaku mengalami penyiksaan.

"Kami tetapkan tiga pelaku saat kami berhasil menyelamatkan dua korban mereka, AJ dan R," tulis Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Harry Goldenhardt dalam siaran pers diterima, Selasa (16/6/2020).

AJ dan R, lanjut Kombes Harry ditemukan mengapung di laut Perairan Kabupaten Karimun. Dua ABK WNI tersebut ditolong nelayan pada 7 Juni 2020.

"Nelayan bernama Azhar membawa korban ke darat, interogasi awal didapati bahwa mereka melompat dari Kapal Yu-Qing dan Yu 901. Saat ditemukan kondisi lemah karena mengapung selama 7 jam," jelas Kombes Harry.

Ditreskrimum Polda Kepri yang dipimpin oleh Kombes Pol Arie Dharmanto sebagai direktur dan AKBP Ruslan Abdul Rasyid sebagai wakilnya, melakukan penyelidikan. Dari sana kemudian didapati informasi bahwa ada beberapa orang tersangka yang berada di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat.

"Selanjutnya tim melakukan pengejaran dengan berkordinasi dengan tim Resmob Dittipidum Bareskrim Polri serta Subdit III Ditreskrimum Polda Metro Jaya," tambah Harry. 

Hasilnya, 11 Juni 2020 sekitar pukul 00.30 WIB, seorang tersangka berinisial SD ditangkap di rumahnya di Cileungsi Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Setelah dilakukan pengembangan, pada tanggal 12 Juni 2020, tim mengamankan tersangka lainnya berinisial HA di daerah Jakarta Utara.

Berikutnya pada Sabtu 13 juni 2020, tersangka lainnya berinisial MHY alias D diamankan di Bekasi Barat. 

"Dari hasil interogasi bahwa ada peran dari tersangka lainnya dalam pembuatan dokumen berupa sertifikat Basic Safety Training (BST) bagi ABK Kapal. Peran tersebut dilakukan oleh empat orang tersangka yang saat ini telah ditahan Polres Metro Jakarta Utara," jelas Kombes Harry.

Sebagai informasi, sertifikat Basic Safety Training (BST) adalah abal-abal, empat orang ditahan Polres Metro Jakarta Utara yakni DT, RAS, SY dan ST atas tuduhan pemalsuaan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Modus 3 Pelaku Perdagangan Manusia

Kombes Harry menjelaskan, modus dilakukan tiga pelaku perdagangan manusia adalah dengan cara melakukan perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk dipekerjakan di Korea Selatan sebagai buruh pabrik.

Mereka mengiming-imingi korbannya mendapatkan gaji sebesar Rp 25.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000 per bulan.

Syaratnya, mereka wajib membayar biaya pengurusan sebesar Rp 50.000.000 per orang. Namun nahas, mereka malah dipekerjakan sebagai ABK di Kapal China selama kurang lebih 4 sampai dengan 7 bulan.

"Korban selama bekerja mendapatkan perlakukan keras dan pemaksaan dari kru kapal," tutur Kombes Harry.

Hasil penelusuran Polda Kepri, ketiga orang tersebut berperan sebagai pengurus dan pemberangkatan kedua korban tersebut.

Mereka menyalurkan para korban ke sebuah perusahaan atas nama PT Mandiri Tunggal Bahari sebagai perekrut Pekerja Migran Indonesia / Anak Buah Kapal (ABK) yang tidak memiliki izin.

"Pada 18 Mei 2020, direktur dan Komisaris PT tersebut telah resmi ditahan oleh ditreskrimum Polda Jawa Tengah pada kasus perekrutan dan penempatan pekerja migran Indonesia tanpa izin/ illegal," terang Kombes Harry.

Sejumlah barang bukti yang diamankan dari para tersangka adalah beberapa lembar buku tabungan, kartu ATM, sertifikat Basic Safety Training (BST) palsu dan empat unit Handphone berbagai merk.

Atas perbuatannya tersangka diancam dengan Pasal 2, Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman paling lama 15 Tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.