Sukses

Penembakan Misterius 1982-1985 Dianggap Kejahatan Luar Biasa

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan, penembakan misterius di sejumlah wilayah di Indonesia pada 1982-1985 merupakan pelanggaran HAM berat dan kejahatan luar biasa karena memakan korban hingga ribuan orang.

Liputan6.com, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, penembakan misterius di sejumlah wilayah di Indonesia pada 1982-1985 merupakan pelanggaran HAM berat dan kejahatan luar biasa. Sebab, peristiwa itu memakan korban hingga ribuan orang.

Demikian disampaikan Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Yosep Adi Prasetyo dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (24/7). Menurut Yosep, hal ini berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM sejak Juli 2008 hingga 31 Agustus 2011.

"Tindakan pembersihan ini dilakukan tanpa melalui proses hukum yang sah, sehingga tidak satu pun eksekusi yang telah dilakukan (mengakibatkan hilangnya nyawa dan cacat) berdasarkan keputusan pengadilan," ujar Yosep.

Pria yang akrab disapa Stanley ini mengatakan, adanya bukti dan fakta pelanggaran HAM berat dalam peristiwa ini terlihat dari tindakan yang dilakukan sekelompok orang. Mereka diduga mempunyai kekuasaan dan kewenangan yang diberikan penguasa Orde Baru untuk melakukan kejahatan manusia dengan alasan menjaga keamanan dan kesatuan NKRI.

Tim ini juga, imbuh Stanley, menemukan kejahatan manusia itu dilakukan oleh sekelompok orang yang merupakan bagian dari aparat keamanan negara, baik TNI maupun Polri, dengan melakukan penangkapan, penahanan, bahkan warga sipil ditemukan tewas, cacat, dan hilang.

Peristiwa ini, masih menurut Stanley, terjadi hampir di seluruh Jawa dan Sumatra, yakni Yogyakarta, Bantul, Solo, Semarang, Magelang, Malang, Bogor, Mojokerto, Jakarta, Palembang dan Medan. Yang menjadi korban penembakan misterius ialah orang yang ditengarai bermasalah dengan hukum. Atau dianggap meresahkan masyarakat seperti preman, residivis, copet, dan lainnya, yang bercirikan memiliki tato.

"Bahkan, ada orang yang tidak bersentuhan dengan hukum juga menjadi korban salah sasaran. Seperti petani, penjaga masjid, dan pegawai negeri sipil (PNS) karena memiliki nama yang sama dengan daftar target operasi. Yang memiliki daftar target adalah militer," ujarnya.

Dari hasil penyelidikan tim, lanjut Stanley, juga disimpulkan pelaku yang diduga terlibat antara lain TNI (koramil, kodim, kodam/laksusda), polisi (polsek, polres dan polda), Garnisun (gabungan TNI dan polisi), dan pejabat sipil (ketua RT, ketua RW dan lurah).

Stanley mengaskan, pelaku bertindak dalam konteks melaksanakan perintah jabatan di bawah koordinasi Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkobkamtib) di bawah komando dan pengendalian Presiden Soeharto.

Untuk diketahui, Tim Ad Hoc Komnas HAM telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan saksi sebanyak 115 orang. Di antaranya 95 saksi, 14 saksi korban, dua saksi aparat sipil, dau saksi purnawirawan TNI dan dau saksi purnawirawan Polri.(ALI/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini