Sukses

HEADLINE: Nurhadi Buronan Senilai iPhone 11, Beranikah KPK Menangkapnya?

Boyamin mengatakan, sampai saat ini sudah banyak laporan dari masyarakat mengenai keberadaan Nurhadi.

Liputan6.com, Jakarta - Sayembara berhadiah iPhone 11 untuk mengungkap keberadaan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurhadi digelar. Adalah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang membuka sayembara itu.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, dua unit iPhone 11 telah disiapkan sebagai hadiah untuk masyarakat yang dapat menginformasikan keberadaan Nurhadi dan Harun Masiku.

"Sayembara ini berlaku terus sampai Nurhadi tertangkap," kata Boyamin Saiman kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Boyamin mengklaim, sampai saat ini sudah banyak laporan dari masyarakat mengenai keberadaan Nurhadi. Bahkan, ada salah satu orang dekat Nurhadi yang melaporkan kemungkinan keberadaan mantan Sekretaris MA tersebut.

"Orang itu tidak minta hadiah," kata Boyamin.

Beberapa kemungkinan keberadaan Nurhadi yang diungkap orang dekat tersebut, kata Boyamin adalah di vila pribadi di Bogor. Tepatnya, di Desa Suka Manah, Kecamatan Mega Mendung, Bogor. Hanya berjarak 200 meter dari Pusdiklat Mahkamah Agung.

Kemudian, rumah mewah di Jalan Patal Senayan No. 3B, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kemungkinan lainnya, Nurhadi berada di Apartemen Distrik 8 SCBD, Senayan.

"Dia menunjukkan apartemennya, rumahnya di Senayan, vila di Gadog. Menurut saya menggembirakan, kalau tidak di sana, KPK dapat 3 aset yang harganya tinggi," kata Boyamin.

Boyamin mengatakan, sayembara iPhone 11 itu hanya untuk menyindir KPK yang belum kunjung mencari dan menangkap Nurhadi. Boyamin lantas menyandingkan perburuan Nurhadi dengan pengungkapan para teroris oleh kepolisian yang diklaim sukses.

"Teroris yang tidak jelas identitasnya saja bisa ketemu. Ini jelas namanya, rumahnya, tidak ketemu," ujar dia.

Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar bahkan mengaku sudah memberikan informasi soal keberadaan Nurhadi ke KPK. Haris mengatakan, berdasarkan informasi yang dia terima, Nurhadi berada di sebuah apartemen dengan pengawasan yang ketat.

"Kalau informasi yang saya coba kumpulkan, maksudnya bukan informasi yang resmi dikeluarkan KPK ya, KPK sendiri tahu bahwa Nurhadi dan menantunya itu ada di mana. Di tempat tinggalnya di salah satu apartemen mewah di Jakarta," kata Haris kemarin.

Menurut Haris, di apartemen mewah tersebut Nurhadi tinggal dan bersembunyi. Jika informasi tersebut benar, Haris mengatakan, KPK terkendala proteksi yang mengelilingi buron dugaan korupsi tersebut. 

"KPK enggak berani datang untuk ngambil Nurhadi, karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius, sangat mewah proteksinya. Artinya apartemen itu enggak gampang diakses oleh publik, lalu ada juga tambahannya dilindungi oleh, apa namanya pasukan yang sangat luar biasa itu," kata Haris.

KPK Berusaha Mencari

Wakil Ketua KPK Lili Pantauli menegaskan lembaganya terus berusaha mencari keberadaan Nurhadi. KPK, kata Lili, tidak mungkin takut menangkap seorang buronan. Namun, kata dia, ada beberapa upaya KPK yang tak mungkin diungkap ke publik.

"Manalah lembaga penegak hukum tak berani tangkap. KPK tetap mengupayakan tapi kan ada hal yang tidak bisa disampaikan ke publik," kata Lili kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Lili menegaskan, KPK terus berupaya mencari keberadaan Nurhadi. Berbagai laporan masyarakat sudah diolah penyidik KPK.

"Usaha terus dilakukan tim KPK jika sekarang belum berhasil tapi tetap tidak berhenti," Lili menandaskan.

Sementara, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, semua informasi dari masyarakat akan didalami oleh tim lembaga antirasuah. Menurut Ali, KPK tak akan berhenti sampai Nurhadi cs mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Di manapun tempat yang disebutkan, tentunya kami penyidik KPK terus mendalami informasi-informasi yang ada, dan memang sampai hari ini kita belum menemukan dan menangkap dari para tersangka NH dan kawan-kawan," kata Ali kepada Liputan6.com.

Ali mengatakan, KPK menghargai informasi yang disampaikan oleh Haris Azhar, namun belum bisa mengonfirmasi kebenaran isu bahwa Nurhadi berada di apartemen mewah dan dijaga super ketat.

"Jika ada itikad baik dari Saudara Haris Azhar kami persilahkan membeberkan secara terbuka di mana lokasi persembunyian tersangka NH dan RH, serta menyebutkan siapa yang menjaganya secara ketat. Karena dipastikan penyidik akan mendalami informasi tersebut," ujar Ali Fikri.

Menurut Ali, penetapan DPO terhadap Nurhadi merupakan upaya lembaga antirasuah itu untuk mempercepat penangkapan.

"Penetapan DPO pada tersangka NH dan permintaan bantuan ke Polri merupakan langkah untuk mempercepat upaya pencarian dan penangkapan yang bersangkutan. Penetapan DPO dilakukan sesuai kebutuhan penyidikan KPK dan ditetapkan melalui proses hukum acara yang berlaku," ujar Ali.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

KPK Tak Berniat Tangkap Nurhadi?

Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar juga mempertanyakan soal kemauan KPK untuk memburu Nurhadi. Biasanya, kata pria yang karib disapa Uceng ini mengatakan KPK melakukan berbagai macam cara untuk menangkap buronan. 

Bahkan, dalam beberapa kasus, dahulu KPK bahkan menyadap sopir, pembantu rumah tangga dan kerabat untuk mengetahui di mana buronan tersebut.

"Dulu hal itu sering dilakukan KPK, kalau sekarang saya nggak tau seberapa kukuh KPK mencari Nurhadi. Dulu KPK sangat gigih," kata Uceng kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Jika hingga saat ini KPK tak dapat menangkap Nurhadi, kata Uceng, artinya bukan soal kemampuan. Sebab, dahulu KPK bisa menangkap buronan yang sulit sekalipun.

"Ini bukan soal kemampuan, seharusnya KPK mampu, tapi mau nggak, berani nggak menangkap?," tandas Uceng.

Sementara, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa saat ini KPK tak maksimal dalam menangani kasus yang menjadi perhatian publik. Menurut Kurnia, seharusnya tidak sulit bagi KPK untuk menemukan Nurhadi.

"Apalagi kemarin sudah ada statement Haris yang seharusnya bisa dijadikan petunjuk bagi KPK. Jadi jangan modelnya itu pembuktian terbalik, jangan dipaksa Harris yang mengungkapkan di mana keberadaan Nurhadi karena itu kan bukan tugas dia tapi tugas penegak hukum yaitu KPK," ujar Kurnia kepada Liputan6.com di Jakarta.

 

3 dari 3 halaman

Perjalanan Kasus Nurhadi

Nurhadi diburu sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar.

Nurhadi buron bersama dua tersangka lainnya, Rezky Herbiono yang merupakan menantu Nurhadi, serta Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto. Mereka dijadikan buron lantaran tak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik KPK sebagai tersangka.

Nurhadi cs dijerat sebagai tersangka pada, Senin 16 Desember 2019. Saat itu Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang menyampaikan penetapan tersangka terhadap Nurhadi cs.

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan perkara dari operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016 lalu.

Ketika itu, KPK melakukan OTT yang menjerat Edy Nasution selaku Panitera PN Jakarta Pusat, dan pegawai PT Artha Pratama Doddy Aryanto Supeno. Dalam perjalanannya, KPK juga menjerat Eddy Sindoro yang merupakan mantan Presiden Komisaris Lippo Group.

Eddy Sindoro dijerat KPK pada 21 November 2016. Eddy Sindoro sempat melarikan diri ke luar negeri. Dia menyerahkan diri pada Oktober 2018, dan kini telah divonis bersalah dalam kasus ini.

Semasa KPK merampungkan berkas Eddy Sindoro, Nurhadi dan istrinya, Tin Zuraida yang merupakan Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian PANRB sempat beberapa kali diperiksa sebagai saksi.

Pemanggilan Nurhadi saat itu berkaitan dengan dugaan penemuan aliran uang yang mencurigakan. Sepanjang 2004-2009, aliran uang yang masuk di rekening Tin mencapai Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar. Sedangkan periode 2010-2011, ada belasan kali uang masuk ke rekening Tin dengan nilai Rp 500 juta.

Nurhadi juga terdeteksi pernah memindahkan uang Rp 1 miliar ke rekening Tin. Tin juga pernah menerima Rp 6 miliar melalui setoran tunai pada 2010-2013.

Tak hanya aliran uang yang mencurigakan, saat KPK menggeledah kediaman Nurhadi di Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada April 2016. Tim lembaga antirasuah menemukan uang sebesar Rp 1,7 miliar dalam enam pecahan mata uang asing.

Sebagian uang tersebut ditemukan tim KPK di toilet. Tin saat itu akan membuang uang-uang tersebut ke toilet untuk menghilangkan barang bukti. Tak hanya itu, Tin juga merobek, membasahi hingga membuang beberapa dokumen ke tong sampah.

KPK kemudian meminta pihak Imigrasi Kemenkumham untuk mencegah Nurhadi ke luar negeri. Tiga tahun berselang, November 2019, KPK akhirnya menjerat Nurhadi sebagai tersangka suap dan gratifikasi sebesar Rp 46 miliar.

Tak terima dijerat KPK, Nurhadi mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Desember 2019. Nurhadi tak sendiri, dia mengajukan gugatan praperadilan bersama menantunya, Rezky Herbiono dan Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto.

Namun pada 21 Januari 2020, hakim tunggal PN Jaksel Akhmad Jaini menolak gugatan yang dilayangkan Nurhadi cs.

Tak patah arang, Nurhadi kembali mengajukan gugatan praperadilan yang kedua. Masih melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, Nurhadi mengajukan gugatan praperadilan yang kedua pada 5 Februari 2020. Sidang perdana gugatan praperadilan ini rencananya akan digelar pada 24 Februari 2020 mendatang.

Di tengah pengajuan gugatan praperadilan, KPK terus berupaya memanggil dan memeriksa Nurhadi cs. Namun permintaan tim penyidik KPK tak diindahkan oleh Nurhadi cs.

KPK pun menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) dan surat perintah penangkapan untuk Nurhadi cs. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.