Sukses

Soal Harun Masiku, Tim Hukum PDIP: Harusnya KPU Patuhi Putusan MA

Menurut Politikus PDIP Adian Napitupulu, penolakan dari KPU yang menjadi awal Harun Masiku ngotot menjadi anggota DPR.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota tim hukum PDIP Maqdir Ismail menyesalkan adanya kasus dugaan suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait penetapan Politikus PDIP Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024. Menurut Maqdir, sejatinya kasus ini tak pernah ada jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA).

"Kalau MA sudah memberikan tafsir ketentuan yang berada di UU, seharusnya, itu harus diikuti oleh lembaga negara," ujar Maqdir dalam diskusi dengan tema 'Ada Apa Dibalik Kasus Wahyu Setiawan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).

Maqdir mengatakan, seharusnya KPU mematuhi putusan MA yang menyebut jika calon legislatif (caleg) meninggal dunia, maka keputusan pengalihan suara caleg tersebut berada pada keputusan partai.

Maqdir mengatakan, PDIP memutuskan mengalokasikan suara caleg Nazaruddin Kiemas yang meninggal untuk diberikan kepada Harun Masiku. Namun KPU menolak hal tersebut dan menetapkan Riezky Aprilia karena memperoleh suara terbanyak kedua setelah Nazaruddin.

"Yang jadi problem adalah menganggap tafsir MA salah, menganggap PKPU (peraturan KPU) yang benar," kata Maqdir.

Dalam hal ini, KPU berpegang teguh dengan Pasal 426 ayat 3 UU Pemilu. Pasal ini berbunyi jika ada caleg meninggal, maka yang berhak naik adalah caleg yang suaranya berada di urutan berikutnya.

"Sementara PDIP menganggap awalnya ini bukan PAW (pergantian antar-waktu), (PDIP) meminta limpahan suara Nazaruddin ke Harun. Ini yang enggak disetujui (KPU)," kata Maqdir.

Lantaran penolakan dari KPU ini, menurut Politikus PDIP Adian Napitupulu yang menjadi awal Harun Masiku 'ngotot' menjadi anggota DPR. Menurut Adian, Harun hanya berjuang untuk mendapatkan haknya menjadi anggota DPR sesuai permintaan partai yang berpedoman dengan putusan MA.

"Ketika Nazaruddin Kiemas meninggal, suaranya untuk siapa? MA kan menyebut itu keputusan partai. PDIP rapat, bahwa Harun menerima limpahan (suara dari Nazaruddin) itu. Lalu KPU melawan itu, KPU tak mengikuti keputusan MA," kata Adian di lokasi yang sama.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KPU Tolak Permintaan PDIP Tetapkan Harun Masiku

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman pihaknya menerima tiga kali surat permohonan dari DPP PDI Perjuangan untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas.

"Kalau surat pertama permohonan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 5 Agustus 2019 di tandatangani dua orang, Ketua Bapilu dan Sekjen Hasto Kristianto," kata Arief di gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 10 Januari 2020.

Saat itu, kata Arief pihaknya telah mengirim surat balasan ke PDIP dengan sikap menolak permintaan PAW tersebut. Kemudian, DPP PDI Perjuangan kembali mengajukan surat permohonan berdasarkan surat tembusan dari Mahkamah Agung pada 13 September 3019.

Dalam surat tembusan itu, kata dia, ditandatangani oleh Ketua DPP Yasonna Laoly dan Sekjen Hasto Kristiyanto.

"Yang terakhir 6 Desember itu d tandatangani oleh Megawati Soekarnoputri dan oleh Hasto Kristianto," ucapnya.

Kemudian surat permohonan langsung dibahas dalam Rapat Pleno, Senin (6/1/2020). Arief Budiman mengatakan surat PDI Perjuangan dibalas dengan sikap yang sama, yaitu menolak permintaan.

"Peristiwa (OTT) Rabu siang pada 8 Januari, itu artinya keputusan sudah dibuat dan semua setuju substansinya sama dengan surat (balasan) dulu pada Agustus 2019," jelas Komisioner KPU Hasyim Asyari.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.