Sukses

Penyuap Bowo Sidik Dituntut 2 Tahun Penjara

Asty dianggap terbukti menyuap Bowo Sidik senilai USD 163,733 dan Rp 311.022.932 terkait penyewaan kapal angkut milik PT HTS oleh PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

Liputan6.com, Jakarta - General Manager Komersial PT. Humpuss Transportasi Kimis, Asty Winasty dituntut dua tahun penjara oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas pemberian suap kepada anggota Komisi VI DPR, Bowo Sidik Pangarso.

Asty dianggap terbukti menyuap Bowo Sidik senilai USD 163,733 dan Rp 311.022.932 terkait penyewaan kapal angkut milik PT HTS oleh PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

"Menuntut, menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Asty Winasty dengan pidana selama 2 tahun pidana denda Rp 100 juta atau subsider 6 bulan kurungan," ucap jaksa Ikhsan Fernandi saat membacakan surat tuntutan Asty di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2019).

Hal memberatkan tuntutan Asty adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sedangkan hal meringankan ia bersikap sopan selama persidangan, dan menyesali perbuatannya.

Awal mula adanya tindak pidana suap oleh Asty saat PT Kopindo Cipta, cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik, memutus kontrak utility dengan PT HTK atas penyewaan kapal angkut. Induk perusahaan bidang pupuk di Indonesia yakni PT Pupuk Indonesia Holding Company (PT PIHC), mengalihkan pengangkutan amoniak menggunakan kapal angkut PT Pilog.

PT HTK keberatan atas pemutusan kerjasama itu. Direktur Utama PT HTK, Taufik Agustono meminta Asty mencari solusi. Asty kemudian menyampaikan keadaan PT HTK kepada Steven Wang sebagai pemilik PT Tiga Macan. Asty disarankan menghubungi Bowo Sidik, mengingat politisi Golkar itu anggota Komisi VI DPR, bermitra dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga memiliki akses langsung berkomunikasi dengan PT PIHC.

Oktober 2017, Asty bersama Steven bertemu dengan Bowo di satu restoran Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Pada pertemuan itu, Asty menyampaikan keinginannya. Bowo Sidik menyanggupi keinginan Asty agar kapal angkut PT HTK tetap digunakan PT KCS.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bowo Temui Dirut PT PIHC

Bowo kemudian beberapa kali menemui Aas Asikin Idat selaku Direktur Utama PT PIHC dan Achmad Tossin Sutawikara selaku Direktur Pemasaran PT PIHC meminta agar membatalkan pemutusan kontrak PT KCS dan PT HTK. Bowo juga beberapa kali memaparkan perjanjian antara PT HTK dengan PT KCS.

Setelah beberapa kali pertemuan, Aas menyetujui pembatalan pemutusan kerja sama PT HTK dengan PT KCS dengan kompensasi PY HTK mencarikan klien agar menggunakan kapal angkut milik PT Pilog. Secara tonase, kapal PT Pilog lebih besar ketimbang milik PT HTK. Muatan kapal PT Pilog 13.500 metrik ton, sedangkan PT HTC 9 ribu metrik ton.

Atas hasil kesepakatan itu, Bowo meminta jatah kepada Asty sebesar USD 2 per metrik dari volume amoniak yang diangkut kapal MT Griya Borneo yang disewa oleh PT Pilog.

Namun PT HTC menilai jatah tersebut terlalu besar. Hingga kedua pihak sepakat jalan tengah yakni USD 1,5 per metrik.

Realisasi suap diberikan melalui Indung Andriyani secara bertahap dengan rincian USD 59 ribu, USD 21 ribu, USD 8 ribu, Rp 221,5 juta, Rp 89,5 juta. Bowo juga meminta uang Rp 1 miliar kepada Asty dan dianggap sebagai komitmen fee-nya. Bowo meminta bentuk pecahan mata uang tersebut berbentuk dolar dengan rincian USD 35 ribu, USD 15 ribu, USD 20 ribu.

Bahwa selain kepada Bowo, ada penerimaan komitmen fee oleh pihak lainnya dari pembahasan penyewaan kapal oleh PT Pilog yaitu Ahmadi Hasan sebesar USD28.500, Seteven Wang USD 32,300 dan Rp 186,8 juta.

Sementara Asty dalam hal ini juga mendapat jatah dengan total keseluruhan USD 24 ribu.

Atas perbuatannya, Asty dituntut melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telahdiubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.