Sukses

Dewan Pers: Pemberitaan Tim Mawar Tempo Produk Jurnalistik Investigasi

Rencananya, sidang pleno kasus ini akan digelar pada pekan depan.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Pers, Henry Chairudin Bangun, mengatakan atas pengaduan pemberitaan di Majalah Tempo terkait kerusuhan di beberapa titik di Jakarta pada 21-22 Mei 2019, pihaknya sementara beranggapan itu merupakan produk jurnalistik investigasi.

"Kesimpulan sementara kami, itu produk jurnalistik investigasi yang sesuai dengan asas investigasi," katanya di Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Menurut dia, kesimpulan sementara itu didasari atas hasil agenda klarifikasi yang melibatkan terlapor dari tim redaksi perusahaan media Tempo serta pelapor atas nama Mayjen TNI (Purn) Chairawan selaku mantan Komandan Tim Mawar di ruang Sabam Leo Batubara lantai 7 Gedung Dewan Pers Jakarta, Selasa hari ini.

Tim dari Tempo diwakili oleh Pemred Koran Tempo Budi Setyarso, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo Setri Yarsa, Redpel Politik Majalah Tempo Anton Aprianto, dan Redaktur Utama Majalah Tempo Anton Septian beserta tim hukum.

Sementara pelapor dihadiri langsung oleh Chairawan bersama sejumlah kuasa hukumnya.

Dalam agenda yang berlangsung selama tiga jam lebih itu, Dewan Pers menitikberatkan permasalahan kedua belah pihak pada pencantuman nama Tim Mawar dalam karya jurnalistik Majalah Tempo edisi 10 Juni 2019.

Dalam edisi tersebut berisi sejumlah hal yang dipersoalkan pelapor, di antaranya sampul majalah berjudul "Tim Mawar dan Rusuh Sarinah", artikel berjudul "Bau Mawar di Jalan Thamrin" pada halaman 28-32, judul artikel "Tim Mawar Selalu Dikaitkan Dengan Kerusuhan" pada halaman 33, dan "Aktor dan Panggungnya" pada halaman 27.

"Hanya saja masih ada persoalan dugaan pelanggaran kode etik dalam penyebutan nama Tim Mawar itu," kata Henry seperti dikutip Antara.

Hasil pertemuan tersebut akan dibawa ke sidang pleno Dewan Pers untuk mencapai risalah penyelesaian, bilamana kedua pihak sepakat atas penilaian yang akan dilakukan oleh Dewan Pers.

"Pada pertemuan tadi ada kesepakatan, tapi ada satu hal yang tidak bisa diputuskan oleh kelompok kerja pengaduan, sehingga harus diputuskan melalui pleno dari sembilan anggota Dewan Pers," katanya.

Hal yang tidak bisa diputuskan itu adalah permintaan dari pelapor agar Dewan Pers menandatangani surat pernyataan untuk membawa masalah itu ke ranah pidana di kepolisian.

Pihaknya menegaskan tidak memiliki wewenang untuk menangani persoalan pidana. Dewan Pers akan bekerja pada ranah kode etik jurnalistik yang telah ditempuh oleh terlapor.

Rencananya sidang pleno tersebut akan digelar pada pekan depan.

Henry menambahkan pihak Tempo melalui agenda tersebut telah menyepakati untuk memberikan hak jawab kepada pelapor. Namun, permintaan untuk membawa masalah tersebut ke ranah pidana bukan kewenangan pihaknya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Baru 30 Persen

Sementara itu Pemred Koran Tempo Budi Setyarso usai agenda klarifikasi mengatakan, produk jurnalistik investigasi yang tertulis di Majalah Tempo tersebut sudah melalui proses verifikasi tim redaksi.

"Verifikasi itu berkaitan dengan bagaimana info awal didapat, lalu dikroscek ke banyak sumber terkait dan hasil itu kita tulis," katanya.

Budi mengatakan, materi yang dipublikasi pada majalah tersebut baru berkisar 30 persen dari info yang ditulis pewarta di lapangan, sementara sisanya di-pending karena proses verifikasi data yang belum selesai.

Terkait dengan pencantuman nama Tim Mawar dalam berita tersebut, kata Budi, dikarenakan adanya ungkapan langsung dari salah satu narasumber bernama Fauka Noor Farid bahwa dirinya sebagai Tim Mawar.

"Kami nyatakan bahwa pernyataan itu dikutip dari Fauka. Tim Mawar bukan organ yang formal di Kopassus. Istilah ini adalah kode sandi rahasia tim yang menjalankan misi, lalu kemudian terbongkar sebagai otak penculikan aktivis 97," katanya.

Dalam pernyataannya, kata Budi, Fauka menjelaskan tentang konteks kenapa Tim Mawar selalu dikaitkan dengan kerusuhan.

"Sebab kalau dirunut, sebetulnya pada 1998 saat sidang pengakuan Tim Mawar datang dari Bambang Kristiono," kata Budi.

Penyebutan Tim Mawar, kata dia, adalah cara komunikasi pihaknya kepada pembaca bahwa itu adalah bahasa jurnalistik.

"Kalau Fauka itu siapa, masyarakat mungkin tidak kenal," katanya.

Budi menambahkan, nama Chairawan tidak disebutkan dalam pemberitaan tersebut meskipun pihaknya sudah wawancarai yang bersangkutan.

"Kita sudah wawancarai Chairawan, dia mengatakan tidak mau namanya dikutip. Kita hormati permintaan itu," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.