Sukses

Kemendagri Kirim Tim ke India dan Korsel Studi Banding Sistem E-Voting

Terkait sistem pemilu serentak ini bakal dikaji lagi tafsir 'serentak' berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Liputan6.com, Jakarta - Pemilu 2019 serentak banyak mendapat sorotan. Salah satunya karena banyaknya petugas yang meninggal dunia lantaran kecapaian. Sejumlah pihak pun meminta agar sistem pemilu diubah, salah satunya dengan sistem e-voting.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun telah mengambil langkah mengkaji usulan ini. Mendagri Tjahjo Kumolo menyampaikan, pihaknya telah mengirim tim ke India dan Korea Selatan untuk studi banding terkait e-voting ini.

"Mungkin salah satu yang perlu dicermati dalam lima tahun ke depan adalah apakah sudah saatnya kita menggunakan e-voting. Kemarin sudah kita ajukan e-voting. Kita kirim tim untuk meninjau ke India dan Korsel juga," jelas Tjahjo di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019).

India dipilih salah satunya karena telah menerapkan e-voting. Padahal jumlah penduduknya jauh lebih besar dari Indonesia yaitu sekitar 1 miliar jiwa. Di Indonesia, kata Tjahjo, salah satu kendalanya adalah kondisi geografis serta sambungan telekomunikasi. Sehingga pembahasan UU terkait e-voting ini ditunda.

Tjahjo menyampaikan, terkait sistem pemilu serentak ini bakal dikaji lagi tafsir 'serentak' berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mengenai sistem memang nanti akan dikaji lanjut lagi apakah keputusan MK tafsirnya sama. Bahwa pelaksanaan pemilu serentak itu tidak disebutkan serentaknya itu tanggal, hari, jam, tahun yang sama. Apakah keserentakan dalam minggu yang sama, apakah boleh dalam hari yang berbeda atau bulan yang berbeda. Saya kira nanti akan perlu ada konsultasi dengan MK mengenai keserentakan itu," terangnya.

Selain itu, sistemnya akan dikaji kembali apakah tetap Pilpres dan Pileg dilaksanakan dalam satu waktu atau dipisah. Selain itu bisa juga digabung dengan Pilkada.

"Simulasi kami, usia 50 tahun ke atas itu lima kertas suara membutuhkan waktu lebih dari 15 menit. Apalagi ditambah dua kertas lagi (Pilkada). Kalau memilih Pilpres gampang, partai gampang, tapi milih anggota DPRD/DPD/DPR tidak mudah," jelasnya.

"Nanti kita bahas dalam bahasan menyeluruh. Seandainya serentak apakah per TPS maksimum 300 (pemilih). Sekarang dengan jumlah 300 bisa lebih dari 24 jam penghitungannya. Nanti akan dibahas," pungkas Tjahjo.

 

Reporter: Hari Ariyanti

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.