Sukses

Mutilasi Warga dan Tembak Polisi, Ali Kalora Cs Diduga Ingin Tunjukkan Eksistensi

Meski begitu, aksi mantan anak buah Santoso alias Abu Wardah itu tidak dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso pimpinan Ali Kalora diduga ingin menunjukkan eksistensinya. Di penghujung tahun 2018, mereka berulah dengan memutilasi warga sipil untuk memancing kehadiran aparat kepolisian dan menembakinya.

"Motifnya yang pertama memang menunjukkan eksistensinya. Ini perbuatan murni pembunuhan. Mungkin kelompok tersebut merasa ada masyarakat mengetahui pergerakannya sehingga membunuh masyarakat tersebut," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, Jakarta, Kamis (3/1/2019).

Meski begitu, aksi mantan anak buah Santoso alias Abu Wardah itu tidak dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme. "Untuk penyerangan polisi semua tindak pidana murni, tidak ada menyangkut dengan tindak pidana terorisme," ucapnya.

Polisi juga telah mengetahui kekuatan yang dimiliki kelompok teroris Ali Kalora cs itu. Jumlah mereka hanya tersisa 10 orang dengan tiga senjata api terdiri dari dua pucuk laras panjang dan satu laras pendek rakitan. Selebihnya mereka menggunakan senjata tajam.

"Kelompok ini kecil, kelompok ini lemah. Meskipun kondisi geografis cukup luas, dengan Satgas Tinombala gabungan TNI-Polri sudah cukup untuk melakukan pengejaran," kata Dedi.

Dengan kekuatan yang kecil, kelompok Ali Kalora cs diyakini tidak akan berani merencanakan penyerangan terhadap aparat. Menurut Dedi, aksi mereka yang mungkin perlu diwaspadai adalah hit and run.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Edukasi

Selain memburu Ali Kalora cs, Satgas Tinombala bersama tim Binmas Polri dan stakeholder terkait juga berupaya memberikan edukasi dan pencerahan terhadap masyarakat setempat. Masyarakat diimbau tidak terpengaruh dengan situasi tersebut.

"Kita juga ingin memberikan jaminan keamanam khususnya untuk masyarakat di desa-desa yang berbatasan dengan hutan. Kita lakukan penyekatan dalam rangka memotong jalur distribusi logistik, demikian juga kerja sama dengan masyarakat untuk bisa memonitor lingkungan di sekitar kebun maupun ladang masyarakat," ucap Dedi.

Dedi mengklaim, secara umum situasi di ladang dan perkebunan wilayah Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah terpantau kondusif pasca-insiden tersebut. "Masyarakat dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari baik di kebun, ladang maupun rumah masing-masing," tuturnya memungkasi.

Sebelumnya, aparat kepolisian ditembaki orang tak dikenal saat sedang mengevakuasi jasad warga sipil korban mutilasi di kawasan Desa Salubanga, Sausu, Parimo, Sulteng pada Senin 31 Desember 2018. Pelaku diyakini sebagai kelompok teroris Poso pimpinan Ali Kalora.

Saat itu, dua anggota yakni Bripka Andrew dan Bripda Baso terpaksa turun dari kendaraannya lantaran jalan yang dilalui terhalang kayu dan ranting pohon. Namun saat menyingkirkan kayu-kayu tersebut, keduanya ditembaki dari arah belakang.

Kontak tembak antara petugas kepolisian dan kelompok teroris pun tak terhindarkan. Setelah berjibaku dengan hujan peluru selama sekitar 30 menit, kedua anggota yang mengalami luka tembak akhirnya berhasil dievakuasi.

Polri menduga, warga sipil berinisial RB alias A (34) yang kepalanya ditemukan terpotong di atas jembatan Dusun Salubase sengaja dimutilasi untuk memancing kedatangan aparat kepolisian dan selanjutnya dijadikan sasaran tembak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.