Sukses

Ruang Redaksi: Dito dan Misi Berlayar untuk Kemanusiaan

"Ini adalah pengalaman pertama dalam hidup bisa merasakan berlayar jarak jauh," kata Dito

Liputan6.com, Jakarta Jam masih menunjukkan pukul 03.00 pagi, tapi keriuhan sudah mulai terasa di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada Senin, 29 Oktober 2018. Ini menjadi hari yang ditunggu oleh Radityo Priyasmoro.

Reporter News Liputan6.com itu akan mengikuti kegiatan berlayar mengarungi samudera bersama perwakilan putra-putri terpilih dari seluruh provinsi di Indonesia yang tergabung dalam Kapal Pemuda Nusantara (KPN). Peluit panjang pun terdengar membahana pada pukul 07.00 pagi. Terlihat tali-tali tambang di lepas dari ujung dermaga, pertanda kapal siap berlayar.

Bagi Dito, panggilan akrabnya, ia sudah cukup mengenal ajang ini sedari bangku kuliah empat tahun lalu. Menurut Dito, andai bisa ikut program ini saat kuliah, tentu akan menjadi pencapaian hidup yang penuh keseruan. Namun, keinginannya untuk ikut baru terkabul saat ia sudah menjadi Jurnalis.

"Dan sekarang, saya ikut meliput program KPN, seakan kembali menjadi mahasiswa. Dan Saya siap berangkat," ujar Dito ketika pertama kali ditawari untuk ikut peliputan ini.

Foto: Kapal Pemuda Nusantara (KPN) di KM Doro Londa

Tema pelayaran KPN tahun ini adalah misi kemanusiaan untuk Palu, Sigi dan Donggala Sulawesi Tengah. Dito bersama 99 peserta KPN 2018 bertolak ke Palu dengan kapal KM. Doro Londa milik PT Pelni.

Kapal besutan tahun 2001 ini sudah terbilang tua. Namun, nakhoda kapal, Kapten Laode Muhisi, bilang kapal masih layak pakai hingga usia 20 tahun. Kapal yang didatangkan dari Jerman ini berwarna cerah, dengan padanan putih, cokelat dan krem. Total kapasitas penumpang 2130 orang dengan 7 tingkatan dek.

"Ini adalah pengalaman pertama dalam hidup bisa merasakan berlayar jarak jauh," kata Dito menceritakan pelayaran Surabaya-Makassar yang menempuh waktu 26 jam menyeberangi Laut Jawa.

Selama di kapal, aktivitas Dito bersama KPN 2018 terbebas 100 persen dari smartphone. Tak bisa bermain sosial media atau sekedar membuka aplikasi chat. "Soalnya tidak ada sinyal ponsel di tengah laut. Tapi jadinya kami lebih akrab satu sama lain," kata Dito.

Di atas kapal Dito mengaku bisa lebih mengenal peserta lainnya. Salah satunya Roland Adenga, delegasi asal Gorontalo yang ternyata pejuang literasi sastra Tanggomo. Tanggomo adalah medium penyampaian khas Gorontalo yang mulai punah, karena kurangnya kesadaran untuk pelestarian dan regenerasi yang tidak jalan.

Ada lagi Julio, pegiat seni drama tari asal Bali. Julio sukses memerankan tokoh antagonis sebagai Leak yang tinggi besar dan bengis.

"Kehidupan kami di kapal berjalan seperti penumpang sipil lainnya. Mulai dari mengantre makan, tidur di barak, sampai merasakan mual terombang ombak," ujar Dito.

Posisi Dito saat ini masih di Mamuju sebelumnya akhirnya akan tiba di Palu 3 November. Meliput misi kemanusiaan bersama KPN 2018 membuka pengalaman baru lagi bagi Dito. Sebelum nanti tugasnya bersama misi kemanusiaan ini selesai pada 10 November 2018.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.