Sukses

Fayakhun Sebut Kawal Anggaran Bakamla untuk PDIP dan Golkar

Meski, mantan Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin membantah mengarahkan Fayakhun Andriadi untuk mengawal anggaran proyek pengadaan alat satelit monitoring di Bakamla.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin membantah mengarahkan Fayakhun Andriadi untuk mengawal anggaran proyek pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Bantahan itu ia sampaikan saat menjadi saksi untuk terdakwa Fayakhun di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Dalam BAP, Fayakhun mengaku diminta untuk terus kawal proses penganggaran Bakamla di Badan Anggaran DPR. Biar nantinya, kata dia, tidak diperuntukkan partai berlambang kepala banteng moncong putih saja. Melainkan juga Golkar. Hasanuddin langsung membantah BAP itu.

"Pernah sampaikan ke terdakwa bahwa untuk anggaran Bakamla yang melibatkan terdakwa tidak hanya untuk PDIP saja melainkan juga untuk Golkar. Jadi tidak merah semua?" konfirmasi jaksa Takdir Suhan, Rabu (26/9/2018).

"Tidak pernah," bantah Hasanuddin.

Sementara saat majelis hakim memberi kesempatan Fayakhun menanggapi keterangan tersebut, dia menegaskan tetap pada keterangannya di BAP yang telah dibacakan oleh jaksa.

"Saya tetap pada keterangan saya sesuai BAP," ujar Fayakhun di sidang kasus suap Bakamla.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan

Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap USD 911.480,00 terkait pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Ia diduga mengupayakan agar ada penambahan alokasi anggaran untuk Bakamla pada APBN Perubahan tahun 2016.

Dari pengadaan proyek tersebut, Fayakhun mematok jatah untuknya sebesar tujuh persen dari nilai proyek sebesar Rp 850 miliar. Fayakhun kemudian meminta anak buah Fahmi Darmawansyah, pemilik PT Merial Esa atau Melati Technofo pemenang proyek pengadaan alat satmon, bernama M Adami Okta merealisasi satu persen terlebih dahulu.

Realisasi 1 persen pun dilakukan Fahmi beberapa tahap sehingga mencapai USD 911.480,00.

Atas perbuatannya Fayakhun didakwa telah melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.