Sukses

MA Tambah Vonis Terdakwa E-KTP, KPK Khawatir Saksi Pelaku Takut Ajukan JC

MA memvonis dua terdakwa kasus e-KTP yang ditetapkan sebagai justice collabolator oleh KPK lebih berat dari pengadilan tingkat sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Meningkatnya vonis dua eks pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) khawatir. Lembaga antirasuah khawatir tak akan ada lagi saksi pelaku yang mau bekerja sama dalam mengungkap kasus korupsi alias menjadi Justice Collaborator (JC).

"Memang kita harapkan menjadi pemahaman bersama, agar kemudian ke depan orang-orang tidak khawatir lagi, tidak berfikir terlalu panjang untuk menjadi justice collaborator dan membuka peran pihak-pihak lain," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (20/4/2018).

Mahkamah Agung (MA) memperberat vonis terhadap Irman dan Sugiharto dalam perkara korupsi e-KTP menjadi 15 tahun penjara. Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya memutus Irman 7 tahun, sedangkan Sugiharto 5 tahun.

Terkait permohonan JC dari Irman dan Sugiharto, MA masih belum menjelaskan. Namun, Juru Bicara MA Suhadi menyiratkan JC keduanya ditolak. MA beranggapan keduanya sebagai pelaku utama.

Febri mengaku belum mendapatkan salinan putusan Irman dan Sugiharto secara lengkap dari MA. Meski begitu, Febri mengaku KPKmenghormati putusan yang diberikan MA.

"Pertimbangannya seperti apa sampai kemudian dijatuhkan hukuman sekitar 15 tahun. Kami tentu perlu membaca itu semua secara lebih lengkap, kalau sebagai putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tentu kita harus menghargainya," kata dia.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kabulkan JC

Sebelumnya, KPK dan Pengadilan Tipikor Jakarta sendiri sebelumnya mengabulkan permohonan JC Irman dan Sugiharto. Menurut Febri, Irman dan Sugiharto kooperatif dalam penyidikan dan persidangan dengan membuka peran pihak lain yang lebih tinggi.

"Untuk Irman, Sugiharto dan Andi (Narogong), kalau kita lihat di proses persidangan, mereka sebenarnya berkontribusi cukup banyak mengungkap perkara e-KTP ini ketika mengakui perbuatannya, ketika membuka peran-peran pihak yang lain," kata Febri.

Ia berharap, semua institusi penegak hukum memiliki pemahaman yang sama terkait peran JC. Menurut dia, untuk menjadi seorang JC tidaklah mudah, sebab, harus ada risiko yang diambil oleh seorang JC.

"Bahkan kita mengetahui rangkaian-rangkaian peristiwa secara lebih lengkap sampai pada aktor-aktor yang lebih tinggi itu termasuk juga dengan keterangan justice collaborator," Febri menuturkan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.