Sukses

Menteri Yasonna soal Protes Pengacara Setya Novanto: Aman Lah

Pengacara Setya Novanto mempertanyakan sejumlah nama politikus yang hilang dalam dakwaan kasus e-KTP.

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Setya Novanto mempertanyakan sejumlah nama politikus yang hilang dalam dakwaan kasus e-KTP. Salah satu nama yang disebut kubu Setya Novanto adalah Yasonna H Laoly.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna menanggapi singkat soal tudingan keterlibatannya dalam korupsi proyek pengadaan e-KTP itu. Dia yakin tidak terlibat dalam korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.

"Amanlah itu," ujar Yasonna kepada awak media di Kantor Kemenkumhan, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).

Namun, ketika diminta memperjelas maksud dari perkataannya, dia enggan menjawab. "Pokoknya kita serahkan ke profesional," jelas kader PDIP ini.

Nama Yasonna disebut-sebut penasihat hukum Setya Novanto dalam kasus e-KTP. Pengacara Novanto, Maqdir Ismail mempertanyakan hilangnya nama Yasonna dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, serta Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey dalam dakwaan.

Pada dakwaan mantan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, nama ketiga orang di atas kerap muncul. Yasonna disebut menerima sebesar US$ 84 ribu, Ganjar US$ 520 ribu, dan Olly sebesar US$ 1,2 juta. Namun, pada dakwaan Setya Novanto, nama-nama itu hilang.

Saat proyek itu bergulir, Yasonna dan Ganjar menjabat sebagai anggota Komisi II DPR, sementara Olly duduk di Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama M Nazaruddin, Mirwan Amir, dan Melchias Marcus Mekeng.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pertanyakan

Tim penasihat hukum Setya Novanto menuding jaksa penuntut umum KPK sengaja menghilangkan beberapa nama dalam dakwaan Ketua nonaktif DPR itu. Padahal nama-nama yang dimaksud sempat disebut-sebut dalam dakwaan kasus e-KTP dengan terdakwa lainnya.

Nama-nama yang dihilangkan dalam dakwaan, menurut pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mantan pimpinan Komisi II DPR yang kini menjabat Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, dan mantan Pimpinan Banggar DPR yang kini menjabat Gubernur Sulut, Olly Dondokambey.

"Namun dalam dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Setya Novanto, nama-nama tersebut dihilangkan secara sengaja," ‎ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).

Pada dakwaan Irman dan Sugiharto, Ganjar Pranowo disebut menerima aliran dana suap sebesar USD 520 ribu, Yasonna Laoly menerima USD 84 ribu, dan Olly Dondokambey menerima sebesar USD 1,2 juta.

Menurut Maqdir, tak hanya nama-nama politikus PDIP yang namanya hilang dalam dakwaan Setya Novanto. Usai membacakan nota keberatan atau eksepsi, Maqdir juga sempat menyebut ada beberapa nama politikus partai lain yang hilang dalam dakwaan kliennya.

"Ada nama Agun Gunandjar, Melchias Marcus Mekeng, Anas Urbaningrum, Yasonna, Ganjar. Mudah-mudahan benar apa yang saya sebutkan (namanya hilang dalam dakwaan Setya Novanto)," kata Maqdir.

3 dari 3 halaman

Kata KPK

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, mengatakan pihaknya siap menjelaskan soal hal itu kepada publik. Jawaban itu akan disampaikan jaksa KPK pada sidang berikutnya.

"Jawaban dari seluruh poin eksepsi tersebut tentu akan kami sampaikan nanti di persidangan berikutnya," kata Febri kepada Liputan6.com.

Namun, secara garis besar dia menjelaskan, dakwaan tentu fokus kepada perbuatan terdakwa. Termasuk dalam kasus Setya Novanto. Setelah itu, baru KPK merinci ke beberapa pihak yang diperkaya dalam kasus e-KTP ini.

"Dakwaan terhadap SN (Setya Novanto) tentu fokus pada perbuatan SN. Beberapa pihak yang diduga diperkaya dari proyek e-KTP ini (yang disebut oleh pihak SN sebagai nama yang hilang) tetap masih ada."

Dia menjelaskan, di dakwaan Setya Novanto, masih disebutkan aliran dana korupsi proyek e-KTP mengalir ke sejumlah anggota DPR.

Lalu, siapa saja anggota DPR ini? Febri masih enggan merincinya. Terlebih, ini sudah masuk dalam materi perkara.

"Namun, sebagian dikelompokkan. Untuk sejumlah anggota DPR diduga menerima USD 12,8 juta dan Rp 44 miliar. Sejumlah anggota DPR itu nanti akan dirinci di persidangan sesuai kebutuhan pembuktian," ujar Febri.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.