Sukses

Saksi Ahli: KPK Boleh Tetapkan Tersangka Sebelum Penyidikan Usai

Menurut dia, soal dua alat bukti, sangat jelas tidak boleh ada satu saksi. Harus didukung bukti permulaan lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum pidana [Adnan Paslyadja](Adnan Paslyadja "") mengatakan seseorang bisa ditetapkan menjadi tersangka oleh penegak hukum, dalam hal ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski penyidikan belum selesai.

Hal ini disampaikan saat Adnan Paslyadja menjadi saksi ahli di sidang praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari KPK selaku termohon.

"Tidak (sampai penyidikan akhir). Karena di penyelidikan tidak bisa. Di penyidikan memang seseorang bisa ditetapkan jadi tersangka. KUHAP tidak mengenal pemisahan tahapan penyelidik dan penyidikan. Jadi bisa sesuatu dilakukan penyelidikan, baru ada tersangka," ucap Adnan di PN Jaksel, Rabu (27/9/2017).

Menurut dia, cukup dengan dua alat bukti permulaan. Hal ini pun sudah dimaknai oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Diketahui, dalam putusan MK bernomor 21/PUU-XII/2014, dalam pengujian KUHAP, menghilangkan frasa 'bukti permulaan', 'bukti permulaan yang cukup', dan 'bukti yang cukup' dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.

"Dua alat bukti permulaan sudah bisa. Itu sudah dimaknai oleh MK, dimana ada dua alat bukti permulaan, maka setiap orang bisa jadi tersangka," jelas Adnan.

Menurut dia, soal dua alat bukti, sangat jelas tidak boleh ada satu saksi. Harus didukung bukti permulaan lainnya.

"Kalau satu saksi, harus didukung bukti permulaan lainnya. Kalau dua saksi sudah dianggap dua, sepanjang bukan menerangkan persis yang sama. Kalau yang sama, bisa saja dijadikan hakim satu. Karena bisa saja tidak ada persesuaian," ungkap Adnan.

Sementara itu, dia juga menuturkan, alat bukti juga bisa didapat dari persidangan. Sepanjang prosesnya tidak langsung dijadikan alat bukti.

"Saya katakan boleh, tapi harus diproses ulang. Tidak boleh langsung dijadikan. Orangnya boleh sama, tapi harus diulang," pungkas Adnan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berhak Mengangkat Penyidik

Sementara itu, saksi ahli lainnya Feri Amsari mengatakan KPK berhak mengangkat penyidiknya sendiri. Baik itu dari kepolisian atau kejaksaan. Menurut dia ini juga tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 109/PUU-XIII/2015.

"Dalam putusan 109 menyatakan KPK berhak menyeleksi penyelidik dan penyidiknya sendiri. Dalam artian ini kewenangan konstitusional KPK mencari penyidik independennya sendiri agar tidak diintervensi lemabaga yang berpotensi terlibat kasus korupsi," ucap Feri di persidangan.

Karena itu, masih kata dia, dengan putusan MK, KPK mempunyai hak untuk memilih tim penyelidik dan penyidik, serta penuntut umumnya sendiri.

"Jadi dia bebas mau diambil dari polisi, kejaksaan, atau non-kepolisian, non-kejaksaan," tegas Feri.

Dia pun menegaskan, pengangkatan penyidik yang dari Kepolisian, akan otomatis melepaskan jabatannya. Setelah adanya SK pengangkatan dari KPK.

"MK sudah menafsirkan. Dan sudah jelas bahwa dengan adanya SK KPK itu, harusnya sudah langsung (berhenti)," jelas Feri.

Sebelumnya, Pengacara Setnov, Ida Jaka Mulyana, mempertanyakan status penyidik KPK yang masih berstatus aktif sebagai anggota Polri.

Menurut dia, status ganda anggota KPK dan masih aktif di Polri bertentangan dengan hukum. Hal tersebut dikatakannya dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 20 September 2017 kemarin.

"Ini tidak sesuai dengan pengangkatan penyidik KPK yang hanya mengakui penyidik Kejaksaan dan Polri sebagai pegawai KPK. Sehingga penyidik termohon tidak sah menurut hukum," kata Jaka.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.