Sukses

Kemendagri Tak Rekomendasikan Pemberhentian Sementara Ahok

Setelah disesuaikan undang-undang, Kementerian Dalam Negeri belum merekomendasikan pemberhentian sementara Gubernur DKI Jakarta Ahok.

Liputan6.com, Jakarta - Masa kampanye Pilkada DKI akan segera berakhir pada 11 Februari 2017. Usai masa cutinya, Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali aktif sebagai gubernur.

Namun, kembalinya Ahok ke Balai Kota menjadi pertanyaan karena saat ini calon gubernur nomor urut dua DKI Jakarta ini berstatus sebagai terdakwa terkait kasus dugaan penistaan agama.

Kementerian Dalam Negeri memberikan sinyal untuk mengembalikan posisi Ahok sebagai gubernur walaupun yang bersangkutan menyandang status terdakwa.

"Keputusan yang kami ambil terhadap pejabat pusat dan daerah yang bermasalah hukum apa pun, asas praduga tidak bersalah harus dikedepankan, kecuali OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan status terdakwa ditahan," kata Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, melalui pesan singkat, Jumat (10/2/2017).

Tjahjo mengatakan akan mempertanggungjawabkan keputusan terkait Ahok ini kepada Presiden Jokowi. Pasalnya, keputusan yang dia ambil dinilai sudah sesuai dengan undang-undang.

"Saya sebagai Mendagri akan mempertanggungjawabkan kepada Presiden, keputusan terkait Gubernur Ahok. Karena keputusan yang diambil sesuai undang-undang," ucap Tjahjo.

Di kesempatan berbeda, Kepala Biro Hukum Kemendagri, Sigit Pudjianto, kembali menegaskan, pihaknya masih menunggu dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di pengadilan.

Hal ini untuk menentukan status Gubernur DKI Jakarta nonaktif karena cuti kampanye Pilkada Jakarta.

"Jika tuntutan paling sedikit lima tahun maka akan memberhentikan sementara sampai ada keputusan hukum tetap," kata Sigit.

Pendapat Sigit itu mengacu pada Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), yang menyebutkan:

"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia".

Namun demikian, saat ini Ahok sudah berstatus sebagai terdakwa dengan dakwaan dua pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni pasal 156 atau pasal 156a.

Pada pasal 156 menyebutkan:

"Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribulima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara".

Sedang pasal 156a menyebutkan:

"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa."

Menurut Sigit, Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun. Oleh karena itu, Kemendagri masih menunggu kepastian pasal mana yang akan digunakan jaksa dalam tuntutan.

"Kami tidak mau gegabah mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara pak Ahok, karena bisa saja ada tuntutan balik," ujar Sigit.

Sigit menyatakan untuk memberhentikan seorang gubernur juga ada mekanismenya. Setelah ada laporan dari Kemendagri kepada Presiden, barulah dikeluarkan SK pemberhentian dari Presiden.

"Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sesuai UU Pemda, dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur," jelas Sigit.

Karena itu, Sigit menyimpulkan apabila belum ada kepastian tuntutan lamanya ancaman penjara kepada Ahok, hingga 11 Februari 2017 yang merupakan masa akhir cuti kampanye selaku petahana, maka Kemendagri tidak mengusulkan pemberhentian sementara Ahok sebagai Gubernur DKI.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini