Sukses

Sekjen DPR Diperiksa KPK Sebagai Saksi Damayanti Wisnu

Perkara suap ini terkuak ketika petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 13 Januari 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti Swasanani. Ia akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan tersangka, Damayanti Wisnu Putranti.

"Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DWP (Damayanti Wisnu Putranti)," ujar pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Kamis (4/2/2016).

Winantuningtyastiti diduga akan diperiksa seputar profil dan kegiatan Damayanti selama beraktivitas di parlemen sebagai anggota Komisi V DPR. Termasuk gaji Damayanti sebagai wakil rakyat.

Namun, saat tiba di Gedung KPK, Winantuningtyastiti yang selalu dipanggil KPK setiap lembaga antikorupsi tersebut mengusut perkara korupsi yang melibatkan anggota DPR belum mau menjelaskan.

"Nanti saja ya," ucap perempuan yang mengenakan kerudung serta batik cokelat ini seraya masuk ke gedung KPK.

Perkara suap ini terkuak ketika petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 13 Januari 2016. Selain menangkap mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu serta 2 orang dekat Damayanti yang bernama Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini, petugas juga menangkap pengusaha bernama Abdul Khoir.

Mereka ditangkap saat sedang melakukan transaksi suap. Uang yang diberikan Abdul Khoir ini diduga sebagai imbalan agar perusahaannya menjadi pelaksana proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku.

Damayanti, Dessy, dan Julia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap dan dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.