Sukses

Bawaslu Gandeng KPK dan PPATK Awasi Pilkada Serentak 2015

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengakui sulit untuk mengawasi tiap wilayah dari kecurangan pilkada serentak.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Pilkada serentak dilaksanakan pada Desember 2015 di 269.‎ Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengakui sulit untuk mengawasi tiap wilayah dari kecurangan pemilu.

Untuk mengatasinya, Bawaslu menggandeng insititusi lain untuk penguatan pengawasan.

"Bawaslu tidak bisa tegur lembaga penyiaran, maka digandeng KPI. Bawaslu tidak bisa sadap seseorang, maka KPK yang kita ajak kerjasama. Lalu periksa rekening orang dan alur transaksi, maka diajaklah PPATK," kata anggota Bawaslu Nasrullah, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (9/4/2015).

‎"Kita hadiri KPK, PPATK, bukan maksud menakut-nakuti," tegas dia.

‎Nasrullah menuturkan, bila koordinasi antarinstitusi dalam bidang pengawasan pemilu berjalan baik, maka kecurangan-kecurangan akan jauh terminimalisir. Sebab, ia yakin tidak ada kandidat kepala daerah yang mau ditangkap KPK.

"Kalau bagus tata kelola, maka orang tak mau ditangkap sama KPK. Kalau besok Bawaslu minta KPK buat sadap semua aktor pemilu, penyelenggaranya, pemerintah daerah yang ikut bermain untuk memobilisasi PNS atau manfaatkan BOS, bisa terminimalisir kecurangan," ungkap Nasrullah.

Meski demikian, Nasrullah mengakui hal tersebut sulit dilakukan. Sebab, masing-masing institusi memiliki tugas sendiri dan bukan fokus utama mereka mengurusi pemilu.

"Tapi integrasikan agak sulit.‎ Kami sadar lembaga lain tidak fokus pada pemilu saja, karena mereka ada tugas sendiri," ungkap Nasrullah.

Gerakan Sejuta Rakyat

‎Wakil Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi menambahkan, Bawaslu juga perlu melibatkan partisipasi masyarakat untuk turut mengawasi pilkada serentak mendatang.

"Saya masih ingat, tujuan gerakan relawan adalah menyiasati kemampuan Bawaslu dalam cover area. Jadi melibatkan sebanyak mungkin publik dalam pengawasan. Karena ini baru pertama kali diadakan, ada komunitas goverment diblender dengan yang nongoverment, jadilah gerakan sejuta relawan," papar Jojo.

Selain itu, keterlibatan para masyarakat atau relawan ini akan membawa keuntungan bagi Bawaslu sendiri. Jojo menuturkan masyarakat bisa jadi kontributor bagi Bawaslu untuk menyediakan data pilkada, seperti surveyor dalam hitung cepat yang dilakukan lembaga survei.

"Kalau Bawaslu mau coba-coba untuk melakukan sampel tentang perolehan suara seperti temen-temen yang quick count maka kawan-kawan relawan bisa jadi surveyor. Mereka di TPS dapat angka berapa masing-masing kandidat, langsung report ke Panwas," kata dia.

Jojo juga menjelaskan, hal ini akan membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak yang bertugas menghitung suara, untuk melakukan tugasnya lebih hati-hati. Sebab, Bawaslu memiliki data pembanding.

"Data-data ini bisa jadi second opinion untuk penghitungan KPU. Jadi Bawaslu punya hitungan sendiri dan KPU bisa lebih hati-hati," tandas Jojo. (Mut)‎

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini