Sukses

Ada 2 Putusan MA, Kejagung Belum Bisa Eksekusi Putusan Soal IM2

Dalam perkara IM2, Kejagung harus melihat dasar hukum perhitungan kerugian negara yang sudah dinyatakan tidak sah oleh putusan kasasi PTUN.

Liputan6.com, Jakarta - Munculnya 2 putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang bertentangan dalam perkara penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz antara PT Indosat Tbk dan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2), mendapat tanggapan dari sejumlah ahli hukum.

Ahli hukum administrasi dan korporasi Gunawan Widjaja menegaskan, Kejaksaan Agung tidak bisa serta merta melaksanakan keputusan kasasi MA jika ada 2 putusan kasasi yang bertentangan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Kejagung tidak bisa serta merta melakukan eksekusi Rp 1,3 triliun atas IM2 sebelum ada keputusan dari MA yang menyinkronkan 2 putusan kasasi yang bertolak belakang tersebut. Sebab, putusan kasasi PTUN yang menolak kasasi BPKP juga sudah inkrah, berarti putusan pidana tidak berlaku lagi," kata Gunawan, Kamis (13/11/2014).

Dalam perkara IM2 sendiri memang ada 2 putusan kasasi yang bertolak belakang. Putusan pertama menyatakan kerja sama Indosat dan anak usahanya tersebut dianggap merugikan negara sebesar Rp 1,3 triliun berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Hal itu tertuang dalam putusan Kasasi Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014, yang memutuskan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto dijatuhi hukuman pidana selama 8 tahun penjara disertai dengan denda sebesar Rp 300 juta, dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada manajemen IM2.

Sedangkan putusan lainnya adalah keputusan kasasi Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014, yang isinya menolak kasasi yang diajukan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi atas putusan PTUN perkara IM2.

Dalam putusan PTUN di tingkat pertama dan banding, PTUN memutuskan hasil perhitungan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun dalam perkara IM2 adalah tidak sah.

Putusan PTUN pada 1 Mei 2013 lalu mengabulkan gugatan mantan Dirut IM2, Indosat, dan IM2 terkait laporan audit BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara Rp 1,3 triliun dalam pembangunan jaringan frekuensi radio 2.1 GHz/3G oleh Indosat dan IM2.

Saat itu, dalam pertimbangannya, PTUN menyatakan, audit kerugian negara oleh BPKP dalam kasus Indosat-IM2 tidak sah. Pertama, BPKP dinilai tidak berwenang mengaudit badan hukum swasta, seperti Indosat dan IM2.

Menurut Gunawan, dalam perkara IM2, Kejagung harus melihat dasar hukum perhitungan kerugian negara yang sudah dinyatakan tidak sah oleh putusan kasasi PTUN. Memang, putusan kasasi pidana Nomor 282K/PID.SUS/2014 keluar terlebih dulu.

Namun, di saat putusan kasasi PTUN juga inkrah yang dikeluarkan setelahnya, maka otomatis dasar hukum untuk mengeksekusi uang pengganti oleh IM2 sebesar Rp 1,3 triliun tidak berlaku lagi. Karenanya, diharapkan MA turun tangan untuk mengatasi dua putusan yang tidak sinkron.

"Tapi ada jalan terakhir yang bisa dilakukan, yakni Peninjauan Kembali (PK)," ujarnya.

Pakar hukum administrasi dan korporasi Universitas Tarumanagera tersebut menegaskan, pada saat putusan PTUN sudah berlaku inkrah, maka putusan kasasi tidak ada artinya. Dia menambahkan, sudah selayaknya IM2 tidak memenuhi pembayaran uang pengganti Rp 1,3 triliun, sebab hasil putusan kepada PT IM2 tidak ada dasar hukumnya.

"Ini karena IM2 bukan pihak dalam perkara tersebut. Jadi eksekusi tidak bisa dilakukan,” tukas Gunawan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini