Sukses

Tindakan PPATK Blokir Rekening Rafael Alun Disebut Langgar Aturan, Pakar: Itu Kewenangan KPK

Pakar TPPU menyebut tindakan PPATK memblokir rekening mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo melanggar aturan. Pakar menyebut yang berhak memblokir yakni aparat penegak hukum.

Liputan6.com, Jakarta Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih menyebut tindakan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir rekening mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo melanggar aturan.

Yenti menyebut, PPATK tidak memiliki kewenangan memblokir rekening seseorang yang bersinggungan dengan hukum. Menurut Yenti, PPATK hanya bisa menunda sementara transaksi keuangan seseorang.

"Itu penundaan transaksi sementara bukan blokir. Kalau blokir tidak boleh," ujar Yenti saat dikonfirmasi, Selasa (28/3/2023).

Pernyataan Yenti ini juga dipertegas pengamat hukum Petrus Selestinus. Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara itu menyebut PPATK gegabah dalam memblokir rekening dan safe deposit box Rafael Alun.

"PPATK gegabah memblokir deposit box Rafael Alun. Karena pada saat ini KPK tengah melakukan pemeriksaan terhadap LHKPN Rafael Alun dan akan membandingkan dengan harta-harta Rafael Alun yang tidak dilaporkan dalam LHKPN, apakah termasuk deposit box," kata Petrus.

Menurut Petrus, yang memiliki kewenangan memblokir rekening maupun safe deposit box adalah aparat penegak hukum, dalam hal ini KPK. Itu pun, kata Petrus jika dalam pemeriksaan ditemukan adanya unsur pidana dalam kepemilikan harta Rafael Alun.

"Jika Rafael Alun dalam pemeriksaan khusus melalui mekanisme pembuktian terbalik dimana Rafael Alun akan menerangkan bagaimana asal-asal usul kekayaannya itu, apakah diperoleh secara sah atau tidak, dan jika terbukti diperoleh secara KKN maka KPK akan masukan pemeriksaan ke tahap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi," kata Petrus.

"Dan di situlah deposit box Rafael Alun diblokir dan disita oleh KPK, dan menjadi wewenang KPK. Jadi dalam hal deposit box Rafael Alun diblokir oleh PPATK, maka PPATK sudah mengambil alih wewenang KPK secara melawan hukum, karena kuasa untuk memblokir rekening kewenangan dan kuasa ada di KPK bukan PPATK," Petrus menambahkan.

Menurut Petrus, tindakan PPATK yang memblokir rekening dan safe deposit box Rafael Alun sudah mengambil kewenangan KPK. Petrus menyebut Rafael Alun bisa menggugat tindakan PPATK itu ke pengadilan.

"Rafael bisa menggugat PPATK ke praperadilan, karena upaya paksa yang dilakukan PPATK di tengah KPK sedang melakukan pemeriksaan LHKPN Rafael Alun. Kok wewenang KPK diserobot PPATK, kan aneh," Petrus menandasi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Tak Siap

Senada, pakar TPPU Pahrur Dalimunthe juga menyebut demikian. Menurut Pahrur, pemerintah tidak siap menghadapi kasus Rafael Alun ini. Pahrur mengatakan, pemerintah sempat membongkar paksa safe deposit box Rafael Alun. Padahal, menurut Pahrur tak ada aturan yang membolehkan pembongkaran paksa selama proses penanganan perkara belum ditingkatkan ke penyidikan.

Diketahui, sejauh ini penanganan perkara kepemilikan harta Rafael Alun oleh KPK masih dalam tahap penyelidikan.

"Tadi soal safe deposit box yang diblokir kemudian dibongkar paksa, dicek aturannya, saya kira, di aturan kita, di mana pun tidak ada aturan yang menyatakan boleh blokir, boleh bongkar paksa safe deposit box orang tanpa adanya penyidikan, tanpa adanya pro justisia," kata Pahrur.

"Akhirnya mereka bongkar katanya, dan cek aturannya ada katanya, padahal setahu saya yang namanya bongkar-membongkar, blokir-memblokir itu hanya boleh kalau pro justitia, memang PPATK punya kewenangan untuk penghentian sementara transaksi dan itu pun bukan blokir, dan itu pun batas waktunya cuma lima hari. Makanya saya bisa menyebut untuk kasus ini kita gagap sehingga lupa aturannya," Pahrur menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.