Sukses

Baju Adat Jadi Seragam Sekolah, Melestarikan Budaya tapi Memberatkan Kantong Orangtua

Aturan baru tentang baju adar atau baju daerah sebagai seragam sekolah ini mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak termasuk orangtua murid.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) beberapa waktu lalu mengumumkan kebijakan terbaru terkait seragam sekolah untuk tahun 2024. Sesuai Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022, mengatur pakaian seragam sekolah yang berlaku untuk siswa di tingkat SD dan SMA.

Kebijakan ini mencakup tiga jenis seragam seperti seragam nasional, seragam pramuka dan seragam adat atau baju adat. Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menetapkan model dan warna pakaian adat yang sesuai dengan kebudayaan lokal. Aturan baru ini mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak termasuk orangtua murid.

Salah satunya adalah Amelia yang punya dua orang anak yang duduk di bangku SD dan SMP. Wanita yang biasa disapa Amel ini mengeluhkan kebijakan yang dibuat Mendikbudristek Nadiem Makarim ini karena memberatkan dan bukan sesuatu yang urgent. Pasalnya, para orangtua harus kembali mengeluarkan uang untuk membeli baju adat dan mengganti seragam biasanya.

"Kita memang belum dapat pemberitahuan kapan aturan baru ini diberlakukan di sekolah anak saya, tapi kalau memang benar-benar akan diterapkan apalagi kalau samnpai jadu kewajiban kok rasanya agak memberatkan ya," kata Amel pada Liputan6.com, Kamis, 25 April 2024.

"Soalnya kalau baju adat mau itu kayaknya lebih mahal dari baju biasa. Kalau misalnya sewa mungkin jauh lenih murah, tapi nggak tahu juga sistem sewanya kayak apa, apa memang bisa disewa setahun misanya, apa minjem seminggu sekali,” tambahnya.

Selain itu, dia beranggapan jika aturan itu benar diterapkan, mencari baju daerah sewaan akan lebih sulit karena dipastikan ada banyak orangtua yang juga mau menyewa. Sementara bila harus membeli baju adat, Amel menganggap jika tak semua orangtua mampu membelinya.

Dengan memiliki dua anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP, hal itu menambah pekerjaan rumah (PR) Amel dan suaminya."Kalau bisa baju adat dipakai di event-event atau hari peringatan tertentu aja, misalnya ulang tahun Jakarta, hari Kartini atau 17 Agustus kayak Pak Jokowi yang pakai baju adat di ulang tahun kemerdekaan,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Jiwa Nasionalis

Menurut Amel, menggunakan baju adat atau baju daerah untuk anak-anak dari jenjang SD sampai SMA tidak menjamin siswa memiliki jiwa nasionalis yang tinggi. "Biasa aja sih kalau kata saya belum tentu menambah rasa nasionalisme. Itu kan tergantung anaknya juga dan gimana kita atau gurunya mengajarkan ke mereka. Kadang ada yang ditanya juga nggak begitu tahu sama baju adat,” tuturnya.

Soal dana atau biayanya biasanya jadi keluhan para orangtua murid bila ada aturan baru yang diterapkan termasuk tentang rencana baju adat jadi salah satu seragam sekolah. Untuk itu, biasanya para ahli keuangan menyarankan pada orangtua untuk menyiapkan biaya pendiidkan untuk anak sedini mungkin.

Hal itu bukan saja membuat para orangtua merasa lebih tenang saat anak-anak mereka mulai masuk sekolah. Bila nantinya ada hal-hal tak terduga yang mengharuskan orangtua murid mengeluarkan biaya seperti membeli atau menyewa baju adar sebagai , mereka sudah lebih siap secara finansial.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menyiapkan dana pendidikan atau semacamnya. Agar dana pendidikan tersebut tidak terlalu menguras gaji dalam jangka pendek ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan.Perencana keuangan Muhammad Andoko menuturkan, ketika mempersiapkan dana pendidikan saat tahun ajaran baru memang sebaiknya dilakukan jauh-jauh hari.

Untuk persiapan dana pendidikan itu, Ia mengatakan orangtua perlu memperhatikan besaran uang pangkal sekolah, kemudian apakah di sekolah tersebut masih memberlakukan uang pangkal atau tidak. Jangan lupa siapkan dana untuk biaya persiapan perpisahan sekolah, seragam dan biaya pendidikan lain dalam jangka pendek.

 

3 dari 5 halaman

Dana Pendidikan

Dana pendidikan biasanya diperlukan saat menyambut tahun ajaran baru misalkan naik kelas ketika di bangku sekolah. Andoko menyarankan sebaiknya menempatkan dana pendidikan di tempat likuid dan mudah diakses.

"Dana pendidikan dalam jangka pendek bisa ditempatkan di tabungan, reksa dana pasar uang, dan logam mulia. Karena dalam jangka pendek butuh uang sangat cepat. Jangan main-main tempatkan dan di pasar modal karena tak bisa kontrol dan kendalikan ekonomi makro di luar," terangnya pada Liputan6.com.

Andoko pun mengatakan agar mengatur keuangan lebih baik untuk dana pendidikan maka sebaiknya tentukan jumlah uang pendidikan yang diperlukan. Kemudian tempatkan dana pendidikan di portofolio investasi yang likuid dan mudah diakses atau dicairkan.

Sementara itu menurut Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan aturan baju adat jadi salah satu seragam sekolah akan jadi tantangan secara finansial bagi orangtua murid. Selama ini orangtua murid sudah mengeluarkan biaya untuk berbagai keperluan anak seperti untuk membeli buku, transportasi untuk anak dari rumah ke sekolah dan sebaliknya, biaya makan pagi atau makan siang dan kegiatan-kegiatan lain seperti aktivitas ekstra kurikuler (ekskul).

“Ada beberapa pos yang ditanggung pemerintah lewat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tapi tidak sedikit juga yang harus ditanggung oleh orangtua murid. Untuk seragam misalnya, banyak juga yang membeli sendiri,” kata Satriwan Salim selaku Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) pada liputan6.com, Jumat, 26 April 2024.

 

4 dari 5 halaman

Baju Adat yang Lebih Simpel

"Kebijakan baju adat ini juga bakal menambah pengeluaran orangtua siswa. Kalau memang aturan in iditerapkan di sekolah, kalau bisa pemerintah yang menyiapkan baju adat atau member subsidi untuk pengadaan baju adat di sekolah-sekolah," lanjutnya.

Selain itu, Satriwan menambahkan, penggunaan baju adat untuk seragam bisa dibuat lebih simpel tanpa harus mengunakan aksesori lain. Atau bisa juga sebaliknya, yang dipakai hanya aksesorinya saja atau bagian dari baju adat seperti blangkon yang biasa dipakai di berbagai daerah di pulau Jawa.

Alternatif lain yang lebih simpel adalah memakai baju batik karena beberapa daerah di Indonesia punya motif batik tersendiri sehingga bisa digolongkan sebagai baju adat atau baju daerag. Untuk masalah dana, bisa juga dibuat subsidi silang yaitu orangtua murid yang mampu tentunya bisa menbeli baju adar sendiri. Sedangkan mereka yang kurang mampu bisa mendapat dana dari pemerintah untuk membeli baju adat.

Satriwan memahami para guru termasuk di P2G bisa memahami niat pemerintah untuk melestarikan baju adat karena merupakan ciri dan budaya khas bangsa Indonesia. Di sis lain, niat yang baik itu diharapkan tidak menambah beban para siswa maupun orangtua siswa.

5 dari 5 halaman

Biaya Baju Adat Ditanggung Pemerintah

Jika aturan tersebut sudah dijalankan nantinya, baju adat yang sudah tidak digunakan lagi disarankan untuk diberikan pada siswa lain, terutama kalau kondisinya masih bagus. Pihak sekolah bisa saja mengkoordinir pengumpulan baju adat yang sudah tidak dipakai lagi dan kemudian dipinjamkan pada siswa lainnya.

"Siswa yang sudah lulus misalnya, baju adat yang pernah mereka gunakan bisa dikumpulkan pihak sekolah dan nantinya dipinjamkan pada adik kelasnya. Tapi ini baru bisa diterapkan kalau kebijakannya sudah dijalankan,” terangnya.

Namun yang paling ideal tentunya adalah pemerintah menanggung semua biaya untuk membeli atau menyediakan baju adat. Menurut Satriwan, selama ini para orangtua murid sudah dibebani dengan berbagai macam biaya yang harus dikeluarkan sehingga bantuan dari pemerintah akan sangat membantu meringankan beban mereka.

"Saya rasa pemerintah bisa mengcover semua ini karena anggaran pendidikan kita cukup besar, yaitu 20 persen ditambah 20 persen lagi dari pemerintah daerah. Jadi pengadaan baju adat ini bisa dibiayai oleh negara setidaknya untuk mereka yang kurang mampu, jadi tidak berarti semuanya harus disubsidi. Tapi jika pemerintah akan memberikan subsidi untuk semua siswa tentu itu akan sangat ideal," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini