Sukses

Skandal Iklan Terbaru H&M, Dituding Seksualisasi Anak dengan Seragam Sekolah

H&M menampilkan iklan dua anak berseragam sekolah yang didandani seperti orang dewasa.

Liputan6.com, Jakarta - H&M kembali disorot tajam. Fast fashion brand asal Swdia itu dituding menseksualisasi anak-anak lewat iklan seragam sekolah. 

Dalam iklan tersebut, terdapat dua anak perempuan berambut pendek yang berdiri saling berhadapan mengenakan gaun pinafore dan mencangklong tas punggung warna pink. Tertulis slogan, "Make those heads turn in H&M Back to School fashion (Buat semua orang menoleh dengan gaya busana Kembali ke Sekolah H&M)."

Mengutip laman itv.com, Selasa (23/1/2024), materi promosi tersebut dengan segera dikecam masyarakat. Sejumlah warganet mengekspresikan kekecewaan mereka terkait iklan tersebut. Rata-rata menyebut H&M telah menseksualisasi anak-anak. Ada pula yang menyebut iklan itu 'tidak pantas'.

"Apa yang sedang terjadi? Ini memuakkan, menseksualisasi anak-anak," tulis seorang warganet.

Pendiri dan kepala eksekutif Mumsnet, sebuah situs parenting, Justine Roberts mengatakan, "Pengguna Mumsnet telah lama mengkhawatirkan tentang budaya seksualisasi yang mengerikan ke dalam kehidupan anak-anak, itulah sebabnya kami meluncurkan kampanye 'Biarkan Anak Perempuan Tetap Menjadi Anak Perempuan' pada 2010."

"Sangat mengecewakan melihatnya, 14 tahun kemudian, peritel tetap membuat iklan tidak pantas yang menseksualisasi para gadis muda sebelum waktunya."

Pihak H&M dengan segera menarik materi iklan tersebut. "Kami telah menghapus iklan ini. Kami sangat menyesal atas pelanggaran yang ditimbulkan dan akan mempertimbangkan cara kami menyajikan kampanye ke depannya."

Langkah tersebut disambut baik oleh Roberts meski dengan catatan. "Meskipun kami senang bahwa H&M telah menerima kesalahan mereka dan menghapus iklan tersebut, iklan tersebut seharusnya tidak pernah dibuat. Pengguna kami akan dengan senang hati diyakinkan bahwa mereka mengambil langkah-langkah untuk memastikan semua orang di H&M memahami masalah ini dengan jelas sehingga masalah ini tidak terjadi lagi."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Skandal Sweater Monyet

Ini bukan kali pertama H&M menampilkan materi promosi produk yang menyinggung sejumlah pihak. Pada Januari 2018, peritel itu merilis iklan yang menampilkan model anak lelaki berkulit hitam yang didandani dengan sweater hijau bertuliskan 'coolest monkey in the jungle (monyet terkeren di hutan)' di bagian depan.

Iklan tersebut dengan segera dikecam publik karena dianggap bertindak rasis, termasuk Weeknd dan G-Eazy yang memutus kontrak mereka dengan H&M. Mengutip Washington Post, sejak skandal mencuat, orangtua dari model anak tersebut menyatakan bahwa mereka tidak percaya iklan tersebut rasis. Pihak perusahaan juga bertindak, termasuk menyewa pimpinan keberagaman dan membuat permintaan maaf secara terbuka di laman mereka. 

Tiga tahun sebelumnya, tepatnya pada November 2015, H&M Afrika Selatan juga tersandung kasus rasisme karena sedikitnya model kulit hitam yang ditampilkan dalam iklan mereka. Dalam cuitannya, H&M Afrika Selatan menjawab, "Pemasaran H&M berdampak besar dan penting bagi kami untuk menyampaikan citra positif. Kami ingin pemasaran kami menampilkan fesyen kami dengan cara yang menginspirasi, untuk menyampaikan perasaan positif."

Sindiran bahwa model berkulit putih menyampaikan lebih banyak 'citra positif' menambah bahan bakar api. H&M merespons lagi dengan lebih banyak cuitan, menegaskan bahwa mereka 'telah bekerja dengan banyak model dari berbagai latar belakang etnis dalam kampanye' mereka.

3 dari 4 halaman

Iklan Genosida Zara

Label fast fashion lain, Zara, juga memancing protes secara luas di dunia akibat materi iklan kontroversial mereka. Dalam kampanye dimaksud, model di iklan itu menampilkan patung-patung dengan anggota tubuh yang hilang dan boneka-boneka yang dibungkus kain putih yang dikelilingi puing-puing.

Beberapa aktivis mengatakan bahwa gambar-gambar tersebut meremehkan konflik yang terjadi di Gaza, Palestina. "Mereka mengolok-olok kami dan mengolok-olok anak-anak yang terbunuh dan rumah kami yang hancur," kata seorang aktivis dalam sebuah unggahan, dikutip dari Time, Selasa, 12 Desember 2023.

Pengguna telah berbagi foto kampanye tersebut bersama dengan adegan perang untuk menunjukkan ketidakpekaan. Tagar #BoycottZara menjadi trending di X pada Senin, 11 Desember 2023, sementara akun Instagram perusahaan tersebut dibanjiri dengan komentar mengenai bendera Palestina dan seruan untuk memboikot label tersebut.

Inditex, perusahaan pemilik Zara, akhirnya menurunkan sebagian materi iklan tersebut dan meninggalkan sisanya yang masih dibombardir komentar yang mengecam Zara. Mereka mengatakan kepada Al Jazeera, kemarin, bahwa penghapusan iklan untuk koleksi 'Atelier' perusahaan tersebut adalah bagian dari proses penyegaran konten yang normal.

4 dari 4 halaman

Model Palestina Dirundung Petinggi Zara

Mereka juga berdalih bahwa foto tersebut diambil pada September 2023, sebelum perang Israel-Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023. Merek tersebut juga mengatakan bahwa kampanye iklan tersebut dibuat pada Juli 2023 yang terinspirasi oleh penjahitan pria dari abad yang lalu. Inditex tidak menanggapi permintaan komentar dari laman TIME.

Ini bukan pertama kalinya Zara mendapat reaksi keras dari aktivis pro-Palestina. Pada 2022, para aktivis menyerukan masyarakat untuk berhenti berbelanja dari merek tersebut setelah pemilik waralaba toko Zara di Israel mengadakan acara kampanye untuk politisi sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir di rumahnya.

Insiden berlanjut pada 2021 setelah kepala desainer merek tersebut, Vanessa Perilman, menuliskan pesan bernada kebencian di Instagram kepada model berdarah Palestina, Qaher Harhash. Harhash diketahui aktif menyampaikan dukungan untuk tanah airnya melalui postingan dan Instagram Story.

Pada 9 Juni 2021, Perilman menanggapi salah satu unggahan Harhash dengan sentimen yang tendensius. "Mungkin jika masyarakat Anda berpendidikan, mereka tidak akan meledakkan rumah sakit dan sekolah yang didanai Israel di Gaza," tulis Perilman. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini