Sukses

PM Israel Netanyahu Ancam Tutup Perbatasan Gaza dan Mesir Sepenuhnya, Tak Bakal Izinkan Pengungsi Palestina Kembali ke Rumahnya

PM Israel Benjamin Netanyahu tak akan menganggap perang dengan Palestina selesai bila Koridor Philadephi yang menghubungkan Gaza dan Mesir ditutup sepenuhnya. Ia juga melarang warga Palestina kembali ke rumahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu semakin terang-terangan menunjukkan kejahatan perangnya. Yang terbaru, ia menyebut bahwa perbatasan antara Mesir dan Gaza 'harus' ditutup, sebagai langkah agar negara zionis itu bisa mengendalikan warga Palestina sepenuhnya.

Dalam jumpa pers, Sabtu, 13 Januari 2024, Netanyahu menyatakan tak akan menyatakan perang selesai sebelum sampai mereka menutup Koridor Philadephi, sebidang tanah sepanjang 14 km yang berfungsi sebagai zona penyangga di perbatasan antara Mesir dan Gaza.

"Kami akan menghancurkan Hamas, kami akan mendemiliterisasi Gaza, dan peralatan militer serta senjata mematikan lainnya akan terus memasuki wilayah selatan ini, jadi tentu saja kami harus menutupnya,” kata Netanyahu.

Mesir sebelumnya telah memperingatkan IsraelGaz terhadap operasi militer di koridor tersebut, menurut Ahram Online Mesir. Outlet berita yang dikelola pemerintah, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, melaporkan pada bulan Oktober bahwa setiap serangan Israel ke Koridor Philadelphi akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap perjanjian perdamaian Mesir-Israel pada 1979.

Pada hari yang sama, juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir Ahmed Abu Zeid mengatakan Mesir tetap memegang kendali penuh atas perbatasannya, dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Mesir Sada Al-Balad.

"Mesir sepenuhnya mengontrol perbatasannya dan mengendalikannya sepenuhnya, dan masalah ini tunduk pada hukum dan perjanjian keamanan antara negara-negara yang terlibat, jadi setiap pembicaraan mengenai masalah ini umumnya harus diawasi dan ditanggapi dengan sikap yang sudah dinyatakan," katanya, dikutip dari CNN, Minggu (14/1/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Netanyahu juga melarang pengungsi di Gaza utara kembali ke rumahnya saat perang sedang berlangsung. Ia berdalih keputusannya sejalan dengan hukum internasional. Para pemimpin Palestina telah bersumpah untuk tidak membiarkan perang mengusir warga Gaza dari rumah mereka secara permanen, dan AS mengatakan Israel harus mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke rumah mereka 'segera setelah kondisinya memungkinkan'.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Israel Puluhan Tahun Isolasi Gaza dari Dunia

Gaza berbatasan dengan Israel di dua sisi, dan pantai Mediterania serta wilayah udaranya juga berada di bawah blokade ketat Israel. Perbatasannya dengan Mesir, di kota Rafah, adalah satu-satunya titik penyeberangan yang tidak dikendalikan oleh Israel, meskipun aksesnya masih terbatas dan proses birokrasi dan keamanan Mesir yang panjang.

Para pejabat Israel belum memutuskan secara pasti bagaimana mereka akan melanjutkan penutupan perbatasan Gaza dengan Mesir,. Menurut Netanyahu, hal ini akan menandakan kontrol baru Israel atas wilayah tersebut yang belum pernah terlihat selama bertahun-tahun dan sebuah pukulan terhadap kedaulatan terbatas Palestina di Gaza.

Israel menduduki Gaza hingga 2005, ketika Israel menarik pasukan dan pemukimnya. Pada 2006, Hamas meraih kemenangan telak dalam pemilihan legislatif Palestina – pemilu terakhir yang diadakan di Gaza. Namun, Israel tidak pernah melepaskan kendali atas sebagian besar wilayah pesisir tersebut.

Selama hampir 17 tahun, Gaza hampir sepenuhnya terputus dari dunia luar, dengan adanya pembatasan ketat terhadap pergerakan penduduknya. Warga kemudian menggunakan jaringan terowongan bawah tanah di wilayah kantong tersebut untuk membawa barang-barang komersial, manusia, dan senjata – yang merupakan alasan utama Israel ingin memutus wilayah tersebut dari Mesir.

3 dari 4 halaman

Tindakan Israel Dikritik Dunia

Blokade Israel yang sudah berlangsung lama telah dikritik habis-habisan oleh badan-badan internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam laporan 2022 dikatakan bahwa pembatasan mempunyai “dampak besar” terhadap kondisi kehidupan di Gaza dan telah 'merusak perekonomian Gaza, mengakibatkan tingginya pengangguran, kerawanan pangan dan ketergantungan bantuan'.

Namun, Israel selalu berdalih bahwa blokade tersebut sangat penting untuk melindungi warganya dari Hamas. Setelah serangan 7 Oktober 2023, pemerintahan Netanyahu mendeklarasikan “pengepungan total” terhadap Gaza dan menutup semua jalur penyeberangannya, menjadikan Rafah sebagai satu-satunya jalan untuk negosiasi pengiriman pasokan bantuan kemanusiaan dasar seperti makanan dan air, dan untuk evakuasi warga negara asing.

Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah bantuan diizinkan masuk ke Gaza melalui penyeberangan perbatasan Kerem Shalom Israel, menyusul tekanan diplomatik yang kuat dari Amerika Serikat dan pihak lain. Namun, kelompok-kelompok kemanusiaan mengatakan bantuan tersebut masih jauh dari cukup dan memperingatkan akan meningkatnya risiko kelaparan bagi penduduk Gaza yang terisolasi jika pembatasan impor oleh Israel terus berlanjut.

Dalam tiga bulan pengepungan, lebih dari 23.000 orang telah terbunuh di Gaza, menurut otoritas kesehatan di daerah kantong yang dikuasai Hamas. Hampir 70 persen dari mereka yang terbunuh adalah perempuan dan anak-anak, kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB dalam laporan Desember 2023.

4 dari 4 halaman

Seret Israel ke Mahkamah Internasional

Tindakan kejahatan yang dilakukan Israel pada warga Palestina di Gaza mendorong Afrika Selatan mendaftarkan gugatan atas tuduhan genosida yang dilakukan Israel ke Mahkamah Internasional pada Desember 2023. Mengutip Chanel News Asia, Jumat, 12 Januari 2024, Afrika Selatan yang pernah mengalami apartheid meminta hakim untuk menerapkan tindakan darurat yang memerintahkan Israel untuk segera menghentikan serangan tersebut.

Dikatakan bahwa serangan udara dan darat Israel – yang menurut otoritas kesehatan Gaza telah menghancurkan sebagian besar wilayah kantong pantai yang sempit dan menewaskan lebih dari 23.000 orang – bertujuan untuk menimbulkan "kehancuran penduduk" di Gaza. Namun, Israel berkeras menolak tuduhan tersebut di pengadilan tinggi PBB pada Jumat, 12 Januari 2024.

Penafsiran Afrika Selatan atas peristiwa tersebut "sangat terdistorsi", kata penasihat hukum Kementerian Luar Negeri Israel, Tal Becker, di Mahkamah Internasional. "Jika ada tindakan genosida, maka tindakan tersebut dilakukan terhadap Israel," dan menambahkan: “Hamas berupaya melakukan genosida terhadap Israel."

Israel melancarkan perang habis-habisan di Gaza setelah terjadi serangan lintas batas pada 7 Oktober oleh militan Hamas, yang bersumpah akan menghancurkan Israel. Pejabat Israel mengatakan 1.200 orang tewas, sebagian besar warga sipil, dan 240 orang disandera saat kembali ke Gaza.

“Israel berada dalam perang pertahanan melawan Hamas, bukan melawan rakyat Palestina, untuk memastikan bahwa mereka tidak berhasil," kata Becker, menambahkan: "Komponen kunci dari genosida, niat untuk menghancurkan suatu bangsa secara keseluruhan atau sebagian, benar-benar kurang".

    

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini