Sukses

Mikroplastik di Awan Bisa Memperburuk Perubahan Iklim hingga Mengontaminasi Makanan dan Minuman

Mikroplastik telah ditemukan di awan, yang menurut para ilmuwan berkontribusi terhadap perubahan iklim. Kehadiran mikroplastik di awan berisiko mengkontaminasi segala sesuatu yang kita makan dan minum.

Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti menemukan beberapa jenis polimer dan karet di dalam air awan yang mengelilingi Gunung Fuji, gunung terbesar di Jepang, dan Gunung Ōyama. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Chemical Letters, semakin mengumpulkan bukti yang menunjukkan bahwa polusi plastik telah menyusup ke sebagian besar ekosistem di Bumi.

Mengutip dari laman Euro News, Sabtu (30/9/2023), fragmen plastik yang lebih kecil dari 5 mm atau kira-kira seukuran biji wijen telah ditemukan di bagian terjauh di planet ini dan di bagian paling intim tubuh manusia, termasuk darah, paru-paru, dan plasenta wanita hamil. "Sepengetahuan kami, penelitian ini adalah yang pertama mendeteksi mikroplastik di udara dalam air awan di troposfer bebas dan lapisan batas atmosfer," tulis para ilmuwan.

Inilah mengapa penemuan ini bukan saja tidak wajar namun juga mengkhawatirkan bagi iklim kita. Lalu bagaimana mikroplastik di awan berkontribusi terhadap perubahan iklim?

Air awan dikumpulkan di puncak dua gunung Jepang pada ketinggian antara 1.300--3.776 meter. Puncak Gunung Fuji terletak di troposfer bebas, sedangkan Gunung Ōyama memuncak di lapisan batas atmosfer di mana keduanya berada di lapisan terendah atmosfer bumi.

Para ilmuwan kemudian menggunakan teknik pencitraan canggih untuk menentukan ada atau tidaknya mikroplastik. Mereka menemukan sembilan jenis polimer berbeda dan satu jenis karet dalam mikroplastik di udara. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kerusakan Lingkungan di Masa Depan

Awan tersebut mengandung sebanyak 14 potong plastik per liter air dengan ukuran berkisar antara 7 hingga 95 mikrometer; sedikit di atas rata-rata lebar rambut manusia yaitu 80 mikrometer. Plastik bersifat hidrofobik tetapi menjadi hidrofilik (artinya suka air) setelah terpapar sinar ultraviolet dalam waktu lama, jelas para penulis.

Banyaknya polimer ini di beberapa sampel menunjukkan bahwa mereka mungkin bertindak sebagai “inti kondensasi” awan es dan air. Inti kondensasi adalah partikel kecil tempat uap air mengembun di atmosfer, sehingga penting untuk pembentukan awan.

"Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa mikroplastik di ketinggian dapat mempengaruhi pembentukan awan dan, pada gilirannya, dapat mengubah iklim," menurut para ilmuwan.

"Mikroplastik di troposfer bebas terangkut dan berkontribusi terhadap polusi global," kata penulis utama penelitian tersebut, Hiroshi Okochi dari Universitas Waseda.

Lebih lanjut peneliti mengungkap, jika isu 'polusi udara plastik' tidak ditangani secara proaktif, risiko perubahan iklim dan ekologi dapat menjadi kenyataan. Hal ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius dan tidak dapat diubah di masa depan.

3 dari 4 halaman

Bagaimana Mikroplastik Bisa Mencapai Awan?

Bagaimana mikroplastik bisa mencapai awan? Mikroplastik memiliki banyak sumber potensial, mulai dari microbeads dalam kosmetik hingga pupuk dan degradasi benda-benda besar seperti kantong plastik.

Seperti yang ditulis oleh penulis dengan sedikit pernyataan yang meremehkan, plastik telah menjadi sangat populer. Meskipun sudah banyak penelitian mengenai pelepasan fragmen-fragmen kecil ini ke lingkungan laut dan darat, penelitian mengenai mikroplastik di udara masih sangat terbatas.

Ada berbagai cara mereka bisa masuk ke atmosfer. Debu jalan raya, tempat pembuangan sampah, keausan ban, dan rumput buatan merupakan titik masuk potensial dari daratan.

Laut juga dapat mengirimkan mikroplastiknya ke angkasa melalui semprotan air laut dan “proses aerosolisasi” lainnya – di mana partikel-partikelnya dibuat cukup ringan untuk dibawa ke udara. 

"Ini menyiratkan bahwa mikroplastik mungkin telah menjadi komponen penting dari awan, mencemari hampir semua yang kita makan dan minum melalui 'curah hujan plastik',"menurut pernyataan tentang studi dari Universitas Waseda.

Para peneliti menambahkan bahwa, troposfer bebas merupakan jalur penting bagi pengangkutan polutan udara jangka panjang karena kecepatan angin yang kencang. Telah diamati pula bahwa mikroplastik di udara juga terbawa di troposfer bebas dan berkontribusi terhadap polusi global. 

4 dari 4 halaman

Permasalahan Sampah Plastik

Mengutip kanal News, Liputan6.com, Sabtu (30/9/2023), sampah plastik sudah menjadi permasalahan lingkungan yang sangat serius di seluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia sebagai negara peringkat ke-4 penduduk terbanyak dengan tingkat konsumsi yang juga tinggi.

Plastik sebagai bahan yang awalnya dirancang memudahkan berbagai segi kehidupan manusia, malah menjelma menjadi ancaman serius bagi ekosistem bumi. Setiap tahunnya, sebanyak jutaan ton sampah plastik yang dihasilkan oleh rumah tangga dan industri turut berkontribusi mencemari sungai, pesisir pantai, lautan, sampai daratan.

Sifat plastik yang unik dan multifungsi telah membuatnya menjadi bahan yang sangat penting dalam berbagai industri. Seperti fleksibilitasnya, tahan terhadap korosi, ringan hingga menjadi kemasan praktis. Namun, di balik itu sifat plastik itu terdapat dampak besar terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Plastik yang terbuang ke laut bisa mencemari ekosistem laut dan mengancam organisme yang memakan mikroplastik. Karena plastik tidak mudah terurai, sehingga menyebabkan masalah global yang terus tumbuh. Lebih dari itu, pengolahan sampah plastik yang tak tepat dapat melepaskan polutan berbahaya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini