Sukses

Instalasi Depot Jamu Seduh yang Refleksikan Perjuangan Perempuan di Masa Krisis

Pameran "Jamu Ngatiyem" merupakan karya seniman asal Sidoarjo, Syska La Veggie, yang merefleksikan perjuangan perempuan di dua masa krisis berbeda.

Liputan6.com, Jakarta - Jamu bukanlah minuman keseharian dalam level biasa-biasa saja. Saking lekat dengan kultur masyarakat Indonesia, elaborasinya telah hadir dalam berbagai bentuk, termasuk pameran seni.

Yang terbaru, Goethe-Institut Indonesien menghadirkan pameran "Jamu Ngatiyem" yang merupakan karya seniman asal Sidoarjo, Syska La Veggie. Mengutip siaran pers di situs webnya, Sabtu, 12 Agustus 2023, ini merupakan seri pameran perdana Goethe Haus Foyer yang masih akan berlangsung sampai 27 Agustus 2023.

Karya instalasi media campuran ini membicarakan kompleksitas posisi perempuan dan strateginya bertahan hidup di masa krisis, catatnya. Mengambil bentuk instalasi depot jamu seduh, "Jamu Ngatiyem" membicarakan tragedi berdampak besar di waktu berbeda.

Krisis moneter pada 1998 dan pandemi COVID-19 jadi peristiwa dahsyat di era masing-masing, yang tentunya berdampak terhadap perempuan, seperti "kekerasan dan beban ganda yang lebih besar." Karya ini juga mengangkat pengalaman ibu Syska, Ngatiyem, yang pernah berjualan jamu seduh untuk membantu menopang ekonomi keluarga.

Syska kemudian mengadopsi nama ibunya sebagai judul karya. Ia dan ibunya mempunyai pengalaman serupa, kendati mengalami zaman berbeda. Ibunya tumbuh di era Orde Baru dengan sistem Ibuisme negara yang patriarki, sementara Syska tumbuh di era pasca-reformasi 98 yang mempercayai feminisme.

"Sebagai sesama perempuan dan ibu pekerja yang menopang perekonomian keluarga dalam masa krisis berbeda, jamu jadi metafor, medium, dan ekspresi visual dalam karya ini," ucap Syska.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jamu Berbahan Kunyit dan Kencur

Lebih lanjut disebut bahwa jamu sendiri mempunyai arti doa dan penyembuhan. "Syska dan ibunya, pada gilirannya, sama-sama hidup sebagai 'generasi roti lapis' yang terperangkap dalam jebakan tanggung jawab keluarga ke atas (orangtua) dan ke bawah (anak)," catatnya.

Dalam karya ini, Syska menyediakan jamu berbahan kunyit dan kencur, serta kata-kata sugesti yang jadi judul masing-masing jamu. Ini termasuk "Jamu Tolak Rasisme," "Jamu Galian Demokrasi," "Jamu Tuntas Patriarki," "Jamu AntiKorupsi," "Jamu Sehat Normal Baru," serta dua varian baru yang dihadirkan khusus untuk seri pameran ini.

Selain itu, terdapat pula pelengkap jamu seperti madu, anggur kolesom, jeruk nipis, dan permen kayu putih. Di saat-saat tertentu, Syska akan melakukan performance art menyeduh jamu sesuai pilihan pengunjung dengan mengenakan pakaian APD lengkap.

"Jamu Ngatiyem" disebut sebagai hasil dari program residensi selama enam minggu yang dijalankan Syska di Yogyakarta bersama Ruang MES 56 dengan Cemeti-Institute for Art and Society.

3 dari 4 halaman

Melukis Cat Air dengan Jamu

Dalam keterangannya, Kepala Program Budaya Goethe Institut Indonesien, Dr. Ingo Schoningh, berkata, "Seri pameran Goethe Haus Foyer berangkat dari keinginan untuk terus mendorong penggunaan ruang-ruang di Goethe-Institut Jakarta, secara spesifik foyer di tempat pertunjukan Goethe Haus, sebagai tempat bagi seniman memamerkan karya mereka, berinteraksi dengan publik, hingga mengedarkan wacana terbaru."

Pameran ini dapat dikunjungi di halaman tengah Goethe-Institut Jakarta pukul 12.00--20.00 WIB. Sebagai catatan, mereka tutup setiap hari Senin. Kemudian, khusus hari ini, Minggu (13/8/2023), pihaknya bakal mengadakan lokakarya melukis cat air untuk anak-anak secara gratis.

Mengutip unggahan Instagram Goethe Institut Indonesien, pekan ini, ditulis bahwa melalui lokakarya ini, Syska mengajak anak-anak usia 6--15 tahun untuk melukis dengan teknik cat air menggunakan media bubuk jamu, serta berbagai eksperimen menyenangkan lain.

Peserta harus daftar terlebih dulu melalui tautan yang sudah diinformasikan untuk mengikuti agenda yang akan berlangsung pada Minggu, pukul 15.00 WIB tersebut.

4 dari 4 halaman

Lekatnya Pelestarian Jamu dengan Peran Perempuan

Sejalan dengan gagasan instalasi jamu Syska, pelestarian jamu memang lekat dengan peran perempuan. Dalam catatan sejarahnya, merujuk buku Jamu Gendong Solusi Sehat Tanpa Obat yang ditulis Sukini, seperti dikutip 25 Januari 2023, sejak dulu sampai sekarang, penjual jamu gendong kebanyakan adalah perempuan.

Konsep berjualan dengan menggendong barang dagangan ini jadi sesuatu yang terbilang menarik. Penjual jamu gendong biasa menggendong bakul jamunya dengan kain panjang, baik kain batik maupun lurik, sebagai salah satu ciri khas perempuan Jawa ketika membawa sesuatu.

Para perempuan Jawa, khusus pada zaman dahulu atau di daerah pedesaan, pun membawa aneka barang dengan cara digendong, termasuk ketika membawa kayu bakar, air di dalam jerigen, bahan-bahan pangan, dan hasil pertanian. Inilah yang jadi asal-usul jamu gendong di Indonesia.

Membawa sesuatu dengan cara digendong ini pun menyimpan makna tertentu. Menggendong identik dengan seorang ibu yang membuai bayinya dalam gendongan. Karena itu, para perempuan Jawa yang membawa barang dagangannya dengan cara digendong dimaknai membawa barang dagangan seperti halnya membawa anaknya sendiri.

Barang dagangan merupakan sarana mencari rezeki, sehingga harus dibawa dengan baik, ditawarkan dengan baik, dan disajikan dengan baik. Rezeki pun dicari dengan niat dan cara yang baik. Dengan demikian, usaha mencari rezeki dan apa yang didapat diharapkan memperoleh berkah dari Tuhan.

 

Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.