Sukses

El Nino Datang, Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan Makin Meningkat

Dampak fenomena el nino makin signifikan saat ini, khususnya terkait potensi kebakaran lahan di berbagai daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim di Indonesia kini telah mencapai titik yang sangat memprihatinkan, diperparah dengan fenomena El Nino. Fenomena El Nino, meskipun telah dikenal sejak masa lalu, baru-baru ini dampaknya menjadi semakin nyata dan signifikan.

Christian Natalie, General Manager dari Hutan Itu Indonesia (HII), menjelaskan dampak yang ditimbulkan oleh peralihan fenomena cuaca dari La Nina ke El Nino. Menurutnya, perubahan ini menyebabkan jenis angin berubah dari yang biasanya basah menjadi kering, sehingga menciptakan iklim yang panas dan kondisi yang kondusif untuk terjadinya kebakaran.

"Karena angin yang kering, sehingga sensitif jika kena panas (matahari) dan mudah terjadi kebakaran," ucapnya saat sesi Kelas Belajar "Jaga Bumi" Belajaraya 2023 di Jakarta, Sabtu, 29 Juli 2023.

Christian Natalie yang akrab disapa Tian menambahkan, peralihan dari La Nina menuju El Nino membuat tanah dan vegetasi menjadi kering dan mudah terbakar. Kondisi ini, kata dia, memperbesar potensi terjadinya kebakaran hutan, terutama di daerah-daerah yang rawan seperti Kalimantan dan Sumatera.

Kebakaran hutan tidak hanya merusak ekosistem dan habitat satwa liar, tapi juga melepaskan sejumlah besar karbon dioksida ke atmosfer, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global.

"Jejak karbon jadi masalah utama karena polusi tidak bisa keluar dari atmosfer," katanya. Tian mengungkapkan karbon dioksida menjadi penyumbang terbesar perubahan iklim di Indonesia.

Jejak karbon, hasil dari emisi gas rumah kaca, telah meningkat secara signifikan sejak revolusi industri. Salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan meminimalkan penggunaan kendaraan bermotor dan mengurangi penggunaan listrik.

"Memakai kendaraan umum, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, dan kurangi listrik karena itu pakai batu bara, jadi itu akar perilaku untuk mencegah perubahan iklim di Indonesia," jelas Tian.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ajak Anak Muda

Tian tidak hanya fokus pada isu perubahan iklim di Indonesia, tetapi juga menyoroti isu lingkungan lainnya, khususnya yang berhubungan dengan hutan. Menurutnya, seringkali hutan terabaikan dalam diskusi mengenai lingkungan.

"Kita sadar, suhu hutan jarang dibicarakan saat membicarakan isu kelingkungan," kata Tian.

Hutan Itu Indonesia (HII) adalah inisiatif yang ditempuh oleh sekelompok anak muda yang memiliki hubungan yang kuat dengan hutan. Tian, salah satu tokoh penting di balik HII, menekankan tujuan utama gerakan ini, yaitu memperbaiki pemahaman dan pendekatan terhadap isu hutan baik di Jawa maupun di luar Jawa. Menurut Tian, terdapat bias dalam persepsi masyarakat dan pemerintah mengenai hutan, khususnya dalam konteks bagaimana hutan dikelola dan diproteksi.

"Pemberian edukasi kepada orang awam memiliki peran untuk mengajak orang hingga akhirnya mereka mau beraksi karena mereka sudah paham apa yang mereka ingin bawa," jelas Tian.

Tian menekankan betapa pentingnya mengedukasi masyarakat perkotaan tentang korelasi antara konsumsi energi, aktivitas ekonomi, dan kondisi hutan. Dia percaya bahwa banyak orang di kota tidak menyadari sejauh mana pengaruh gaya hidup mereka terhadap alam, khususnya hutan.

"Dengan menggunakan istilah yang lebih sederhana, banyak orang tidak tahu apa itu deforestasi, jadi kita bisa sebut saja sebagai pengalihan hutan," ungkapnya.

3 dari 4 halaman

Urgensi Isu Keberlanjutan

Diah R. Sulistiowati, pemimpin tim Komunikasi dan Pendidikan dari World Wildlife Fund (WWF), juga menyampaikan kekhawatiran mendalam terhadap kondisi lingkungan global saat ini. Dalam kesempatan yang sama, Diah mengutarakan bahwa keadaan lingkungan saat ini sudah berada di ambang krisis yang mendalam.

Perempuan yang akrab dipanggil Sulis menambahkan bahwa perubahan signifikan harus segera terjadi jika kita ingin menghindari kerusakan lingkungan yang tak terbalikkan. "Mulai saat ini, suhu bumi meningkat, es di kutub mencair yang dampaknya bisa merambah kemana-mana mulai dari permukaan laut yang naik, sampai timbulnya penyakit-penyakit baru," jelas Sulis.

Sulis memberikan pernyataan bahwa Belajaraya 2023, sebuah acara yang diselenggarakan oleh organisasi Semua Guru Semua Murid (SMSG), telah memberikan platform bagi WWF untuk mengkomunikasikan isu-isu lingkungan ke masyarakat dan mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam penyelamatan lingkungan.

Terkait evaluasi kondisi lingkungan, Sulis menawarkan metode yang sederhana. Dia menyarankan bahwa pemantauan keberadaan capung di suatu lingkungan bisa menjadi indikator apakah lingkungan tersebut sehat atau tidak.

"Capung adalah indikator suatu lingkungan itu baik. Kalau tidak ada capung di sekitar rumah, berarti lingkungan dan ekosistem itu buruk," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Fenomena El Nino di Indonesia

Melansir kanal Hot Liputan6.com pada 10 Mei 2023, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia ungkap setelah 3 tahun berturut-turut terjadi La Nina sejak tahun 2020, diprediksi pada tahun 2023 akan terjadi fenomena El Nino di Indonesia. El Nino akan memicu terjadinya penurunan curah hujan atau menuju kemarau.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan persnya di laman website resmi BMKG, menyampaikan untuk segera melakukan antisipasi adanya fenomena El Nino di Indonesia ini.

"Perlu aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir," ungkapnya.

Dampak El Nino perlu diwaspadai. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dalam keterangan resminya dikutip pada Rabu, 10 Mei 2023, ungkap El Nino di Indonesia memicu kekeringan, minimnya curah hujan akan meningkatkan jumlah titik api, sehingga rawan menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Wilayah yang terdampak El Nino di Indonesia, diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan air bersih. Oleh karena itu, perlu aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan akan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir.

Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat lebih optimal menyimpan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. Hal ini dapat membantu mengurangi dampak bencana meteorologis El Nino di Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.