Sukses

Bocah 11 Tahun Alergi Sinar Matahari, Pakai Selang Oksigen Sejak Lahir

Hingga saat ini belum ada obat yang ampuh mengatasi alergi sinar matahari.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang gadis cilik berusia 11 tahun didiagnosis mengalami alergi sinar matahari. Penyakit itu terdiagnosis saat ia berusia 5 tahun.

Sophie Gray, nama gadis cilik itu, baru berusia delapan minggu ketika didiagnosis menderita sleep apnea, gangguan tidur serius yang ditandai oleh henti napas berulang kali. Sejak lahir, ia menggunakan selang oksigen untuk membantunya bernapas.

Pada 2016, saat usianya masih lima tahun, ia mengalami masalah kulit yang seperti eksim. Keluarganya berpikir untuk membawa Sophie ke pantai dengan harapan air laut akan meredakan penyakitnya.

Namun, Kate, sang ibu, menyadari bukan itu masalah yang dihadapi putrinya setelah ruam pada kulit anaknya melepuh. "Dia (Sophie) didiagnosis menderita actinic prurigo yang merupakan alergi terhadap sinar UV," kata Kate, dikutip dari NY Post, Sabtu (19/11/2022).

"Dia pada dasarnya alergi terhadap sinar matahari," imbuh dia.

Penyakit yang diidap bocah asal Australia itu belum ada obatnya hingga kini. Meski begitu, kondisinya bisa ditangani. Ia menjalani perawatan fototerapi, sebuah pengobatan yang dirancang untuk mengeraskan permukaan kulit dan membuatnya kurang sensitif terhadap paparan sinar matahari. 

Kondisinya perlahan membaik. Sejak tiga minggu lalu, ia tak lagi menggunakan selang oksigen untuk membantunya bernapas. 

Selama Sophie dirawat, keluarganya dibantu sesecara finansial oleh Rumah Amal Ronald McDonald (RMHC). Mereka juga difasilitasi akomodasi. "Kami sudah di sini selama delapan minggu dan tidak perlu khawatir untuk membayar akomodasi," kata Kate.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dapat Bantuan

Selain tempat tinggal sementara, Kate dan keluarganya juga mendapat makan malam dan kesempatan tamasya. "Beban kekhawatiran tentang di mana kami akan tinggal kini sudah hilang," ucapnya.

Dengan fasilitas rumah singgah, keluarganya bisa menginap di tempat yang dekat dengan rumah sakit tempat Sophie dirawat. Mereka juga tak perlu khawatir membayar karena fasilitas itu tersedia gratis.

Kate menambahkan bahwa keluarganya kini memiliki banyak teman di RMHC, membuat situasi yang sulit menjadi lebih indah. "Mereka memiliki waktu yang menyenangkan di rumah dan membuat beberapa kenangan yang luar biasa, makan malam Natal, kunjungan dari kuda mini, tiket kebun binatang, dan anjing terapi yang berkunjung."

"Ini adalah rumah kedua kami. Kami merasa seperti tiba di rumah liburan ketika kami tiba."

RMHC adalah badan amal independen yang membantu lebih dari 46.000 anak-anak yang sakit parah atau terluka dan keluarga mereka setiap tahun. Selain itu, Retre t Keluarga Ronald McDonald memberi keluarga dengan anak-anak yang sakit parah akomodasi gratis selama seminggu di salah satu dari lima Retret Keluarga Ronald McDonald di seluruh Australia yang sangat membutuhkan liburan.

 

3 dari 4 halaman

28 Kali Kanker Kulit

Kondisi serupa juga diidap seorang wanita dari California, Amerika Serikat, bernama Andrea Ivonne Monroy, Perempuan yang kini berusia 29 tahun itu 28 kali didiagnosis mengalami kanker kulit karena alergi terhadap sinar matahari.

Dikuti dari India Times, Andrea mengidap Xeroderma pigmentosum, yakni kelainan genetik yang mengakibatkan penderitanya menjadi sangat sensitif terhadap sinar matahari. Gejalanya tidak hanya pada kulit saja, tapijuga memengaruhi penglihatan dan pendengaran.

Andrea mengatakan dia telah didiagnosis mengidap kanker kulit sejak dia masih kecil, dan mengalami menopause dini sejak umur 23 tahun. Kondisinya tersebut juga membuat tubuhnya lebih cepat tua.

"Sudah lama sekali, tapi saya telah menerima siapa saya. Saya sudah menerima kondisi saya dan tidak lagi merasa kehilangan," katanya, dikutip dari kanal Citizen Liputan6.com.

Karena kondisi penyakitnya, ia terpaksa menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah. Bahkan, dia tidak bisa keluar ke balkonnya pada siang hari untuk melihat matahari terbit atau merasakan angin pagi.

 

4 dari 4 halaman

Pengukur UV

Individu yang mengidap kondisi langka ini diklaim memiliki harapan hidup rata-rata hanya 37 tahun. Meski begitu, Andrea optimistis tentang masa depannya dan mengambil semua tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengurangi risiko.

Karena kondisinya tersebut, hingga kini dia masih harus menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah dan hanya keluar pada malam hari. Dia bahkan harus terus memeriksa UV dan membawa pengukur surya setiap saat.

"Saya hanya keluar pada siang hari jika ada janji dengan dokter dan harus memakai pakaian pelindung. Bahkan jika mendung atau hujan, saya harus memakai baju lengan panjang, topi, dan pelindung wajah," ungkap Andrea.

Diagnosis kanker terbarunya adalah pada Oktober 2020. Sebelumnya, dia telah menjalani beberapa kali operasi untuk mengangkat kanker kulit.

Alergi sinar matahari memiliki beberapa jenis, seperti solar urticarial, photoallergic eruption, dan actinic prurigo. Tapi, jenis yang paling banyak diidap adalah polymorphic light eruption (PLE). Gejala alergi sinar matahari hampir mirip dengan tanda-tanda yang ditunjukkan kulit terbakar matahari atau sunburn. Dibutuhkan pemeriksaan oleh dokter untuk membedakan gejala kedua gangguan ini dan mendapatkan diagnosis yang tepat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.