Liputan6.com, Jakarta - Turki resmi memberlakukan bebas visa bagi turis asal Indonesia. Dalam rilis resmi yang disampaikan di laman Kedutaan Besar Turki di Indonesia, kebijakan itu resmi berlaku sejak 24 Desember 2021.
"Memandang hubungan persaudaraan selama berabad-abad antara warga Turki dan orang Indonesia, dan juga sebagai bentuk kemitraan strategis antara kedua negara, Turki memutuskan mencabut persyaratan visa untuk warga Indonesia yang melancong ke Turki," demikian pernyataan pihak kedutaan, dikutip Jumat (31/12/2021).
Advertisement
Baca Juga
Keputusan itu didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 4930 diterbitkan pada tanggal 22 Desember 2021 dalam Berita Negara Republik Turki. Berdasarkan aturan itu, pemegang paspor Indonesia dikecualikan dari persyaratan visa saat berkunjung ke Turki untuk berlibur dan transit.Â
Turis Indonesia diperkenankan tinggal di Turki maksimal 30 hari di bawah aturan tersebut. "Kami meyakini bahwa langkah ramah yang diambil oleh Turki ini akan meningkatkan ikatan persaudaraan yang ada di antara negara kita, dan akan membantu mempromosikan hubungan antar-individu dan hubungan bisnis," sambung pernyataan tersebut.
Sebelumnya, Turki memberlakukan visa elektronik bagi warga Indonesia yang hendak bepergian ke Turki. Warga Indonesia yang ingin mendapatkan harus menunjukkan paspor yang berlaku maksimal masa kedaluwarsanya 60 hari sebelum kedatangan, menyiapkan alamat email, mendaftarkan kartu debit dan kredit untuk membayar biaya visa, dan menunjukkan bukti pesanan akomodasi dan tiket pulang pergi.
Warga Indonesia juga bisa mengajukan visa on arrival. Namun, prosesnya lebih rumit dan memakan waktu.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Cappadocia
Salah satu destinasi wisata di Turki yang paling menarik perhatian warga Indonesia adalah Cappadocia. Kawasan tebing batu itu jadi sorotan setelah disebut sebagai destinasi impian tokoh Kinan di serial Layangan Putus.Â
Dikutip dari kanal Global Liputan6.com, nama Cappadocia berasal dari kata Persia, Katpatuka, yang berarti Negeri Kuda yang Indah. Sumber-sumber kuno menyebutkan hadiah atau upeti kuda dari wilayah yang dipersembahkan kepada raja-raja Asyur dan Persia kuno.
Ketika Cappadocia berada di bawah pemerintahan Persia, kuda adalah bagian dari pajak yang dibayarkan. Penduduk setempat saat ini masih menghargai kuda, yang terkadang menawarkan moda transportasi alternatif kepada pengunjung.
Wilayah Cappadocia terbentuk selama periode tersier sekitar 60 juta tahun yang lalu setelah serangkaian letusan gunung berapi melanda Anatolia Tengah. Letusannya membentuk apa yang sekarang dikenal sebagai cerobong peri dan lainnya. Pemandangan menakjubkan Cappadocia yang terkenal dibentuk oleh erosi gunung berapi.
Letusan gunung berapi yang membentuk Cappadocia menghujani abu di seluruh wilayah. Seiring waktu, abu mengeras menjadi tufa, yang ditutupi oleh basal. Tetapi, tufa yang lembut dan keropos memudar seiring waktu dan membentuk pilar setinggi 130 kaki. Penampakannya saat ini seperti topi berbentuk jamur di atas setiap pilar.Â
Advertisement
Masjid Hagia Sophia
Selain Cappadocia, Turki juga memiliki Hagia Sophia yang kembali difungsikan sebagai masjid pada Juli 2020. Selama ini, bangunan indah tersebut difungsikan sebagai museum.
"Pembukaan kembali Hagia Sophia Istanbul untuk tempat beribadah tidak akan menghilangkan identitasnya, karena akan selalu menjadi warisan sejarah dunia," kata juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin, seperti dikutip dari Hurriyet Daily News, Jumat, 10 Juli 2020.
Meski menjadi tempat beribadah, wisatawan tetap bisa mengunjunginya karena Turki tetap melestarikan ikon Kristen di sana. "Semua masjid utama kami seperti Masjid Biru, Masjid Fatih dan Suleymaniye, mereka terbuka untuk pengunjung dan jemaah," kata Kalin.
Kalin juga mengutip contoh-contoh Katedral Notre Dame yang ikonis di Prancis dan Basilika Sacre-Coeur, gereja-gereja terkenal di dunia yang terbuka baik untuk turis maupun jemaat. "Membuka Hagia Sophia untuk beribadah tidak membuat turis lokal atau asing tidak mengunjungi situs ini," tegas Kalın. "Jadi, kerugian dari warisan dunia tidak perlu dipertanyakan," tambahnya.Â