Sukses

Kebijakan Karantina Hong Kong Picu Gelombang Mundur Para Pilot Cathay Pacific

Kebijakan karantina yang diberlakukan di Hong Kong berdampak pada kesehatan mental para pilot dan keluarga mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Masalah tak henti menimpa maskapai Cathay Pacific. Baru-baru ini, maskapai yang berbasis di Hong Kong itu dilanda gelombang mundur para pilotnya sebagai ungkapan kekecewaan atas kebijakan karantina ketat yang diberlakukan di kawasan itu.

Hong Kong saat ini mengikuti arahan Beijing yang menutup perbatasannya untuk menekan penyebaran Covid-19. Langkah itu bisa menanggulangi kasus positif Covid-19, tetapi membuat kota itu terisolasi secara internasional.

Dilansir AFP, Jumat (3/12/2021), pimpinan Hong Kong menyatakan bahwa menormalisasi perjalanan dengan China daratan harus diutamakan sebelum membuka perbatasannya untuk negara lain. Strategi itu memicu alarm berbunyi di dalam hub keuangan multinasional yang menyebut dirinya sebagai Kota Dunia di Asia.

Imbasnya, banyak sektor terdampak langsung, termasuk para pilot. Empat pilot yang minta namanya disamarkan mengatakan bahwa puluhan rekan mereka telah mengundurkan diri dalam beberapa pekan terakhir. Mereka lalu melamar posisi yang sama di maskapai rival perusahaan itu yang lebih fleksibel dalam menghadapi pandemi Covid-19.

"Segala hal memburuk, mengundurkan diri adalah jalan akhir yang ditempuh," kata seorang pilot yang berpengalaman terbang selama 20 tahun dan sudah melamar ke dua maskapai berbeda. "Ada banyak orang yang sudah berada di titik jenuhnya. Sangat mengejutkan bahwa kami tidak mengalami kecelakaan apapun."

Sepanjang pandemi berlangsung, Hong Kong memperketat aturan perjalanan untuk memasuki kawasannya. Mereka banyak mewajibkan pelancong dari luar negeri menjalani karantina selama tiga minggu. 

Meski pilot mendapat beberapa pengecualian, mereka tetap menghabiskan waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu bolak-balik dalam gelembung pesawat ke hotel untuk menghindari kewajiban karantina ketat saat kembali ke Hong Kong. Yang paling ekstrem adalah penerbangan dengan loop tertutup, yakni kru menghabiskan waktu sekitar lima minggu dalam gelembung dan diikuti karantina dua minggu di rumah.

Ketatnya aturan karantina itu, kata seorang pilot kepada AFP, berdampak pada kesehatan mental kru dan keluarganya. Kemarahan yang dipendam selama pandemi akhirnya meledak pada bulan lalu ketika lebih dari 270 orang, yang 120 awak ditambah keluarga mereka, diperintahkan masuk ke kamp karantina pemerintah usai tiga pilot dinyatakan positif sekembalinya dari Jerman.

Ketiga pilot yang disebut sebagai penyebab kasus tersebut meninggalkan kamar hotel mereka saat singgah di Jerman. Mereka kemudian dipecat oleh Cathay Pacific.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Beban Mental

Direktur Operasi Penerbangan Cathay Pacific Chris Kempis mengakui beberapa waktu lalu bahwa tingkat pengunduran diri pilot mencapai laju tertinggi. Meski begitu, ia menyatakan perusahaan berencana untuk merekrut pekerja pada tahun depan. 

Dalam sebuah pernyataan, Cathay Pacific menyatakan tunduk dengan aturan pemerintah Hong Kong. "Kami memahami bahwa aturan ini dan durasi yang wajib diikuti membebani kru udara kami. Semuanya menjadi teladan dalam perilaku dan profesionalisme mereka selama masa sulit ini," kata Kempis.

Maskapai menyatakan bahwa pilot yang merasa tak cukup baik untuk terbang bisa menolak bekerja tanpa ancaman sanksi dan dilindungi hukum. Faktanya, pilot harus menghabiskan waktu di luar rumah selama berbulan-bulan.

Seorang pilot pesawat komersial mengaku ia tak bisa menemui keluarganya di luar negeri selama lebih dari 20 bulan karena kebijakan karantina dan kebutuhannya untuk tetap bekerja mengingat gajinya berkurang drastis. Ia merasa pemimpin Hong Kong telah lama mengabaikan ide bahwa kota itu adalah hub internasional untuk memenuhi perintah dari Utara, yakni Beijing.

"Aku cinta Hong Kong, tapi bila kita akan bergerak tanpa rencana jalan keluar seperti ini, lalu apa yang aku lakukan di sini?" ujarnya. "Aku tak bisa lagi tinggal setahun lebih lama dari ini," ucapnya lagi.

 

 

3 dari 4 halaman

Risiko Besar

Seorang pilot kargo juga berencana untuk mengundurkan diri dalam enam bulan ke depan dan mencari pekerjaan di luar negeri. Saat ini, maskapai di Timur Tengah dan Amerika Utara sedang membuka lowongan.

"Aku pernah tinggal di hotel untuk menyelesaikan isolasi selama 12 hari," katanya. "Kami benar-benar sangat lelah dengan ini."

Sejak pandemi menyebar dan menghantam keras sektor penerbangan global, Cathay Pacific mendapat dana tangan dari pemerintah Hong Kong. Banyak pilot yang tetap dipertahankan tetapi mereka wajib menandatangani kontrak baru yang menyatakan gaji mereka dipotong setengahnya. 

Para pilot kini mengkhawatirkan masa depan Hong Kong sebagai hub transportasi tersibuk di Asia. Banyak perusahaan multinasional mulai memindahkan basis bisnisnya ke tempat lain. FedEx, misalnya, pada bulan lalu mulai merelokasi pilot Hong Kong mereka ke California karena aturan karantina. 

Maskapai British Airways juga sementara menghentikan penerbangan karena beberapa kru diwajibkan mengisolasi diri di fasilitas pemerintah. "Saat maskapai memindahkan infrastruktur mereka, seperti teknisi, petugas darat, dan pilot ke luar Hong Kong, seperti Seoul dan Bangkok, percayalah, mereka tidak akan kembali," ujar seorang pilot.

Meski begitu, Departemen Perhubungan Hong Kong tidak menjawab permintaan tanggapan tentang reputasi Hong Kong yang terancam. "Kami akan mengkaji aturan karantina untuk kru maskapai dan ketika tepat waktunya," kata seorang juru bicara departemen.

4 dari 4 halaman

Beda Karantina dan Isolasi

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.