Sukses

Cerita Akhir Pekan: Apa Itu Perjanjian Pra Nikah?

Selain perjanjian pra nikah, sejak 2015 pasangan suami istri juga bisa membuat kesepakatan di bawah perjanjian kawin. Apa saja isinya?

Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan memang pembelajaran seusia hidup yang seyogianya dilalui bersama orang terkasih. Komitmen tentu tidak lagi bisa ditawar, dan dalam praktiknya, hal ini berarti membuat perjanjian pra nikah bagi sebagian pasangan.

Pengacara dari Law Firm Is White Jaka Iswet, SH, MH menjelaskan bahwa perjanjian pra nikah adalah komitmen calon suami dan istri yang tertuang dalam kesepakatan di hadapan profesional hukum, dalam kasus ini notaris. "Tapi sejak 2015, ada juga perjanjian setelah nikah yang disebut perjanjian kawin," katanya melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Jumat, 10 September 2021.

Narasinya merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015. Karena itu, perjanjian ini sekarang bisa dilakukan sebelum maupun setelah menikah, Jaka menegaskan.

Don Arfan, SH, M.Kn, MH selaku Notaris dan PPAT menyebut, isi perjanjian pra nikah maupun kawin setidaknya terdiri dari tiga substansi. Pertama, terkait pemisahan aset suami dan istri.

"Aset yang dibeli sebelum pernikahan itu otomatis jadi milik suami atau istri. Yang diatur, setelah menikah. Misalnya beli rumah, beli mobil, beli tanah, atau aset lain, itu masuk harta gono-gini atau tidak. Ini yang disepakati," paparnya, juga melalui panggilan suara, Jumat, 10 September 2021.

Kemudian, terkait utang pada bank. "Misalnya, suami mengambil pinjaman (di bank). Karena sudah ada perjanjian pra nikah maupun kawin, istri tidak akan diberatkan dalam pembayarannya, atau sebaliknya, istri yang mengajukan utang juga demikian," ucapnya.

Subtansi isi perjanjian pra nikah atau kawin ini juga mengatur tentang anak. Penekanannya, kata Don Arfan, kewajiban dana kesehatan, pendidikan, dan biaya hidup adalah tanggung jawab suami, walau nantinya pasangan ini bercerai.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengenyahkan Stigma

Subtansi-substansi itu kemudian dituangkan dalam akta autentik. Poin-poin lain, kata Don Arfan bisa ditambahkan, mengingat peran notaris di sini sebagai konstatir keterangan suami dan istri.

"Perjanjian pra nikah atau kawin ini kemudian didaftarkan di KUA untuk pasangan Musim. Bagi non-Muslim, perjanjian tersebut didaftarkan ke kantor catatan sipil. Proses ini bisa dilakukan sendiri oleh pasangan suami istri maupun lewat kuasa hukum atau notaris," paparnya.

Poin-poin dalam perjanjian pra nikah maupun kawin, dengan sederet substansi yang disebutkan, kemudian melahirkan stigma. Padahal, menurut psikolog anak dan keluarga Astrid Wen, perjanjian pra nikah maupun kawin adalah tentang melindungi keluarga.

"Misalnya, ternyata pasangan bangkrut, keluarga pasti terdampak. Kemudian, orangtua sudah punya anak menikah lagi. Ia harus melindungi bagian (harta miliknya) untuk anak, istri baru, dan anak dari istri baru nanti. Jadi ini soal mengomunikasikan keinginan masing-masing," ungkapnya melalui telepon, Kamis, 9 September 2021.

3 dari 4 halaman

Bisa Dipertanggungjawabkan

Apa yang tertuang di sana, Astrid menyarankan untuk bisa dibuktikan. Ini termasuk pengaturan yang melibatkan kondisi kesehatan mental, baik suami maupun istri. Jadi, saat memakai alasan kesehatan jiwa dalam keadaan tertentu, itu bisa dipertanggungjawabkan.

"Jadi misalnya ada omongan, 'Aku ada depresi, jadi dimaklumi pada saat ini, pada saat itu,'" katanya.

Pembuktian ini dilakukan dengan memeriksakan diri ke profesional. "Cari dulu faktanya ke profesional," imbuh Astrid.

Karena itu sebelum menikah, ia menyarankan pasangan melalukan konseling pra nikah. Ini dijelaskan akan membantu melihat kepribadian masing-masing dan mendeteksi potensi konflik di antara mereka.

"Perbedaan cara menyelesaikan masalah, perbedaan sudut pandang, ini bisa terdeteksi. Dengan begitu, kemampuan menyelesaikan masalah di kemudian hari diharapkan jadi lebih baik," tuturnya.

Yang harus digarisbawahi, Astrid menjelaskan, konseling pra nikah bukan untuk memecah pasangan, melainkan menyatukan. "Dengan kata lain, mereka menyelesaikan dasarnya dulu. Jangan yang penting jadi (menikah) dulu," tutupnya.

4 dari 4 halaman

Infografis Mengenal 8 Fungsi Keluarga

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.