Sukses

Benarkah Memasak dan Mencuci Kewajiban Istri Adalah Ajaran Islam?

Pekerjaan mencuci dan memasak ternyata bukan kewajiban istri

Liputan6.com, Jakarta - Pekerjaan memasak dan mencuci baju mafhumnya menjadi tugas harian seorang istri. Jika ada seorang laki-laki melakukan pekerjaan ini tentu saja mendapatkan cemoohan seperti suami takut istri atau yang semisalnya.

Memang, pekerjaan yang lekat dengan kaum hawa ini menyebabkan sebagian orang beranggapan bahwa pekerjaan ini memang kewajiban istri.

Parahnya lagi, jika mereka beranggapan bahwa kewajiban mencuci baju dan memasak ini berasal dari ajaran Islam. Tentu saja, ini sangat keliru.

Sebab, sejatinya pekerjaan ini menjadi kewajiban suami atau sering disebut dengan Paksu alias Pak Suami.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Memasak dan Mencuci Kewajiban Istri?

Mengutip Jurnal of Islamicated Multidisiplinary, bahwa buku Fiqih Nikah dijelaskan bahwa kewajiban suami atas istrinya adalah memberinya nafkah lahir dan batin. Kewajiban istri kepada suami menurut pendapat para fuqaha hanya sebatas memberikan pelayanan berupa istimta’ serta menurut pada suami.

Sedangkan memasak, mencuci pakaian, menata mengatur dan membersihkan rumah, pada dasarnya adalah kewajiban suami, bukan kewajiban seorang istri. Konsep kewajiban suami dalam kitab-kitab klasik seperti memasak dan mencuci baju memang bukan tanggungan istri, tapi suami.

Sebab semua itu bagian dari nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nisa’ ayat 34:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telahmelebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karenamereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

3 dari 4 halaman

Pandangan Imam Hanafi dan Imam Malik

Penjelasan terkait kewajiban suami terhadap istri dan kewajiban suami atas suami menurut empat imam mazhab adalah sebagai berikut:

Menurut mazhab Hanafi, Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai’ menyebutkan: Seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan untuk memasak dan mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa.

Suaminya diperintahkan untuk pulang membawa makanan yang siap santap. Di dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan bahwa seandainya seorang istri berkata,”Saya tidak mau masak dan membuat roti”, maka istri itu tidak boleh dipaksa untuk melakukannya, dan suami harus memberinya makanan siap santap atau menya

Pendapat Imam Maliki di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan: wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rizki sementara istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat.

Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya.

4 dari 4 halaman

Pendapat Imam Syafi'i dan Imam Hanbali

Mazhab Syafi’i di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy Syirazi rahimahullah, disebutkan bahwa tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti,memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta’), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.

Bahkan perihal menyusui anakpun bukan menjadi kewajiban istri. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd, dijelaskan bahwa apabila istri memiliki kewajiban untuk menyusui, maka suami wajib membayar upah.

Sebab, menyusui tidak menjadi kewajiban seorang istri. Hal tersebut adalah ijmak fuqaha berdasarkan firman Allah dalam surah Ath-Thalaq ayat 6:

“Jika mereka (istri-istri) menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.”

Menurut Imam Hambali seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur.

Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Sebab akadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.

Apabila kita mencari ayat Alquran atau hadis yang menyatakan secara gamblangbahwa kewajiban seorang suami atas istri adalah memasak, mencuci pakain dan segala aspek kerumahtanggaan lainnya, maka tidak akan ditemukan.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.