Sukses

Marak Nikah Mut'ah, Makna dan Hukumnya Menurut MUI

Nikah Mut'ah: Apa Itu, Hukumnya, dan Dasar Hukumnya?

Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar bahwa di Indonesia masih ada praktik nikah mut'ah. Bahkan di beberapa wilayah terjadi dengan warga negara asing.

Lantas, apa itu nikah mut'ah dan bagaimana hukumnya dalam Islam?

Nikah mut'ah merupakan istilah dalam Islam yang merujuk kepada pernikahan sementara atau pernikahan kontrak yang memiliki batas waktu tertentu.

Dalam praktiknya, nikah mut'ah umumnya lebih banyak diamalkan dalam beberapa mazhab atau aliran kepercayaan Islam tertentu.

Dalam nikah mut'ah, terdapat kesepakatan antara pihak laki-laki dan perempuan untuk menikah dalam jangka waktu tertentu dengan membayar mas kawin atau mahar kepada perempuan.

Setelah jangka waktu tersebut berakhir, pernikahan dianggap selesai tanpa perlunya proses perceraian formal.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pernyataan MUI Soal Nikah Mut'ah

Mengutip Hidayatana.com, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa nikah mut’ah hukumnya tidak sah.

Sebagaimana fatwa MUI perihal nikah mut’ah yang dikeluarkan pada 25 Oktober 1977. MUI memaparkan bahwa nikah mut’ah bertentangan dengan tujuan syariat akad nikah, yaitu untuk mewujudkan keluarga sejahtera dan melahirkan keturunan.

Menurut Al-Musawi nikah mut’ah merupakan perkawinan sementara atau perkawinan terputus. Dimana seorang laki-laki melakukan perkawinan dengan seorang perempuan untuk waktu sehari, seminggu, sebulan, ataupun tahunan.

Meski pun pelaksanaan nikah mut’ah dilakukan secara “agama”, hukum pernikahan ini adalah tidak sah. Sayyid Sabiq menerangkan bahwa tujuan dari nikah mut’ah pada dasarnya adalah kenikmatan seksual semata, sehingga berbeda dari tujuan pernikahan biasa.

3 dari 3 halaman

Berikut Landasan Hukumnya

Menanggapi maraknya pernikahan mut’ah di kalangan awam, MUI dengan tegas telah mengeluarkan fatwa “haram” atas pernikahan tersebut.

Sebagai dasar hukumnya, MUI bersandar pada ayat Alquran surah Al-Mukminun ayat 5-7.

“Mereka (orang-orang yang beruntung) adalah orang-orang yang menjaga kemaluan mereka. Kecuali kepada pasangan atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Maka barang siapa mencari di balik itu, maka merekalah orang-orang yang melampaui batas”.

Berdasarkan ayat itu, MUI menyatakan, hubungan kelamin hanya dibolehkan kepada wanita yang berfungsi sebagai istri sah.

Sementara itu berdasarkan aturan hukum positif di Indonesia, nikah mut’ah dianggap sebagai pernikahan yang tidak sah. Dalam perkawinan tersebut sangat bertentangan dengan aturan yang berlaku, sebagaimana pada Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.