Sukses

Hukum Berwudhu bagi Wanita Haid Menurut Madzhab Syafi’i

Hukum wudhu saat haid

Liputan6.com, Jakarta - Wudhu merupakan salah satu syarat sah sholat. Selain itu, berwudhu juga termasuk amalan sunnah yang dianjurkan dalam agama Islam agar diri tetap dalam keadaan suci, baik laki-laki maupun perempuan. 

Termasuk anjuran berwudhu sebelum tidur sebagaimana yang tertuang dalam hadis Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ

“Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk sholat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu.” (HR. Bukhari, no. 247; Muslim, no. 2710).

Namun demikian, biasanya  setiap satu bulan sekali khususnya kaum perempuan mengalami haid atau menstruasi yang berarti pada periode tersebut mereka berada dalam keadaan berhadas besar.

Sehingga sering menjadi pertanyaan bagaimanakah hukum wudhu bagi perempuan haid, sedangkan wudhu ditujukan untuk bersuci dari hadas kecil?

 

Saksikan Video Pilihan ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tidak Disunnahkan

Mengutip dari laman laduni.id, Imam Nawawi dalam kitab Syarh An-Nawawi ala Al-Muslim menjelaskan sebagai berikut:

; لِأَنَّ الْوُضُوْء لَا يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِهِمَا ،َإِنْ كَانَ الْحَائِضُ اِنْقَطنُ. وَاللهُ أَعْلَمُ

“Adapun ashab (ulama Syafi'iyah) kami, mereka melarang bahwasanya tidak disunnahkan berwudhu bagi wanita haid dan wanita nifas. Karena berwudhu tidak berpengaruh pada hadas mereka berdua. Jika wanita haid sudah berhenti darah haidnya, maka dia seperti orang junub. Wallahu A'lam.”

Karena itu, maka pertanyaan apakah wanita haid boleh berwudhu? Jawabannya tidak disunnahkan dalam Islam, kecuali jika darah haidnya sudah berhenti maka hukumnya seperti orang berjunub. Orang berjunub tetap sunnah berwudhu.

Dalam kitab Hasyiyah Jamal  dijelaskan sebagai berikut:

وَيُنْدَبُ لِلْجُنُبِ رَجُلًا كَانَ أَوْ امْرَأَةً وَلِلْحَائِضِ بَعْدَ انْقِطَاعِ حَيْضِهَا الْوُضُوْءُ لِنَوْمٍ أَوْ أَكْلٍ أَوْ شَرْبٍ أَوْ جِمَاعٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ تَقْلِيْلًا لِلْحَدَثِ

“Disunnahkan bagi orang junub, laki-laki atau perempuan, dan bagi wanita haid setelah berhenti haidnya berwudhu karena mau tidur, makan, minum, jima' dan sebagainya untuk mengecilkan (mengurangi) hadas.” .

Dalam Kitab Nihayatul Muhtaj dijelaskan sebagai berikut:

وَمِمَّا يَحْرُمُ عَلَيْهَا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ بِقَصْدِ التَّعَبُّدِ مَعَ عِلْمِهَا بِالْحُرْمَةِ لِتَلَاعُبِهَا ، فَإِنْ كَانَ الْمَقْصُوْدُ مِنْهَا النَّظَافَةَ كَأَغْسَالِ الْحَجِّ لَمْ يُمْتَنَعْ

“Di antara perkara yang haram atas wanita haid adalah bersuci dari hadas dengan tujuan beribadah serta mengertinya dia akan keharamannya, hal itu karena dia talaa'ub (mempermainkan ibadah). Jika yang dikehendaki dari bersuci itu untuk kebersihan seperti mandi haji, maka bersuci tersebut tidak dicegah.”

3 dari 3 halaman

Tergantung Niat Wudhunya

Selanjutnya, dalam kitab Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh Syaikh Wahbah Zuhail menjelaskan sebagai berikut:

يَغْتَسِلُ تَنَظُّفًا، أَوْ يَتَوَضَّأُ، وَالْغُسْلُ أَفْضَلُ؛ لِأَنَّهُ أَتَّمُّ نَظَافَةً، وَلِأَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ اِغْتَسَلَ لِإِحْرَامِهِ ، وَهُوَ لِلنَّظَافَةِ لَا لِلطَّهَارَةِ، وَلِذَا تَفْعَلُهُ الْمَرْأَةُ الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ

“(Orang yang akan melakukan ihram agar) mandi untuk kebersihan, atau berwudhu. Mandi lebih utama, karena lebih sempurna kebersihannya, dan karena Nabi 'alaihishshalaatu wassalaam mandi untuk ihram beliau. Mandi tersebut untuk kebersihan bukan untuk bersuci, oleh karena itu dilakukan oleh wanita haid dan wanita nifas.”

Maka kesimpulannya adalah apabila wanita haid berwudhu untuk menghilangkan hadas atau untuk ibadah maka haram karena akan menimbulkan tanaqud (fungsi wudhu bertentangan dengan keadaannya yang sedang hadas) dan menimbulkan talaa'ub (mempermainkan ibadah sebab dia tahu wudhunya tidak bisa menghilangkan hadas berupa haidnya).

Apabila wudhunya untuk menghilangkan hadas atau untuk ibadah setelah berhentinya darah maka sunnah. Apabila wudhunya tidak untuk menghilangkan hadas atau ibadah, melainkan wudhu hanya karena kebiasaan seperti tabarrud (menyejukkan dirinya) dan nazhafah (kebersihan) maka sunnah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.