Sukses

Asyura 10 Muharram, Hari Kemenangan Sekaligus Kesedihan dan Pemaknaannya di Indonesia

Peristiwa penting di hari Asyura 10 Muharram. Di antara peristiwa yang paling dikenang adalah tragedi Karbala, ketika cucu Rasulullah SAW Husein bin Ali bin Abi Thalib RA dan kerabatnya dibunuh

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sejarah Islam, bulan Muharram tercatat peristiwa penting yang tidak bisa dilupakan pada 10 Muharram atau dikenal dengan hari Asyura.

Dalam tradisi Jawa Timur, peristiwa ini ditandai dengan adanya bubur Asyura yang melambangkan kemenangan dan kesedihan. 

Dikatakan sebagai lambang kemenangan, karena para Nabi menegakkan keadilan dan kebenaran, seperti keselamatan dan kemenangan Nabi Nuh dari cengkraman badai dan ombak besar yang mengamuk di seluruh dunia serta kemenangan Nabi Ibrahim, Nabi Yusuf, Nabi Ayyub, Nabi Ya'qub, Nabi Yunus, Nabi Zakariya, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan para nabi lainnya.

Bulan Muharram juga merupakan awal mula Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya hijrah ke Madinah secara diam-diam kecuali Umar bin Khattab RA yang secara terang-terangan mengumumkan kepada bani Quraisy di atas bukit Shafa melalui jalur utama.

Di akhir bulan Safar nabi hijrah bersama Abu Bakar Shiddiq RA, kemudian disusul Ali bin Thalib RA setelah berpura-pura tidur di atas tempat tidur nabi hingga akhirnya rombongan sampai ke Madinah pada bulan Rabi'ul Awal. 

 

Saksikan Video Pilihan ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemaknaan Bulan Muharram oleh Masyarakat Jawa dan Madura

Dikatakan pula bulan Muharram sebagai lambang kesedihan, maksudnya, di bulan itu terjadi gencatan senjata pada tanggal 10 Muharram 61 H. Sejumlah 4.000 pasukan Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash menyerbu rombongan Al-Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib yang berkekuatan 72 orang, 32 prajurit berkuda, dan 40 orang pejalan kaki, selengkapnya terdiri dari anak-anak dan perempuan.

Tragedi di Karbala itu menghitamkan sejarah Islam, karena cucu nabi, keluarga, dan syuhada lainnya terbunuh. Pembunuhan kejam itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang berhati dzalim. Allah menegaskan bahwa orang dzalim dikecam dan diancam.

Dari sinilah, masyarakat Jawa dan Madura berduka di bulan Muharram, sehingga perempuan tidak diperkenankan bersolek dan memperkuat ibadah dengan beragam amal kebaikan, seperti puasa, bermuhasabah, shadaqah atau menyantuni anak yatim, hingga muncullah bubur Asyura di kalangan Nahdliyin. 

Dengan demikian, hari Asyura merupakan hari yang diistimewakan oleh Allah, sehingga Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk bersyukur dan berpuasa. Keistimewaan bagi orang yang berpuasa dijelaskan dalam hadits. 

صَوْمُ يَوْمِ عَاشُرَاءَ يُكَفِّرُسَنَةً مَاضِيَةً (رَوَاهُ أَحْمَدُبْنُ حَنْبَلٍ فِى مُسْنَدِهِ وَمُسْلِمٌ وَأَبُوْ دَاوُدَ عَنْ أَبِى قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ)

Artinya : "Berpuasa di hari Asyura itu menghapuskan dosa setahun yang silam (maksudnya menghapus dosa-dosa kecil yang ringan, bukan yang besar, karena dosa-dosa yang besar tidak diampuni oleh Allah melainkan hanya taubat yang sebenar-benarnya kepada Allah)".

Dalam hadis lain diriwayatkan Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Thayalisy dari Ubadah bin Abi yazid bahwa Abdullah bin Abbas berkata. 

مَارَأَيْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ غَيْرَ رَمَضَانَ سِوَى عَاشُرَاءَ. (رَوَاهُ البُخَارِى وَمُسْلِمٌ وَأَبُوْدَاوُدَ وَالتِّرْمِذِى وَالَّلفْظُ لَهُ عَنْ أَبِى يَزِيْدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ)

Artinya : "Saya tidak pernah melihat Nabi berpuasa sunnah dan mengutamakan puasa itu kepada puasa lainnya, kecuali puasa Asyura". 

Jadi, beberapa peristiwa penting di atas bisa dipetik pelajaran, agar umat Islam dapat menghidupkan Asyura dengan berpuasa, bersedekah, berbuat amal shaleh pada 10 Muharram, karena sangat besar pahalanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.