Sukses

Menyingkap Suro Bulan Sial, Mitos atau Fakta? Ini Pandangan Islam

Dalam pandangan ini, hajatan di bulan Suro akan menyebabkan malapetaka. Alhasil, Suro disebut sebagai bulan sial. Bagaimana pandangan Islam?

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian masyarakat Jawa meyakini bulan Suro adalah bulan keramat. Lantaran kekeramatannya, maka dilarang melakukan kegiatan besar yang melibatkan banyak orang, seperti hajatan.

Dalam pandangan ini, hajatan di bulan Suro akan menyebabkan malapetaka. Alhasil, Suro disebut sebagai bulan sial.

Tak aneh, di Jawa khususnya, tak banyak acara walimah. Sebab, orang masih meyakini, atau setidaknya menghormati tradisi untuk tidak melakukan hajatan di bulan Suro.

Lantas, benarkah bulan Suro bulan sial?

Sebelum membahasnya, ada baiknya melihat fakta bahwa kalender Jawa yang kita kenal sekarang adalah adopsi kalender Hijriyah. Bulan Suro dalam penanggalan Jawa adalah bulan Muharram dalam kalender Islam atau kalender Hijriyah.

Berkebalikan dengan pandangan bahwa Suro bulan sial, dalam Islam bulan Muharram justru bulan yang dimuliakan. Bahkan, bulan pertama kalender Hijriyah ini disebut sebagai Syahrullah, atau bulannya Allah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Suro Bulan Sial Hanya Mitos?

Banyak orang Jawa yang percaya bahwa kegiatan pesta atau perayaan di Bulan Muharram atau Suro di awal Tahun Baru Islam bisa mendatangkan musibah bila dilakukan.

Guru Besar Ilmu Tasawuf IAIN Walisongo Semarang & Direktur Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf (LEMBKOTA) Kota Semarang Prof. Dr. HM. Amin Syukur, MA menyebutkan bahwa keyakinan itu yang tidak punya dasar.

"Artinya perbuatan sekadar gugon tuhon, perbuatan yang jare-jare (kata orang). Pada hari apa pun, bulan apa pun dan tahun apa pun tidak ada larangan untuk melakukan suatu perbuatan termasuk punya hajat, seperti menikahkan, menyunatkan dan sebagainya," dikutip dari kanal News Liputan6.com, Rabu (19/7/2023).

Pada prinsipnya dalam agama Islam semua hari, bulan dan tahun adalah baik. Semuanya adalah makhluk Allah, mereka tidak bisa membawa bahaya dan manfaat apa pun kecuali seizin-Nya.

Nabi Muhammad saw bersabda: ”La tasubbud dahra, fainnallaha huwad dahru” (Jangan memaki-maki masa, sebab Allah itu adalah ”masa” itu sendiri). Artinya ia adalah makhluk ciptaan-Nya. Yakinlah dengan keyakinan yang tangguh, tanpa sedikit pun diwarnai keragu-raguan. Kalau seseorang ragu, maka atas keraguan itulah ketentuan Allah akan menimpanya, karena Allah itu ”mengikuti” persepsi hamba-Nya.

Sejarah bagaimana bisa demikian, konon dahulu kala ada seorang raja yang ingin mempunyai hajat, menikahkan atau mengkhitankan anaknya, agar hajatan sang raja ini tidak terganggu, maka dikeluarkan semacam dogma yang bisa mempengaruhi kepercayaan seseorang. Yakni:

”Barangsiapa yang melakukan hajatan pada bulan Sura, akan mendapatkan musibah”. Bermula dari sini, maka umumnya masyarakat Jawa tidak mau mempunyai hajat pada bulan di awal Tahun Baru Islam ini.

 

3 dari 3 halaman

Peristiwa Menggembirakan di Bulan Suro atau Muharram dalam Tarikh Islam

Mengutip Muhammadiyah.or.id, terkait dengan pandangan bahwa satu waktu penuh kesialan, dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda:

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Janganlah kalian menamakan ‘inab (anggur) sebagai karam (kemuliaan), dan janganlah kalian mengatakan alangkah sialnya masa (waktu) karena sesungguhnya Allah adalah (pencipta) masa.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dalam Hadits lain juga dijelaskan:

“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Allah Azza wa Jalla berfirman: Anak Adam telah menyakiti-Ku dia suka mencela masa. Padahal Aku adalah (pencipta) masa. Akulah yang menggilir siang dan malam.” (HR Muslim)

Kalau kita mau membuka sejarah, maka kita akan tahu kalau banyak peristiwa penting yang menggembirakan juga pernah terjadi di bulan Muharram. Di antaranya terbelahnya laut merah saat Nabi Musa mau menyeberang sehingga Musa dan kaumnya yang setia selamat dari kejaran Raja Fir’aun.

Peristiwa ini terjadi di bulan Muharram. Ini berarti menunjukkan kalau rahmat Allah sangat besar bagi hamba-Nya, khususnya bagi mereka yang tertindas justru terlimpah di bulan Muharram.

Perang Khaibar juga terjadi di bulan Muharram. Perang yang terjadi di tahun ketujuh hijriyah ini menandai penumpasan total kaum Yahudi yang suka bikin kekacauan dan perpecahan di kota Madinah.Maka sungguh tidak tepat menganggap Muharram sebagai bulan sial.

Semua bulan dan hari adalah sama saja. Tidak ada yang boleh disebut hari baik baik atau hari sial. Bulan baik atau bulan sial. Termasuk bulan Zulhijjah, bulan terbunuhnya dua khalifah, Umar dan Usman. Apalagi bulan Muharram. Bulan pertama di kalender Islam.

Tim Rembulan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.