Sukses

Permainan Anak Saat Ngabuburit yang Kini Hilang

Meski tampak berbahaya, permainan saat ngabuburit ini bisa menjadi perekat antarteman secara sosial.

Liputan6.com, Grobogan - Bulan Ramadan, selalu membahagiakan anak-anak. Menunggu datangnya beduk Magrib sambil bermain pernah menjadi sebuah ikatan sosial hingga mereka dewasa. Berbagai permainan ngabuburit digelar. 

Namun, kini sejumlah permainan memang sudah menghilang ditelan kemajuan zaman yang menjadi lebih individualis. Berikut sejumlah permainan saat ngabuburit yang menghilang dari wilayah Grobogan.

Lori, Ekstrem di Jalur Kereta Api

Anak-anak bermain lori di jalur kereta api (Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

 

Permainan unik ini berkembang di Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan. Lori hasil kreasi tangan orang tua dimainkan dengan memanfaatkan rel kereta api jurusan Semarang-Solo sebagai jalur. 

Cara memainkannya, sejumlah anak duduk di atas lori yang melaju. Sedangkan dua orang berdiri di sisi belakang mengayuh menggunakan kayu.

"Dulu anak-anak kecil main lori di rel. Tapi, setelah dilarang PT KAI sekarang tidak lagi. Lorinya juga sudah diambil sama petugas saat menggelar razia," kata Indah Budi, warga Sugihmanik.

Permainan dimulai usai mengaji dan salat asar. Ini adalah jam aman untuk menggelar permainan ngabuburit lori. Anak-anak akan beramai-ramai menikmati laju lori kayu di atas rel. Alas duduk dibuat dari potongan kayu yang dirangkai.

Laker atau bearing berukuran sekitar 10 centi berfungsi sebagai roda. Laker atau bearing ini merupakan spare part bekas mobil atau sepeda motor. Ada dua bearing, salah satunya berdimensi lebih kecil sebagai penjepit yang berfungsi agar lori tidak loncat dari rel.

Permainan ngabuburit ini selesai sesaat menjelang magrib.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Meriam Bambu

Ngabuburit di Kabupaten Grobogan juga sering dimeriahkan dengan perang meriam bambu. Banyaknya sumber daya alam berupa pohon bambu petung (bambu berbatang besar) menjadi salah satu sebab banyaknya meriam ini.

Struktur meriam sangat sederhana, hanya membobol ruas-ruas bambu, sehingga menyerupai pipa. Hanya ruas terakhir yang dibiarkan tetap tertutup. Beberapa sentimeter dari ruas terakhir atau bagian belakang meriam, dibuat lubang kecil untuk menyalakan.

Menggunakan abu yang disiram minyak tanah sebagai bahan peledak. Ketika abu dan minyak tanah menjadi panas, akan menghasilkan uap. Saat dinyalakan melalui lubang kecil, uap itu akan menyambar api. Karena oksigen yang sedikit, maka api tak bisa menyala dan hanya menimbulkan letupan.

"Permainan ini tak pandang usia. Entah orang tua maupun anak-anak selalu perang meriam bambu. Biasanya pulang dari sawah menjalankan salat ashar dan dilanjutkan mengaji secukupnya. Usai mengaji, langsung perang meriam bambu di depan rumah. Situasinya seperti perang besar karena ada 'meriam' di depan teras rumah," kata Hendro, warga Tanggirejo.

Setelah minyak tanah tak dijual bersubsidi, lambat laun permainan ini menghilang.

Simak video pilihan berikut:

 

3 dari 5 halaman

Rudal Busi

Rudal busi memanfaatkan limbah busi mesin sebagai bahan. Bagian ujung busi yang berfungsi sebagai pemantik api dihilangkan. Demikian juga dengan batang besi dan keramik di bagian tengah. Ruang kosong itu kemudian diisi bubuk petasan atau ujung korek api. Kemudian ditutup dengan sebuah baut yang cukup rapat sebagai pemukul.

Pada bagian belakang biasanya diberi rangkaian tali rafia yang sudah diiris. Fungsinya sebagai penyeimbang sehingga ketika dilempar ke udara, turun dengan bagian kepala busi yang sudah ditutup baut itu di bagian bawah.

Cara memainkannya dengan dilempar ke udara. Ketika turun maka baut yang difungsikan sebagai pemukul akan menghantam batu atau aspal. Saat itulah ledakan terjadi karena bubuk petasan atau korek api seperti dipukul. Permainan ini tak bisa dilakukan jika busi jatuh ke permukaan tanah.

Suaranya tidak keras, tapi permainan ini dilarang karena bubuk petasan juga dilarang.

"Biasanya anak-anak saling lempar ke dekat lawannya untuk mengagetkan. Tak sampai mengenai orangnya karena hanya mencari efek bunyi. Sekarang enggak ada karena susah cari bubuk petasan," kata Tri Agung, warga Penawangan.

 

4 dari 5 halaman

Pistol Bambu

Ini adalah sebuah permainan menggunakan bambu yang dirangkai dengan desain seperti pistol. Menggunakan bambu kecil yang ruasnya cukup panjang, sehingga panjang pistol ini hanya satu ruas saja.

Permainan memanfaatkan lubang bambu yang berdiameter hanya setengah sentimeter saja. Sebagai pemicu, dibuatkan sebuah batang yang berfungsi untuk menyogok dan mendorong peluru.

Amunisi dibuat dari kertas koran yang direndam air di kedua ujung bambu. Ketika batang pendorong ditusukkan, maka udara di dalam rongga bambu akan mendesak gumpalan kertas koran basah itu.

Lepasnya gumpalan kertas koran itulah yang menimbulkan ledakan kecil. Meski tanpa bahan peledak dan hanya berpeluru kertas, jika mengenai anggota tubuh akan terasa sakit sesaat.

Anak-anak biasanya memainkan secara berkelompok dan seperti perang sungguhan, lengkap dengan membangun markas dan menyusun strategi penyerbuan."Pistol biasanya mengunakan kertas basah atau buah gandri. Memang tidak ada yang melarang. Saat ini sudah enggak ada karena bambu tulup sudah langka. Lagipula kalah populer dengan gim di gawai," kata Hartani, warga Sugihmanik.

 

5 dari 5 halaman

Pistol Kayu

Berbentuk pistol tapi dibuat dari papan kayu. Di bagian atas dipotong, sehingga menjadi dua bagian dan salah satunya bisa bergerak bebas. Agar sesuai jalur, maka potongan kayu itu dibuatkan seperti rel.

Kemudian di ujung potongan ditempelkan paku payung. Saa karet dilepaskan, maka potongan kayu akan menghantam badan pistol. Kepala paku payung bertemu kepala paku payung. Nah agar menimbulkan letusan, maka dipasang sebuah kertas menyerupai kemasan tablet yang berisi bubuk petasan dalam jumlah sangat sedikit.

"Biasanya keluar suara ter. Jika petasan kertas susah didapat karena munculnya hanya saat puasa, maka diganti pentol korek," kata Hana, warga Grobogan, mengenang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.